Terbongkar
Terbongkar
Oleh: Khatijah
Perlahan mataku terbuka. Tiba-tiba hawa dingin menyerang. Badanku terasa remuk. Rupanya aku baru sadar. Tak ketahui berapa lama aku tidak ingat apa-apa. Kuamati sekeliling. Bukan main terkejutku. Aku berada di tempat asing. Spontan aku bangun. Dengan sempoyongan aku mencoba berdiri. Hatiku benar-benar panik. Mengapa aku berada di sebuah tempat yang tidak pernah kukenal sebelumnya? Sebuah ruangan kira-kira berukuran 2 x 3 meter. Seluruh dinding yang mengelilingi terbuat dari kayu. Menilik dari bentuknya sepertinya terbuat dari kayu besar lalu dipotong-potong dengan gergaji mesin. Sehingga menjadi pipih. Lalu digabung-gabung menjadi sebuah dinding. Ada renggang antara lempengan satu dengan yang lain. Aku mengintip keluar. Lagi-lagi jantungku berdegup tidak karuan.
Segudang pertanyaan bermunculan. Aku dimana? Siapa yang membawaku ke tempat ini? Aku berusaha membuka pintu yang terkunci. Tidak bisa. Kugedor keras-keras dengan terus berteriak minta tolong. Namun, sepi. Tak seorang pun menyahut. Hanya terdengar suara burung hantu dan satwa malam yang lain. Hawa dingin menembus pori-pori. Terdengar juga gemericik suara air mengalir. Aku membatin bahwa aku berada di tengah hutan atau di atas gunung yang tinggi. Gelap. Tak ada penerangan sama sekali.
Kusedekapkan kedua lenganku untuk mengurangi hawa yang semakin merasuk ke tulang belulangku. Gigil tubuhku belum bisa dilerai. Ketakutan dan kekhawatiran berlomba muncul di benakku. Sunyi yang menyergap menambah peluh terus mengucur. Apalagi ketika mendengar suara-suara mengerikan. Mataku terus memandang ke arah pintu saat ada langkah mendekat. Buru-buru aku bersembunyi di kolong dipan bambu, satu-satunya benda yang ada di ruangan yang sangat menyesakkan dada ini. Lama sekali langkah itu, tak terdengar. Sepertinya berhenti di depan pintu. Bibirku terus berzikir dan memohon pertolangan dari-Nya Allah Yang Maha menolong. Kulafalkan doa berkali-kali. Semoga orang yang berada di luar itu tidak menggangguku.Aku berusaha diam untuk tidak menimbulkan suara. Sesaat suasana bertambah sepi. Hanya suara tetes-tetes sisa hujan yang masih terdengar. Namun, sebentar kemudian, terdengar langkah kaki menjauh seperti terseok-seok.
“Pemabuk?” tanyaku dalam hati sambil begidik ngeri.
Aku bernapas lega, meski sadar bahwa aku dalam keadaan bahaya. Perlahan aku keluar dari dalam kolong. Mataku mencoba mengintip keluar. Sambaran kilat memberikan secercah cahaya. Sekejap mataku menangkap sosok laki-laki yang terkapar jatuh di sungai kecil dekat bangunan yang bisa kusebut gubuk. Kengerian tiba-tiba mengoyak pikiranku. Berbagai kemungkinan kubayangkan jika lelaki itu bisa tersadar. Entah bagaimana diri ini berada di cengkeraman permainan nasib yang tak menentu.
Kubangun keberanian. Aku berpikiran bahwa secepatnya harus bisa lolos dari tempat menyeramkan ini. Apa pun yang terjadi aku tidak boleh berpasrah diri tanpa usaha. Namun, belum ada cara tepat yang kutemukan. Jika aku berlari, takut orang itu terbangun dan mengejarku.
Tanganku meraih daun pintu. Perlahan kubuka sedikit. Hawa dingin menyergap. Angin bertiup lebih kencang. Telingaku menangkap dengkuran kasar dari sebelah kiri tempatku berada. Terus kakiku melangkah di kegelapan. Kuabaikan saat sesekali kakiku terantuk benda keras. Kutahan meski terasa sakit. Tidak jelas benda apa. Gerimis yang terus merinai tak kupedulikan. Yang penting aku bisa segera keluar dari tempat ini. Tempat yang membuat separuh napasku nyaris hilang. Terus tanganku meraba benda-benda yang berada di depanku.
Brak. Tubuhku terjatuh.Tentu saja menimbulkan suara berisik yang bisa mengusik seseorang yang terkapar di depan bangunan gubuk tadi. Aku berhati-hati sekali agar tidak menimbulkan gerakan yang mencurigakan. Namun, usahaku sia-sia. Telingaku menangkap suara memanggil-manggil namaku. Semakin lama semakin jelas dan aku hafal bahwa itu suara Aryo.
“Ya, Allah selamatkanlah aku dari laki-laki itu.” Bibirku terus mengucap doa. “Lepaskan aku dari cengkeramannya, Lailahailaanta Subhanaka ihni kuntu minalzolimin.”
Aku berdiam diri sambil menahan gigil. Bersembunyi di semak-semak yng basah oleh air hujan yang masih belum berhenti mengguyur. Ini kulakukan agar langkahku tak terdeteksi olehnya.
Bondowoso, 26 Oktober 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar