72 tahun PGRI Ompong tergerus oleh kekuasaan
PGRI lahir pada tanggal 25 November 1945. Organisasi ini awal mula bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) berdiri tahun 1912. Pada tahun 1932 berubah nama menjadi Persatuan Guru Indoesia(PGI). Sifat orgnisasi ini adalah Unitaristik yang anggotanya terdiri dari Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah dan Penilik Sekolah (PS). Dengan latar pendidikan yang berbeda umumnya bertugas di desa dan Sekolah Rakyat (SR) angka dua. Ada juga organisasi guru yang khusus bercorak keagamaan, kebangsaan, dan lain - lain. Dahulu para guru pribumi dengan semangat kebangsaan yang gigih memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan Hindia Belanda. Hasilnya HIS yang dahulu selalu dipegang Belanda, satu persatu mulai pindah ke tangan orang - orang Indonesia. Sehingga perjuangan guru telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan pekik "MERDEKA."
Perubahan nama PGHB menjadi PGI mengundang kemarahan pemerintah Belanda waktu itu. Apalagi ada istilah " Indonesia". Kata Indonesia sangat dibenci oleh Belanda, sementara kata Indonesia merupakan kebanggaan bagi guru pribumi dan Bangsa Indonesia.
Pada jaman penjajahan Jepang seluruh orgnisasi termasuk PGI dlarang beroperasi. Namun tidak lantas membuat PGI gentar. Organisasiitu terus melakukan aktifitasnya meskipun dalam pengawasan ketat pemerintahan Jepang. Sehingga pada tanggal 24 - 25 November 1945 diadakan konggres PGRI di Surakarta, dimana seluruh kelompok guru yang didasarkan pada perbedaan tamatan, Lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, perbedaan politik,agama,dan suku sepakat dihapuskan dan didirikanlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Sifat organisasi itu adalah Unitaristik, independen, dan tak berpolitik.
Namun saat ini tiga sifat itu lambat laun sudah tergerus oleh kekuasaan. Sifat unitaristik yang dahulu ditanamkan, sekarang mulai terusik dengan banyaknya organisasi sejenis yang berkembang di Indonesia. Seakan pemerintah sudah tak berdaya melihat pesatnya perkembangan organisasi sejenis. Bahkan seperti ada lampu hijau dan sikap pembiaran terhadap berdirinya organisasi sejenis. Entah mengapahal itu terjadi.
Begitu juga sifat independensi sebuah organisasi PGRI nampaknya sulit untuk dipertahankan. Karena mau tidak mau guru adalah bagian dari pemerintah yang ikut andil dalam berbagai kebijakan pemerintah. Sebenarnya hal ini tidak boleh terjadi dalam tubuh organisasi PGRI. Karena dengan sifat independensinya hilang maka kekuatan PGRI lumpuh total. Semua bergantung pada pemerintah yang saat ini sedang berkuasa.
Kemudian apakah selamanya PGRI tidak akan berpolitik? Akhir - akhir ini di setiap desa diadakan seleksi penerimaan perangkat desa. Guru lagi - lagi lebih banyak berperan sebagai panitia seleksi. Guru juga banyak yang memliki kerabat dimana banyak juga yang iktu seleksi. Praktis keberpihakan tak bisa dihindarkan. Ketika Pileg,Pilpres, Pilkada guru selalu memiliki peran terdepan sebagai KPPS. Sehingga sulit rasanya untuk menghindar bahwa guru tidak akan berpolitik.
Yang paling baik adalah organisasi PGRI harus dikembalikan pada posisi semula yaitu unitaristik, independen, dan tak berpolitik. Sehingga posisi guru kuat dan tidak mudah tergerus oleh kekuasaan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar