Ziarah ke Makam Syekh Burhanuddin Ulakan
Ziarah kubur sunnah hukumnya bagi kaum muslimin laki-laki dan hukum boleh bagi perempuan. Ada juga berziarah yang hukumnya wajib yaitu kepada tiga masjid yaitu: Masjidil Haram di Makkah, Masjid Nabawy di Madinah, dan Masjidil Aqsha di Palestina. Walaupun harus mengorbankan harta. Dalam rangka muhibbah ke tanah Minangkabau, telah diagendakan berziarah ke salah satu makam yaitu Syekh Burhanuddin Ulakan. Beliau adalah pejuang Islam yang sangat gigih di tanah bertuah yang memiliki semboyan "Syarak Mandaki Adat Manurun". Semboyan tersebut bermakna hukum syari'at yang dulunya berkembang di Ulakan yang merupakan dataran rendah atau pinggiran pantai di bawa ke Minangkabau yang merupakan dataran tinggi seligus pusat kerajaan. Syekh Burhanuddin Ulakan Pariaman dalam sejarah tercatat sebagai penyebar Islam di Minangkabau. Daerah Ulakan itulah cikal bakal perkembangan ajaran Islam di wilayah Sumatera Barat. Begitu kami turun dari bus yang membawa kami selama di Padang Sumatera Barat, suasana relejius langsung kami rasakan. Di kanan dan kiri gang menuju makam Tuan Guru berjajar masyrakat setempat membuat lapak dagangan mereka. Dengan suara seolah bersahutan memanggil para penziarah yang datang untuk menawarkan berbagai macam dagangan. Dari mulai buku sejarah Syekh Burhanuddin, busana muslim, media untuk berzikir, panduan berziarah, dan tuntunan berdo'a. Silih berganti kami berziarah ke makam ulama besar penyebar agama Islam di daerah Minangkabau ini. Memang terasa hiruk pikuk karena wilayah makam sedang direnovasi oleh pemda setempat, untuk memudahkan dan menjadikan rasa nyaman bagi peziarah yang berkunjung. Seperti juga di tempat lain ketika kita berziarah ada yang memandu untuk menjelaskan sejarah atau riwayat hidup ulama kharismatik Syekh Burhanuddin Ulakan. Sekaligus membimbing cara atau adab berziarah. Merekalah yang mengerti tentang sejarah perjuangan Tuan Guru Ulakan. Sekitar tiga puluh menit kami mengitari pemakaman dan masjid yang megah, bus yang kami tumpangi sudah siap menunggu di depan masjid. Kami menaiki bus meninggalkan Nagori relejius itu menuju bandara Minangkabau. Ternyata bus yang membawa kami tidak langsung menuju bandara, tetapi singgah terlebih dahulu ke kafe yang menyiapkan makanan ikan gulai kepala kakap. Kami santap dengan lahapnya tanpa tersisa sedikit pun. Merupakan santap siang yang terakhir di Kota Padang Sumatera Barat. Selamat tinggal sampai berjumpa kembali, di lain waktu. Muhibbah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan yang sarat dengan ilmu dan hikmah. Wallahu a'lam bisshawab wailallahi turjaul umur Kantor MUI Kota Medan, 9 Oktober 2019

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar