Istilah Mandat
OLEH: Khoeri Abdul Muid
Mandat.
Ia dalam KBBI diartikan sebagai perintah yang diberikan oleh orang banyak (rakyat, perkumpulan, dsb) kepada seseorang (beberapa orang) untuk dilaksanakan, sesuai dengan kehendak orang banyak itu.
Ia juga telah familier bagi generasi 80-an, 90-an sehubungan dengan frasa: Presiden merupakan mandataris MPR sebagaimana dimaktub dalam UUD 1945.
Dan, pada menjelang Pilpres 2014 lalu ia pulasempat viral.
Adalah Emrus Sihombing, ahli ilmu komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) ketika itu mengomentari pencapresan Jokowi oleh Megawati yang dituangkan dalam Surat Perintah Empat Belas Maret (SUPER EMAR) 2014 yang isinya: memberikan MANDAT untuk menjadi calon presiden.
Emrus menilai, oleh karena hanya berupa mandat maka pencalonan Jokowi bukanlah keputusan tetap. Artinya, “(karena sifat) mandat itu sangat dinamis, bisa saja Jokowi menyerahkan mandat itu atau (sebaliknya) Megawati menarik mandat tersebut,” kata Emrus dalam diskusi di Hotel Gran Melia Jakarta (31/3/2014—Tribun.com).
Lebih lanjut beliau menyarankan seharusnya PDIP sesuai dengan AD/ART-nya memutuskan pencalonan Jokowi sebagai capres melalui Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani oleh Ketum dan Sekjen Partai.
Pertanyaannya adalah apa beda Super dan SK?
Jikapun Super menghasilkan mandat lalu SK berkonsekuensi apa?
Bagaimana kalau dibandingkan dengan istilah mandat dalam penjelasan UUD 1945 pra-amandemen yang mengatakan bahwa Presiden adalah mandataris MPR?
Apakah dengan Super Emar 2014 Megawati, Pak Jokowi disamping sebagai Presiden RI juga dapat dikatakan sebagai mandataris Ketum Partai (mandataris Megawati)?
PROBLEMA MANDAT
Dilihat dari alur argemennya, sudut pandang yang digunakan oleh Emrus adalah hukum administrasi negara khususnya bab sumber-sumber kewenangan. Masalahnya adalah bagaimana kalau asas-asas hukum administrasi negara diterapkan dalam partai politik? Apakah parpol cukup tepat dikategorikan sebagai unsur inti terbentuknya lembaga negara?
Begini.
Pada saat itu saya berpendapat, saran antisipatif dari kemungkinan munculnya problem hukum sebagaimana dikhawatirkan Emrus tersebut perlu betul-betul diperhatikan oleh PDIP bahkan oleh semua parpol yang mencapreskan diri. Sebab, masalah sumber kewenangan ini dalam praktek akan banyak menimbulkan kasus administrasi pemerintahan. Bahkan masuk dalam wilayah pidana, antara lain dengan rumusan penyalahgunaan wewenang.
Dalam hukum administrasi negara dikenal bahwa sumber wewenang pemerintahan (organisasi) yang bersumber dari peraturan perundang-undangan (keputusan-keputusan organisasi) diperoleh melalui cara-cara atribusi, delegasi dan mandat.
ATRIBUSI
Atribusi ialah terjadinya pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
DELEGASI
Delegasi ialah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainnya. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang.
Sementara itu pengertian mandat dalam asas-asas Hukum Administrasi Negara berbeda dengan pengertian mandataris dalam konstruksi mandataris menurut penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan (Totok Soeprijanto).
Menurut penjelasan UUD 1945 Presiden yang diangkat oleh MPR, tunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Presiden adalah mandataris dari MPR, dan wajib menjalankan putusan MPR. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi.
Dalam Hukum Administrasi Negara mandat diartikan sebagai perintah untuk melaksanakan atasan; kewenangan dapat sewaktu-waktu dilaksanakan oleh pemberi mandat, dan tidak terjadi peralihan tanggung jawab.
Philipus M Hadjon membuat perbedaan antara delegasi dan mandat. Dalam hal delegasi mengenai prosedur pelimpahannya berasal dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan yang lainnya dengan peraturan perundang-undangan, dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih ke delegataris.
Pemberi delegasi tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi, kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang dengan asas ”contrarius actus”. Artinya, setiap perobahan, pencabutan suatu peraturan pelaksanaan perundang-undangan, dilakukan oleh pejabat yang menetapkan peraturan dimaksud, dan dilakukan dengan peraturan yang setaraf atau yang lebih tinggi.
Dalam hal mandat, prosedur pelimpahan dalam rangka hubungan atasan bawahan yang bersifat rutin. Adapun tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada pemberi mandat. Setiap saat pemberi mandat dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan itu (Philipus M Hadjon, 1994).
Dalam perspektif teori-teori tersebut semestinya Megawati berpijak pada ranah bukan mandat. Sebab, sebagaimana dikemukakan di atas bahwa dengan langkah itu Megawati akan terhindar dari problem hukum.
Itulah bahsan istilah mandat dari sudut ilmiah. Trims.***
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar