Wasiat Bapak
#41
Sudah seminggu Samsul berada di kampung halaman, ia pulang karena berita yang diterimanya beberapa hari yang lalu. Pesan singkat yang mengatakan kalau bapaknya tengah sakit keras. Berbekal uang pinjaman dari tetangga ia putuskan untuk segera pulang.
Sudah hampir satu dekade ia tidak menginjakkan kaki di tanah kelahirannya. Walaupun rindunya sangat membuncah tetapi ia tidak bisa melepaskan kerinduannya itu. Bekerja sebagai buruh bangunan hanya bisa memberinya uang untuk makan dan biaya sekolah anak-anak, itu pun pas-pasan. Sehingga ia tidak sanggup bermimpi untuk bisa membawa keluarganya pulang ke kampung halaman, bapaknya selalu meminta ia pulang melihat dirinya apalagi setelah ibunya tiada. Ia sembunyikan pilu hatinya dan kuatkan tekat ia harus tetap bekerja agar bisa membawa anak dan istrinya menemui kakek dan mertuanya suatu saat nanti.
Baru beberapa jam ia bertemu dengan bapaknya, menyuapi dan membersihkan tubuh yang telah lama tidak terjamah air. Air matanya tidak kuasa dibendung ketika tangannya memegang kulit keriput dan tidak berdaging. Pilu hatinya, rasa bersalah kian membelenggu atas ketiadaan dirinya di samping sosok yang ia sayangi. Tubuh bapaknya sudah tidak tahan melawan penyakit yang telah menggerogoti raganya, pada akhirnya ia pun menyerah. Dengan tenang dan senyum tersungging di bibirnya ,kerinduan pada belahan jiwanya sudah terpenuhi dan ia pun pergi menuju keabadian.
Air mata Samsul seperti kran lepas dan tak terbendung lagi, sesungukan terdengar lirih disela air mata yang tak sanggup ia hentikan. Ia menyesali dirinya sendiri. Terlambat sebenarnya ia mengurai kerinduan bapaknya. Memberikan sedikit kebahagian dengan kehadirannya.
Setelah semua urusannya ia selesaikan, Samsul berencana untuk balik ke ibukota. Memulai lagi kehidupannya, menemui anak istrinya dan menggeluti pekerjaannya. Malam sebelum ia berangkat ia rapikan rumah bapaknya mengatur pakaian yang tidak teratur di dalam lemari . Ia keluarkan semua pakaian dari lemari tua yang sudah mulai dimakan oleh rayap. Tetiba sebuah amplop putih terjatuh persis di mata kakinya. Ia pungut amplop itu, penasaran langsung ia buka dan membacanya.
Anakku…
Disaat engkau menemukan surat bapak ini, bapak tidak yakin apakah bapak masih ada atau tidak.
Engkau tau bapakmu bukan lah seorang yang kaya, tanah yang kita miliki hanyalah perumahan tempat rumah kita berdiri. Harta peninggalam kakekmu sudah diperebutkan oleh saudara-saudara ibumu. Sehingga tidak ada yang bisa bapak wariskan kepadamu.
Bapak hanya mewariskan ketakwaan kepadamu. Ingat nak… hidup yang kita jalani tidak berhenti sampai di sini, akan ada stasiun berikutnya. Isilah tasmu dengan bekal yang sebanyak-banyaknya agar nanti engkau siap menghadapi perjalanan berikutnya. Kita boleh miskin harta tapi jangan miskin amal. Dimanapun dan kapanpun jangan pernah engkau meninggalkan Tuhanmu, bermunajatlah kepada-Nya, hiasi lidahmu dengan menganggungkan asma-Nya, isilah hari-harimu dengan tunduk dan patuh pada-Nya niscaya hidupmu akan selamat.
Samsul menutup surat yang telah bercampur dengan air matanya. Selesai membaca surat itu Samsul berjanji akan melaksanakan wasiat Bapaknya. Walaupun wasiat yang ditinggalkan oleh Bapaknya bukan berupa harta benda, ia tidak kecewa, ia bersyukur dengan apa yang telah ditulis oleh bapaknya tersebut. Wasiat yang akan ia amalkan sepanjang kehidupannya.
Payakumbuh, 10-02-2021
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren cerpennys yet.
Terimakasih uni q..
Keren wasiatnya un
Terimakasih dinda
Sedih
Terimakasih uni..udah hadir di sini
Sedih
Sedih
Wasiat yang paling berharga, cerpennya kereen, salam kenal sukses selalu izin follow bunda
Terimakasih bunda...Sukses juga buat bunda..Salam literasi