KURNIATI

Kurniati adalah guru Bahasa Indonesia di SMPN 171 Jakarta, sebelumnya mengajar di SMA Sumbangsih Jakarta....

Selengkapnya
Navigasi Web
TANTANGAN MENULIS GURUSIANA (HARI KE-3)

TANTANGAN MENULIS GURUSIANA (HARI KE-3)

Cahaya

Aku mengenal Cahaya. Nama lengkapnya Sonata Nur Cahaya Jiva. Nama yang terdengar sangat indah tentunya, seindah maknanya. Sonata berarti komposisi musik. Nur berarti cahaya. Cahaya berarti sinar dan Jiva berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti jiwa. Dia adalah gadis cantik berusia dua puluhan yang selalu bercahaya. Cahayanya seumpama mentari pagi yang menghangatkan jiwa yang membeku. Kehadirannya seakan mampu menghidupkan suasana. Hadirnya seakan membuat kegelapan menjadi terang-menderang. Tutur katanya membuat hati yang resah dan gundah menjadi tenang. Senyumannya pun mampu merasuk ke relung-relung jiwa yang rapuh menjadi tegar. Sonata Nur Cahaya Jiva merupakan cahaya.

“Selamat pagi, Cinta,” sapa Cahaya kepada gadis kecil berusia sekitar lima tahunan yang sedang menatap ke arah jalan, memandangi kepergian ibu gadis kecil itu. Wajah gadis kecil yang bernama Cinta itu yang semula bersedih karena ditinggal ibunya bekerja dalam seketika berubah menjadi cerah ketika mendengar suara Cahaya. Suara Cahaya begitu lembut dan penuh cinta.

“Selamat pagi, Kak Cahaya,” jawab Cinta.

“Cinta sudah mandi? Sudah sarapan pagi?” Cahaya kembali bertanya kepada Cinta dengan tatapan penuh kasih.

“Pastinya sudah, Kak Cinta. Kak Cinta mau ke mana kok sudah cantik begitu?”

“Kakak mau ketemu teman-teman Kakak, Cin. Kakak ingin membagi kebahagiaan Kakak kepada mereka?” jawab Cahaya dengan penuh kebahagiaan.

“Siapa teman-teman Kakak?” tanya Cinta dengan wajah penuh rasa ingin tahu. Cinta juga memandang wajah Cahaya. Cahaya yang terpancar dari wajah Cahaya menyinari wajah Cinta. Kabut kesedihan yang tadi tampak di wajah Cinta benar-benar hilang. Yang terlihat dari wajah Cinta adalah cahaya penuh keriangan.

Ya, pagi itu cahaya dari wajah Cahaya memberi cahaya pada Cinta.

***

Setelah menyapa Cinta, Cahaya melanjutnya perjalanan untuk menemui teman-temannya. Siapakah teman-teman Cahaya? Teman-teman Cahaya adalah anak-anak seusia Cinta yang tak mengenal ayah dan ibu mereka. Mereka adalah anak-anak yang terlahir mungkin karena tidak didasari cinta. Anak-anak yang lahir karena satu sisi semesta tidak diterangi cahaya, penuh nafsu birahi semata. Anak-anak yang pada dasarnya tidak diinginkan lahir ke dunia untuk melihat cahaya. Namun, Dia Sang Mahacahaya menunjukkan kuasa-Nya untuk mereka dapat mengecap cahaya semesta.

Cahaya berjalan menapaki bagian semesta menuju sebuah panti kasih yang bernama “Rumah Cahaya Kasih”. Dia berjalan samping bersenandung dalam jiwa memuji indahnya semesta, bertasbih memuja Dia Sang Maha Pencipta.

Tak lama kemudian, dia sampai di pintu gerbang panti kasih itu. Di pintu gerbang ada sebelas anak menyambut kehadiran Cahaya. Sembilan anak perempuan dan dua anak laki-laki.

“Selamat pagi, teman-temanku yang cantik dan ganteng,” sapa Cahaya dengan ceria.

Spontan mereka menjawab serempak, “Selamat pagi, Kakak Cahaya.” Salah seorang anak dari mereka bukan hanya menjawab, tetapi anak itu segera menghambur ke arah Cahaya. Dia langsung minta peluk Cahaya.

“Kakak peluk aku. Aku takut, Kak. Aku takut ada mahluk seram yang akan membawaku. Mahluk itu selalu datang ke dalam mimpiku, Kak.” Kata gadis itu sambil menangis. Dia menumpahkan segala ketakutannya kepada Cahaya. Gadis itu bernama Rindu.

Cahaya segera memeluk Rindu, mengelus rambut anak itu, dan mencium keningnya dengan penuh kasih. Kemudian, Cahaya berkata, “Rindu sayang. Sini, Kakak peluk. Jangan takut ya, Sayang. Ada Kakak di sini. Kita lawan mahluk jahat itu dengan kekuatan cinta kita. Mahluk jahat itu takut akan kekuatan cinta.”

“Benarkah, Kak Cahaya?” tanya Rindu dengan wajah penuh rasa ingin tahu dan juga rasa harap.

“Iya, Rindu. Mahluk jahat itu adalah mahluk penuh kegelapan. Sedangkan Cinta adalah Cahaya kebaikan. Nah, kegelapan akan hilang karena cahaya kebaikan yang bersumber dari cinta.” Cahaya menjawab dengan penuh kesungguhan dengan wajah penuh cinta. Cahaya kasih terpancar dari wajah Cahaya.

“Terima kasih, Kak Cahaya. Mulai sekarang Rindu akan hiasi hati dan hidup Rindu dengan cinta. Kita juga akan berbagi cinta kepada sesama ya, Kak?”

“Tentunya, Rindu.” Kembali Cahaya mencoba meyakinkan Rindu.

Mendengarkan jawaban Cahaya, wajah Rindu menjadi bercahaya. Kabut ketakutan seketika berubah menjadi cahaya keberanian juga kebahagiaan.

Melihat itu, kesepuluh teman Rindu mendekat. Mereka memeluk Rindu bersama. Pelukan yang penuh cinta. Pelukan yang meyakinkan mereka bahwa cahaya semesta akan membawa mereka menapaki kehidupan dengan penuh cinta. Cinta yang membawa keberanian menghadapi tantangan dalam kehidupan. Cinta yang dipayungi kebahagiaan.

Ya, pagi itu Cahaya mengubah mereka yang terbuang menjadi penuh cahaya kehidupan. Cahaya memberi cahaya pada Rindu dan kawan-kawannya.

***

Jakarta, 5 Januari 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantuuuullllll bunda cantik

06 Jan
Balas

Terima kasih, Ibu. Salam literasi

06 Jan



search

New Post