JIKA (Part 5 of 5 Ending)
Ini adalah hari ketiga Vina berada di kota kelahiran Tama. Kota yang juga telah memberikan banyak luka pada pria yang diam-diam dia cintai. Dia nekat ikut dengan Tama ke kota ini saat dia mendapat informasi Tama ditunjuk sebagai salah satu anggota tim yang ditugaskan untuk menyelesaikan permasalah keuangan yang sedang menimpa cabang perusahaan dikota ini. Vina tahu dengan jelas bahwa tugas Tama kali ini bisa memakan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan. Sehingga dia meminta cuti beberapa hari untuk berlBUndar di kota ini demi memastikan hati pria yang demi tuhan, sangat ingin dia dampingi seumur hidupnya. Berbekal informasi yang didapatkan dari salah satu teman kantornya, Vina berusaha mencari alamat Keyla. Wanita yang sepertinya masih menjadi saingan terberatnya untuk mendapatkan hati Tama.
Taksi yang ditumpangi berhenti tepat di depan sebuah rumah yang halamannya dimodifikasi menjadi sebuah kafe kecil. Tampak seorang wanita sedang sBUndak melayani beberapa orang pembeli. Mungkin karena hari ini adalah Sabtu malam atau mungkin juga karena masakannya yang enak, sehingga cafe ini terlihat ramai dan penuh. Vina belum bisa memastikan karena dia sendiripun belum mencicipi makanan disini.
Vina mengambil duduk di pojok. Kebetulan hanya meja itu yang kosong. Seorang anak laki-laki remaja mendekatinya bertanya
”Kakak mau makan apa? Mi nya yang original, level cengeng atau level cukup cengeng atau super cengeng?” tanya remaja itu. Sekilas wajahnya mirip tama.
Vina tersenyum lebar saat anak laki-laki itu memanggilnya kakak. Bagi wanita yang usianya hampir kepala tiga, mendapat panggilan kakak dari seorang bocah merupakan sebuah penghargaan. Belum lagi ketika dia mendengar nama menu di kafe ini, membuat dia tidak bisa menahan senyumnya.
“Kakak belum pernah kesini ya? Kalau kakak pecinta makanan pedas, coba yang level cukup cengeng aja dulu tapi kalau kakak tidak suka pedas, kakak pesan yang oroginal saja” anak itu mencoba menjelaskan dengan baik. Vina kagum dengan kemampuan komunikasinya.
Vina memesan mie original dan jus mangga. Kemudian dia membuka laptonya agar dia punya alasan untuk duduk berlama-lama di kafe ini. Sesekali matanya mengamati Keyla. Ada rasa cemburu yang tidak terhingga saat mereka ketemu pandang. Keyla tersenyum ke arahnya saat mata mereka bertemu. Tetap saja Vina merasa seyuman itu seolah mengejek dia yang tak pernah mendapatkan hati Tama.
Jam sudah menunjukkan pukul 21 tapi, vina masih duduk bangkunya. Keyla mendekati wanita itu
”Maaf Mbak. Cafe ini akan segera kami tutup. Kami hanya buka sampai jam 9 malam?” kata Keyla ramah. Vina mengangguk dan segera mematikan laptopnya. Dia memandang sekeliling, hanya dia satu-satunya pengunjung yang tertinggal.
”Apakah boleh kita berbicara sebentar?” tanya Vina saat Keyla berjalan menuju meja lain untuk dirapikan.
Keyla membalikkan badannya. Dia menatap Vina cukup lama.
”Apakah kita saling kenal?” tanya keyla kemudian.
Wanita itu menggeleng.
”Tidak. Ini pertama kalinya kita bertemu. Tapi saya mengenal anda”
”Benarkah?”
”Kenalkan, nama saya Vina. Teman sekantor Tama di Batam” Wanita itu menyodorkan tangannya kepada keyla sebagai tanda perkenalan. Seketika Keyla terkejut. Dia melihat Vina dari ujung kaki sampai kepala. Tiba-tiba saja dia merasa sangat rendah sekali. Wanita yang ada di hadapannya itu sangat cantik dan elegan. Sementara dia tidak menggunakan riasan. Hanya bedak tabur yang sepertinyapun sudah luntur.
”Oh begitu ya. Apakah ada yang bisa saya bantu” Keyla berusaha menetralisir perasaannya. Dia mengambil posisi duduk di hadapan vina.
”Saya hanya ingin tahu, bagaimana pendapat anda tentang Tama?”
Keyla terdiam. Dia tertunduk sambil berusaha menahan genangan air mata yang mulai memenuhi sudut matanya. Kerinduannya akan kehadiran Tama seolah ditikam oleh pertanyaan wanita berbola mata indah ini. Sepenuhnya dia sadar bahwa dia tidak pantas mengharapkan Tama kembali, tapi tetap saja menyakitkan saat tahu bahwa pria itu akan sepenuhnya pergi.
”Maksud mbak?” tanya Keyla pura-pura tidak mengerti
”Saya ingin tahu masa lalu Tama. Meskipun kami sudah saling mengenal selama tiga tahun, tapi tetap saja saya merasa banyak yang tidak saya ketahui tentang dia. Saya hanya ingin tahu apakah pria seperti dia pantas untuk diperjuangkan. Apakah dia seorang pria yang baik, setia atau malah kasar dan tidak bertanggung jawab jahat atau..”
”Bang Tama bukan pria yang jahat” Keyla segera memotong kalimat Vina ”Dia adalah laki-laki terbaik di atas dunia. Laki-laki yang sangat setia serta mencintai keluarganya. Hanya saja dia mungkin tidak beruntung mengenal saya. Seorang wanita yang hanya bisa membuatnya terluka” Tutur Keyla dengan terbata-bata, “Bahkan meskipun kami tidak lagi hidup bersama, tidak sekalipun melupakan tanggung jawabnya terhadap kedua anaknya. Ketika kami akan berpisah pun, dia tidak mengusir kami dari rumah ini. Dia malah memberikan ini untuk anak-anaknya lalu memutuskan untuk pergi”
Vina terdiam. Selama ini Tama memang tidak pernah bercerita tentang keluarganya. Mereka hanya mengobrol tentang urusan pekerjaan. Semua informasi yang Vina ketahui didapatnya dari orang lain, bukan dari mulut Tama.
”Seumur hidup saya, saya yakin tidak akan pria yang lebih baik dari dia. Mungkin sudah takdir saya hanya bisa mengenalnya sebentar. Wanita manapun yang kelak menjadi istrinya adalah wanita yang sangat beruntung.” Keyla berusaha untuk tidak menangis di hadapan wanita itu. “Apakah mbak calon istri Bang Tama?” Keyla memberanikan dirinya untuk bertanya.
Vina menatap Keyla sangat lama. Dia tidak menggangguk dan juga tidak menggeleng. Hanya tampak bola matanya berkaca-kaca.
”Apakah Anda masih mencintai Tama?” tanya wanita itu lagi
Sejenak Keyla terdiam lalu, ”Saya hanyalah potongan-potongan kecil di masa lalu Bang Tama. Tidak berhak rasanya jika berharap lebih. Namun dalam setiap doa saya dan juga anak-anak, selalu kami titipkan namanya untuk tetap bahagia” Sejenak Keyla terdiam. Dia berusaha menatap langit agar air matanya tidak tumpah.
”Hanya saja, kadang terpikir, Jika waktu bisa diputar, saya berharap mendapatkan kesempatan lagi. Tapi atas apa yang pernah terjadi antara kami, saya hanya bisa berharap semoga Bang Tama kelak bisa menemukan kebahagiaannya.” Keyla menghentikan kata-katanya saat dilihatnya Vina mulai menangis. Dia menyodorkan tisu yang ada dihadapan mereka.
“Tapi percayalah Mbak, jika nanti Mbak dan Bang Tama menikah, kami akan berusaha untuk tidak mengganggu hubungan kalian. Mengenai kebutuhan anak-anakpun, saya akan lebih mandiri. Jadi Mbak nggak usah ragu untuk hidup bersama Bang Tama. Kasihan Bang Tama sudah terlalu lama sendirian. Pasti sangat sulit baginya” Kali ini jelas nada suara Keyla memohon.
Vina menggenggam erat tangan Keyla. Dia membiarkan air mata membasahi pipinya. Begitu pun dengan Keyla. Dia sendiri tidak tahu apa yang dirasakan sekarang. Rasa takut kehilangan Bang Tama juga berharap agar pria itu bisa merasakan hidup bahagia.
*****
Berapa lama lagi kamu akan menyiksa diri kamu Tama?” tanya Vina sambil mengaduk minuman yang ada di hadapannya. Hari ini adalah hari terakhirnya di kota ini. Setidaknya, dia sudah menemukan apa yang dia cari.
”Aku yakin, menyelamatkan perusahaan bukanlah satu-satunya alasan kamu kembali kota ini”
Tama tersenyum kepada wanita yang ada di hadapannya. Vina adalah satu-satunya orang yang terdekat baginya di kantor dan kebetulan mereka juga sama-sama melanjutkan kuliah pasca sarjana. Sering bersama dalam kegiatan di kantor maupun di kampus membuat mereka sangat dekat. Sehingga wajar saja jika Vina mampu menebak banyak hal tentang dia.
”Entahlah Vina. Aku hanya menjalani aliran takdir karena kadang-kadang semuanya tidak semudah yang tampak dari luar”
”Bukan jalan itu yang susah, hanya saja sepertinya kamu lebih memilih untuk alur yang berputar-putar” Tama berusaha menerka muara kalimat dari gadis yang ada di depannya itu.
”Tiga tahun bersama, aku tidak yakin kalau kamu tidak mengerti perasaan aku. Orang yang paling bodoh sedunia pun pasti bisa memahami apa yang ada di hati aku” Tama yang sedari tadi sibuk memainkan ponselnya malah berhenti. Dia menatap lama ke arah Vina.
”Tapi terima kasih karena kamu tidak pernah memberikan aku harapan sedikitpun. Sehingga rasanya tidak terlalu sakit saat aku harus mengalah dengan takdir.”
Tama menghela nafas begitu panjang seolah Ada beban berat yang di sana. Kadang kala memang terpikir baginya untuk memulai kisah baru. Tapi setiap kali dia ingin melupaka Keyla, sekuat itupula bayangan wanita itu hadir sambil menatap sendu ke arahnya. Apakah karena dia adalah wanita pertama yang dicintainya dan berhasil dipersuntingnya? Seringkali dia bertanya dalam hati, apakah wanita yang sampai saat ini belum mengajukan gugatan cerai itu baik-baik saja? Bagaimana mereka menjalani kehidupan mereka. Apakah uang yang dikirimkan tiap bulan cukup untuk membantu meringankan beban wanita itu atau masih banyak lagi tanya di hatinya.
”Maafkan aku Vina. Dulu memang aku pernah terpikir agar kita bisa lebih dari seorang teman. Kebersamaan kita membuat aku lupa akan pahitnya kisah cintaku. Tapi setiap kali akan kumantapkan hatiku padamu, saat itu pula hati kecilku berharap bahwa aku ingin menua bersama Keyla. Makanya aku selalu berusaha menjaga jarak dalam kedekatan ini. Mungkin memang sudah garis tanganku untuk tidak bisa memulai kisah baru dan juga tidak kuasa untuk kembali ke kisah lama”
”Mengapa kamu berpikir seperti itu?”
”Banyak hal yang kamu tidak tahu, Vina. Keyla sangat menderita saat masih bersamaku. Dan pertemuan terakhir kami justru lebih menyakitkan lagi. Maafkan aku Vina. Mungkin itu pula yang membuat aku tidak pernah bisa mengakui keberadaan kamu”
”That's not a big deal. Kenapa kamu harus minta maaf? Lagipula, kamu bukanlah satu-satunya pria baik di bumi ini. Kalau nanti aku buka lowongan, akan banyak yang ngantri” Vina mencoba bercanda.
Tama menangguk sambil tersenyum. Kalimat Vina itu tak terbantahkan lagi. Banyak pria lajang di kantor dan juga di kampus yang dulu berputar-putar tidak jelas di dekatnya. Tampak mereka mencari perhatian gadis itu. Bagaimana tidak, Vina sangat cantik dan cerdas. Dia juga ramah. Tidak ada alasan untuk tidak menjadikannya idola pria. Hanya saja, hati Tama yang tak pernah mampu beralih.
”Oh ya, semalam aku menemui Keyla. Kamu tidak usah salah paham. Aku melakukan ini untuk diriku sendiri. Aku hanya memastikan apakah aku harus bertahan ataupun mundur. Ini percakapan kami”
Vina memutarkan rekaman pembicaraannya dengan Keyla. Tama bersikap seolah tak acuh padahal matanya tampak berkaca-kaca. Demi melihat ekspresi itu, Vina makin mantap untuk mundur.
”Aku minta maaf karena sudah lancang menyelidiki tentang Keyla. Setidaknya aku juga membutuhkan alasan pasti untuk mengakhiri semua ini. Sebuah Jawaban harus membuat aku terbangun dari mimpi ku tentang kamu”
Tama terdiam. Mereka berdua hening. Sampai akhirnya Vina berkata
” Aku berangkat besok dengan Citilink pagi.”
” Jam berapa aku jemput?”
” Tidak usah. Aku naik taksi aja. Semuanya kita akhiri disini. Untuk beberapa saat mungkin aku tidak akan menghubungi kamu. Ketika kondisinya membaik, semoga kita bisa menjadi sahabat”
Tama mengamini kalimat wanita itu.
*****
Sore ini, sama seperti beberapa hari sebelumnya, Tama sengaja lewat di depan rumah mereka. Besok adalah hari ulang tahun Keyla, Bunda dari kedua anaknya. Tampak dari kejauhan wanita yang selalu menguasai hatinya itu melayani pembeli. Seorang remaja yang dia yakini adalah Randi juga sibuk membawa pesanan makanan. Ada hiba di hati Tama ketika melihat putranya itu juga ikut bersama Bundanya mencari nafkah. Disaat anak-anak sebayanya mungkin asik bermain sepak bola, Randi malah terikat dengan tugasnya untuk beban sayang Bunda. Buliran hangat membasahi mata Tama sesaat sebelum dia melajukan mobilnya untuk kembali ke rumah kontrakanya.
Purnama Ketiga Puluh Enam
Tama memasuki pekarangan rumahnya dengan debaran jantung yang tidak menentu. Tepat 3 tahun yang lalu dia meninggalkan rumah ini dengan penuh kemarahan. Dan sekarang ketika dia kembali ke rumah ini, keyla sudah menyulap halaman depan menjadi sebuah cafe yang cukup minimalis. Dia sengaja datang di malam hari, saat Keyla sudah bersiap-siap akan menutup dagangannya.
Keyla sepertinya tidak menyadari kedatangan Tama. Cukup lama dia melihat Keyla sibuk mengemas dagangannya. Hatinya seolah teriris melihat wanita itu. Keyla tampak lebih kurus.
Piring yang ada ditangan Keyla hampir saja terjatuh saat dia menyadari siapa yang memasuki kafenya. Mereka mematung beberapa saat.
Mereka berdua tersentak ketika mendengar teriakan dari Randi dan Rara dari arah pintu rumah.
”Ayah sudah pulang merantau” teriak Rara dengan nada senang.
Mereka berdua seolah tidak mempedulikan apa yang terjadi dengan kedua orang mereka mereka. Rara malah sengaja menyeret ayahnya untuk masuk ke dalam rumah.
”Oleh-oleh buat Rara mana? Ayah tidak lupa bukan?” tanya Rara Tanpa memberikan kesempatan pada Tama untuk menjawab. Sepertinya anak-anak tidak tahu apa yang terjadi dengan orang tuanya. Mungkin Keyla hanya memberi tahu bahwa Ayah mereka pergi merantau.
Tama menatap gadis kecilnya. Dulu Rara belum selancar ini berbicara. Sepertinya Keyla mengurus mereka dengan baik.
”Jangan begitu dek. Bikinkan Ayah minum dulu, baru tanya oleh-oleh” Randi menasehati adiknya
”Oh ya, Ayah mau minum apa?” Tanya Rara kemudian, “Rara sekarang sudah pintar membuat macam-macam jus” Dia membanggakan diri
Tama menggeleng. Dia segera merangkul dua bocah itu ke dalam pelukannya. Terlalu lama rasanya mereka tidak berjumpa. Meskipun keyla selalu mengirimkan kumpulan foto-foto mereka setiap mereka ulang tahun. Tapi tetap saja itu tidak mengobati Kerinduan Tama terhadap mereka berdua.
”Ayah tidak mau minum apa-apa. Ayah mau mengajak kalian ke tempat nenek. Nanti setelah itu, kita cari makanan di luar. Sekarang cepat ganti baju” Kata Tama yang kemudian diamini oleh kedua bocah itu
Saat Tama membalikkan badannya, Keyla sudah berdiri di belakangnya.
Tama diam sejenak lalu” Bisakah kita ketempat Mama sekarang?”
Keyla merasa ada beban berat yang menghantam dirinya. Apakah ini memang waktunya Tama akan menyelesaikan urusan perceraian mereka. Apakah Tama akan segera menikah dengan wanita yang ditemuinya seminggu yang lalu?
Meskipun tidak rela, keyla tetap mengangguk.
*****
Keyla memasuki rumah Mama dengan perasaan was-was. Dia sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh Tama. Pasti Tama akan memperjelas hubungan mereka.
Sikap Tama ke mama Keyla masih tidak berubah. Dia menyalami wanita yang sudah melahirkan Keyla itu dengan rasa hormat. Kemudian Mama mengajaknya duduk tepat di sebelahnya.
”Bagaimana kabarmu nak?” tanya Mama kemudian
”Alhamdulillah sehat Ma. Lalu bagaimana dengan Mama?”
”Namanya juga orang sudah tua nak. Kadang sehat kadang sakit” seloroh mama yang dijawab dengan senyum bang Tama.
Keyla merasa dadanya berdebar sangat kencang saat melihat senyuman itu. Sudah lama dia tidak melihat Tama secara langsung. Sekarang dia merasa Tama jauh lebih tampan. Entah karena memang Tama yang bertambah tampan atau karena mereka sudah lama tidak bertemu.
Tama kemudian merubah posisi duduknya. Dia bersimpuh di hadapan Mama.
”Jika Mama mengizinkan, bolehkah jika Tama tinggal lagi dengan Keyla?” pintanya dengan sungguh-sungguh
Mama memandang menantunya itu sangat lama. Kemudian memeluk Tama dengan erat.
“Terimakasih, nak. Setidaknya Mama tidak perlu lagi mencemaskan Keyla. Semoga hanya maut yang mampu memisahkan kalian” ucap mama bahagia.
Keyla seolah tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Dia spontan sujud di lantai. Rara tiba-tiba berteriak kegirangan.
”Hore. Kita menang bedah rumah!” Teriak Rara kegirangan. Sepertinya bocah itu terlalu sering menonton reality show tentang bedah rumah dan melihat setiap kali orang yang rumahnya dibedah pasti akan melakukan sujud syukur.
Tama tidak dapat menahan tawanya melihat tingkah gadis kecilnya. Dia memberikan kode kepada Randi dan Rara untuk segera mendekat. Keyla pun berdiri tepat di hadapan Tama. Tama segera memeluk mereka bertiga sambil berbisik pada istrinya
”Selamat ulang tahun Key. Maaf, Abang tidak persiapkan kado apa-apa untuk kamu”
Keyla tersenyum. Lalu menangis tersedu-sedu. Dia tidak menyangka ternyata bahagia pun bisa membuat dia menangis seperti ini. Randi dan Rara menatap Bunda mereka dengan heran. (TAMAT)
Tantangan Gurusiana Hari ke - 87
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Dalam bahagia pun kita menangis, keren bunda ceritanya mengalir indah
Terimakasih Bu...
baguus ceritanya....auto nangis
Terimakasih sudah membacanya Bu...
Terimakasih Bu ^_^
Selamat Dona sdh 87 hari
Makasih kakak ^_^
Bun kok air mata saya menetes membaca kisah ini ya bun? Ternyata saya terbawa alur cerita sehingga tampa sadar saya mewek huhuhu....
Terimakasih banyak Bu... ^_^
Mantap ...bagus ceritanya bunda
Terimakasih sudah membacanya Bu...
Keren menewen buu..Salam literasi
Makasih Bu ... ^_^
Makasih Bu ... ^_^
Keren menewen buu..Salam literasi
Keren menewen buu..Salam literasi