Navigasi Web

RAJA SILUMAN

Oleh : Riswo

Semenjak Bagus berhasil mendatangkan hujan, dan dapat mengusir wabah penyakit dari Desa Dadap, banyak sekali warga yang mau berguru dengannya. Pemuda yang diusianya masih muda itu, sangat berpengaruh dan disegani di desanya. Di setiap rapat desa, dia selalu dimintai pendapatnya. Pemuda yang memiliki nama lengkap Muhammad Bagus itu, selalu memiliki ide-ide yang sangat cemerlang.

Maka tak heran jika banyak yang mendambakan Bagus untuk dijadikan menantunya. Bahkan ada yang sampai berani terang-terangan datang ke rumahnya. Mereka lalu mengutarakan niatnya kepada kedua orang tuanya. Sementara Juragan Hamid dan istrinya menyerahkan sepenuhnya kepada Bagus.Yang ternyata Bagus lebih memilih Marni ketimbang gadis lain.

Saat itu juga Bagus berkunjung ke rumahnya. Dia tak mengetahui kalau Marni sudah sejak lama pergi meninggalkan desanya.

“Mohon maaf ya pak, bu, selama saya pulang ke desa ini, mengapa saya tak pernah melihat Dek Marni ya ? Dia di mana ya pak, bu ?”

“Ya Allah, Nak Bagus belum tahu ya soal Marni ?” Bu Sarti balik bertanya.

“Maaf bu, saya sama sekali tak mengetahuinya. Memangnya ada apa dengan Dek Marni ?” tanya Bagus.

“Kasihan dia nak. Setahun yang lalu setelah menikah dengan Parmin, dan setelah Parmin meninggal, Marni diusir dari desa ini. Dia dituduh telah membunuhnya dan dicap sebagai perempuan pembawa sial. Baru beberapa hari yang lalu, kami berhasil menemukan keberadaannya. Tapi kami tak berhasil membujuknya untuk pulang.”

“Sekarang dia ada di mana bu ?” tanya Bagus lagi.

“Dia tinggal di Kampung Wonosari di rumah Pak Darman, nak.” Ungkap Bu Sarti.

“Kalau saya diizinkan, saya akan pergi ke rumah Pak Darman dan mengajaknya dia pulang, pak, bu.”

“Kami malah sangat senang kalau Nak Bagus bisa mengajaknya pulang. Siapa tahu dia mau diajak pulang. Tapi apakah tak merepotkan Nak Bagus ?” sela Pak Warto.

“Saya tidak merasa direpotkan kok pak. Saya malah sangat senang bapak dan ibu telah mengizinkan saya untuk menjemputnya.”

Kemudian keesokan harinya Bagus pun berangkat ke Kampung Wonosari untuk menjemput Marni. Setelah sampai ke alamat yang dituju, Bagus mengetuk pintu. Tak lama kemudian keluar seorang laki-laki bertubuh tinggi besar membukakan pintu.

“Maaf pak. Apa betul ini rumah Pak Darman ?”

“Betul. Maaf siapakah gerangan pemuda gagah yang ada di hadapan saya ini ?” sapa Pak Darman.

“Saya Bagus pak dari Desa Dadap.”

“Oh, silahkan masuk Mas Bagus. Ada perlu apa Mas Bagus mencari saya ?”

“Sebenarnya saya mencari Dek Marni pak. Apakah Dek Marni ada di sini ?”

“Ya benar. Dia ada di sini. Maaf kalau boleh tahu, ada apa Mas Bagus mencari dia ?”

“Saya sudah mendapat izin dari pak Warto dan Bu Sarti untuk menemuinya pak. Bahkan kalau dia mau, saya akan mengajaknya pulang.”

“Oh ya nak boleh.” Jawab Pak Darman lalu memanggil Marni.

Tak lama kemudian Pak Darman keluar bersama Marni. Setelah itu dia berpamitan meninggalkan keduanya. Sementara Marni sendiri merasa tak percaya pada pemuda yang bersorban di hadapannya.

“Apakah saya tidak sedang bermimpi ? Benarkah yang ada dihadapan ku ini adalah Mas Bagus ?” tanya Marni kaget.

“Ya dek. Saya adalah Bagus.” Jawab Bagus singkat sambil tersenyum.

“Ya Allah, Mas Bagus terlihat semakin gagah. Saya sampai pangling mas. Apa kabar mas ?”

“Alhamdulillah kabar saya baik dek. Kabar kamu sendiri bagaimana ?” Bagus balik bertanya.

“Alhamdulillah baik juga mas. Maafkan saya ya mas. Karena saya dulu pernah mengecewakan Mas Bagus.” Ujar Marni lalu menangis.

“Saya telah memaafkan kamu sejak dari dulu dek. Sekarang saya ingin membuktikan keseriusan saya kepada kamu. Saya ingin meminang dek Marni untuk menjadi istri saya.”

“Apa mas ? Apakah saya tidak salah dengar mas ? Apakah saya masih pantas menerima pinangan dari Mas Bagus ?” tanya Marni tak percaya.

“Saya tidak berhak menilai kamu pantas atau tidak dek. Yang berhak menilai hanyalah Allah SWT.”

“Apa mas Bagus tidak takut ?”.

“Apa yang harus saya takutkan dek ?” Bagus balik bertanya.

“Apa mas Bagus tidak takut nasibnya akan sama seperti para suami saya terdahulu ? Saya ini perempuan pembawa sial loh mas. Gara-gara menikahi saya, mereka meninggal saat malam pertama. Apa Mas Bagus mau ?”

“Kenapa harus takut dek ? Soal jodoh dan mati itu sudah diatur oleh Allah SWT.”

“Ya Allah mas, ucapan mu membuat saya semakin kagum sama kamu mas. Saya tak menyangka kamu begitu tulus menyayangi orang yang telah mengecewakan kamu. Sekali lagi maafkan saya ya mas.”

“Sudah-sudah, jangan minta maaf terus. Lebih baik sekarang kamu ikut saya pulang ya dek.”

“Ya mas.” Jawabnya singkat.

Hari itu juga Marni berpamitan dengan Pak Darman dan istrinya. Mereka saling berpelukan diiringi isak tangis. Kebahagiaan yang telah menghiasi keluarga Pak Darman selama ini, akan kembali sepi tanpa Marni. Pak Darman terlihat duduk termenung menatap anak angkatnya yang sebentar lagi akan pergi meninggalkannya. Kemudian dia bangun dari tempat duduknya, dan mendekati Marni.

“Ndu, kamu sudah kami anggap seperti anak sendiri. Rumah ini selalu terbuka untuk kamu. Kapan saja kamu boleh datang ke rumah ini lagi. Tolong jangan penah lupakan kami ya ndu.”

“Ya pak. Insya Allah suatu ketika saya akan kembali lagi ke sini. Terima kasih atas kebaikan bapak dan ibu selama ini. Maafkan saya kalau selama ini telah merepotkan bapak dan ibu. Sekarang saya mohon pamit ya pak, bu.”

Setelah berpamitan, Marni dan Bagus pulang ke desanya. Hari itu juga Bagus menemui Pak Warto dan Bu Sarti, untuk menyampaikan niatnya meminang anaknya. Mendengar niat baik Bagus, mereka langsung merestuinya. Bahkan beberapa hari kemudian dua keluarga itu langsung menentukan hari untuk menikahkan keduanya.

Persiapan pernikahan di rumah juragan Hamid tampak ramai sekali. Warga Desa Dadap itu saling bahu membahu bergotong royong membantu persiapan pernikahannya. Yang laki-laki membantu mendirikan tarup, sedangkan kaum ibu-ibunya memasak di dapur. Sambil memasak, mereka membicarakan calon pasangan pengantin itu. Menurutya Marni sangat beruntung mendapatkan Bagus sebagai calon suaminya. Namun ada juga yang khawatir Bagus akan bernasib sama seperti suami Marni terdahulu.

Turut meramaikan diacara itu adalah hiburan tari tayub, pimpinan Pak Darman ayah angkat Marni. Beberapa penari tayub telah menunjukan kebolehannya. Yang lebih sepesial lagi diacara itu adalah Bu Darman ikut turun langsung menari. Dia memperagakan gerak tarinya yang selama ini tak pernah diperlihatkannya. Kemudian dia turun menghampiri Marni, dan mengajaknya Menari. Semua penonton dibuatnya terkesimak melihat Marni menari.

Gerakan yang diperagakannya seolah tak asing lagi bagi mereka. Lalu mereka menghubung-hubungkan Marni dengan Si Penari bertopeng itu.

“Kayaknya saya pernah melihat tarian yang diperagakan Marni, Kang Timbul ?”

“Ya benar Cong. Tarian yang diperagakan Neng Marni sama persis dengan Si Penari bertopeng itu.” Kata Timbul.

“Ya benar kang. Jangan-jangan Si Penari bertopeng itu adalah Neng Marni.” Terka Acong.

“Pantesan selama ini dia selalu menutupi wajahnya dengan topeng. Rupanya dia adalah Neng Marni.” Ucap Timbul.

“Ternyata Neng Marni sangat hebat ya kang. Selain cantik dia juga pandai menari.” Bisik Acong.

Setelah memperagakan satu tarian, Marni kembali duduk di pelaminan. Marni dan Bagus terlihat sangat bahagia duduk di kursi pelaminannya. Tak terkecuali Diah sahabat karibnya yang ikut mendampingi Marni di kursi pelaminan. Diah ikut merasakan kebahagiaan itu sambil menghayal. Kelak dia juga akan menemukan pasangan yang gagah seperti Bagus.

Acara pertunjukan tari tayub itu berakhir sangat meriah sekali. Di penghujung acara, sepasang pengantin itu masuk ke dalam kamarnya. Seperti yang sudah-sudah, setelah sampai di kamar, tiba-tiba Marni diserang rasa kantuk. Melihat istrinya langsung tidur pulas, Bagus yakin ada sesuatu yang tak beres dengan istrinya. Dia langsung mengambil air wudhu dan shalat dua rakaat. Setelah itu dilanjutkan dengan zikir.

Kemudian Bagus melantunkan ayat-ayat suci al-qur’an yang terdengar begitu indah. Suaranya sangat menyejukan hati. Sementara dari mulut Marni terdengar suara mendesis seperti ular. Namun Bagus tak memperdulikannya. Dia justru semakin mengeraskan suara lantunan ayatnya. Tiba-tiba saja seekor ular belang berukuran besar sudah ada di depannya. Kepalanya meliuk-liuk, siap untuk menyerangnya.

Bagus menyambut serangan Si belang, dengan mengibaskan tasbihnya yang ada digenggamannya sambil mengucapkan takbir.

“Allah hu akbar. Allah hu akbar. Siapa kamu ? Tunjukan wujud mu yang asli !”

Seketika ular itu berubah menjadi laki-laki tampan dengan mahkota di kepalanya. Laki-laki itu tampak tak bersahabat kepada Bagus.

“Kamu tidak boleh memiliki Marni ! Pergi dari sini, atau saya buat nasib kamu seperti para suami Marni terdahulu !” ancamnya.

“Oh rupanya kamu siluman ular yang selama ini menguasai jiwa Marni. Sekarang saya sudah sah menjadi suami Marni. Saya yang lebih berhak memiliki Marni dari pada kamu. Silahkan kamu pergi tinggalkan Marni !”

“Jangan mengatur saya hai anak muda. Justru kamu yang harus pergi dan tinggalkan Marni. Kalau tidak, muka kamu akan saya koyak-koyak dengan taringku ini. Pengawal, keluarl kalian. Serang anak muda sombong ini !”

Tiba-tiba muncul lima ekor ular di hadapan Bagus. Setelah itu berubah wujud menjadi manusia berpakaian serba loreng. Tanpa dikomando lagi mereka langsung menyerang Bagus yang sedang berzikir. Melihat nyawanya sedang terancam, Bagus berdiri lalu memasang kuda-kuda. Sementara lima siluman ular itu mengepung Bagus dari segala penjuru.

Bagus melepas sorbannya yang melingkar di lehernya. Kedua tangannya memegang ujungnya, lalu memutar tubuhnya searah jarum jam. Sambil menyipitkan matanya dia mengawasi kelima lawannya yang akan menyerangnya. Lalu dia kembali melantunkan ayat suci al-qur’an. Sementara dari mata lima siluman itu mengeluarkan cahaya kemerahan. Jari-jemarinya perlahan tumbuh kuku-kuku tajam. Kemudian secara bersamaan mereka menyerang Bagus.

Dengan sigap Bagus berkelit mengibaskan sorbannya, disusul teriakan takbir. Secara bersamaan lima siluman itu pun tumbang seketika dan kembali berubah menjadi ular. Kemudian mereka kembali menyerangnya. Bagus menggeser kakinya sambil berzizkir. Sementara siluman itu terlihat sangat marah sekali melihat Bagus membacakan ayat-ayat suci al-qur’an. Lalu salah satu dari siluman itu mendekati Bagus sambil mengancamnya.

“Hai manusia ! Apa yang kau baca itu ? Hentikan ! Kalau tidak kami akan merobek mulutmu dengan gigi-gigi ku ini.” Ancam salah satu ular siluman itu.

“Justru kalian yang akan saya binasakan dengat ayat-ayat Allah ini. Bersiaplah kalian semua.”

“Kurang ajar…!

“Hai siluman. Kalian adalah dari golongan bangsa jin. Tempat mu bukanlah di sini. Enyahlah kalian dari hadapanku.” Ujar Bagus mengancam balik mereka, lalu kembali membaca ayat-ayat suci al-qur’an.

Namun ancaman Bagus tak digubris mereka. Mereka justru menyerang Bagus secara tiba-tiba. Sayangnya gerakan Bagus lebih cepat dari serangan mereka. Sehingga serangannya tak mengenai sasaran. Bagus mengibaskan tasbihnya. Dari dalam tasbih keluar cahaya biru menghantam siluman itu. Seketika mereka menjerit minta tolong agar Bagus menghentikan serangannya.

“Ampun…, ampun… . Tolong hentikan serangan mu anak muda ! Saya kapok.” Ujarnya.

Lalu dari tubuh mereka mengeluarkan asap, kemudian mereka pun menghilang. Melihat anak buahnya dapat dikalahkan, Raja Siluman itu tak tinggal diam. Dia kembali memanggil panglima perangnya untuk menghadapi Bagus.

“Hai panglima ku, keluar ! Habisi anak sombong itu !” Kata Raja siluman itu marah.

Tiba-tiba di hadapan Bagus, muncul gumpalan asap hitam. Gumpalan asap itu menyatu dan membentuk sosok laki-laki tinggi besar berkepala ular. Laki-laki itu menundukan kepala, memberi hormat kepada rajanya.

“Terimalah sembahku ini paduka raja.”

“Sembahmu saya terima panglima. Sekarang juga habisi dia panglima ! Jangan biarkan dia berbuat sesuka hatinya !”

“Titahmu adalah kehormatan hamba paduka raja.” Jawab panglima itu lalu menatap tajam kepada Bagus.

Dia mencabut senjatanya berupa sebilah tombak kecil yang menggantung di pinggangnya. Dengan sombong dia menggertak Bagus yang masih berzikir di hadapannya.

“Hai manusia ! Sebelum saya mencabut nyawa mu, sebutkan siapa nama mu ?” Ancam panglima itu.

“Siluman semacam kamu tak pantas untuk mengetahui namaku.” Jawab Bagus.

“Halah dalah. Sombong sekali kamu ini. Baru kali ini saya bertemu manusia seperti kamu. Sekali lagi jawab pertanyaanku ini. Saya tak biasa mencabut nyawa orang sebelum mengetahui namanya terlebih dahulu.”

“Kamu lebih baik tidak tahu nama ku. Sebab kalau kamu tahu, kamu akan gemetar mendengarnya.”

“Halah dalah. Sombong sekali kamu. Jangan salahkan saya kamu besok tidak akan lagi dapat melihat matahari. Hiaaat…” Gertak siluman itu lalu menyerangnya dengan tombak.

Bagus meladeni semua serangannya dengan tasbih miliknyanya. Tasbih itu mengeluarkan cahaya biru. Dia mengarahkan cahaya itu ke siluman yang didaulat sebagai panglima itu. Hingga siluman itu ahirnya tumbang dan tubuhnya hangus terbakar.

“Kurang ajar kamu manusia ! Kamu sudah membunuh panglima terbaikku. Sekarang terimalah serangan ku ini. Hiaaattt… .” Ucap Raja Ular itu.

Raja Ular itu menggenggam pusaka andalannya berupa mustika ular. Dari mustika ular itu, keluar sinar merah yang diarahkan ke matanya. Bagus merasakan matanya panas dan perih. Dia pun tak menyerah begitu saja. Dia menarik sorbannya untuk melindungi matanya dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya memainkan tasbih menyerang Raja ular itu. Dilanjutkan dengan mengeluarkan jurus-jurus silatnya. Kemudian Bagus menghadiahkan satu tendangan kepada Raja Siluman itu.

“Kurang ajar ! Berani-beraninya kamu menendang kepala saya. Sekarang terimalah seranganku ini. Hiaaaattt… .” Ujar siluman itu lalu mengeluarkan jurus-jurus saktinya.

Bagus tak mau membung-buang waktunya lagi. Dia kembali membacakan ayat-ayat suci al-qur’an. Sementara dari tasbihnya keluar sinar biru dan langsung menghantam dada raja itu. Tak ayal lagi raja siluman itu langsung tumbang sambil memegang dadanya yang terasa terbakar.

“Panas…, panas… . Hentikan anak muda ! Saya mengaku kalah. Saya menyerah.” Ucapnya sambil memohon.

“Saya akan menghentikan ayat Allah ini dengan dua syarat.”

“Apa dua syarat itu anak muda ?” tanya siluman itu.

“Kamu harus pergi meninggalkan tubuh Marni, dan jangan ganggu dia lagi. Kalau tidak, kamu akan saya bakar dengan ayat-ayat Allah ini.”

“Syarat yang pertama saya penuhi. Saya berjanji akan pergi dari tubuh Marni. Tapi apa syarat yang kedua ?” tanyanya lagi.

“Bersediakah kamu mengucapkan dua kalimat syahadat ?”

“Saya bersedia tuan. Bahkan saya berjanji akan berda’wah membantu tuan di negeri kami. Kami akan mengislamkan mereka semua tuan.” Tuturnya.

“Bagus, bagus. Sekarang ikuti saya mengucapkan dua kalimat syahadat hai raja siluman.”

“Ya tuan. Jangan panggil saya raja siluman tuan. Panggil saja nama hamba, Welang.”

“Baik Welang. Sekarang ikuti saya. Ashadualla illahailallah. Wa Ashadu anna Muhammadar rasulullah.”

“Ashadualla illahailallah. Wa Ashadu anna Muhammadar rasulullah.” Ucap siluman itu mengikuti Bagus.

“Sekarang kamu telah masuk islam, dan telah menjadi saudara saya. Setiap mereka yang muslim, baik itu dari bangsa manusia ataupun dari bangsamu, mereka adalah saudara kita semua. Jadi jika diantara mereka ada yang sedang kesulitan dan sedang membutuhkan bantuan, wajib hukumnya kita untuk membantunya. Apakah kamu paham yang saya katakan Welang ?”

“Paham tuan. Sebelum saya pergi dari sini, izinkanlah hamba memberikan mustika ular ini kepada tuan. Ini sebagai bukti bahwa hamba adalah abdi tuan. Dengan mustika ini, tuan bisa leluasa masuk dan keluar dari negeri kami. Termasuk ke negeri Jin lainnya. Usaplah mustika ular ini tiga kali, jika tuan ingin memanggil hamba. Mustika ini juga dapat menangkal berbagai racun tuan. Terimalah mustika ini tuan. Mudah-mudahan bermanfaat untuk tuan.” Ucap Welang sambil menyerahkan mustika itu, kemudian menghilang secara tiba-tiba.

Bagus menimang-nimang mustika pemberian Welang. Setelah itu dia tidur di dekat istrinya. Tiba-tiba Marni pun terjaga, dan kemudian duduk sambil memandang di sekelilingnya. Dia terkejut ketika matanya melihat ada sosok laki-laki yang ada di sebelahnya. Dia mengusap matanya sambil mengingat sesuatu. Beberapa saat kemudian, dia baru ingat bahwa laki-laki itu adalah Bagus, suami yang baru dinikahinya.

Marni buru-buru menyentuh wajah dan dada suaminya. Dia mengira Bagus bernasib sama seperti para suaminya terdahulu yang tewas di ranjang pengantin. Setelah yakin Bagus dalam keadaan baik-baik saja, dia menarik napas lega. Kemudian Marni menatap wajah laki-laki yang sangat tulus mencintaainya. Dia mendekatinya dan memberanikan diri untuk mengecup keningnya. Namun tiba-tiba saja, mata Bagus terbelalak. Marni pun mengurungkan niatnya. Dengan rasa malu dia membuang mukanya seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa.

Sementara Bagus yang melihat raut wajah istrinya berubah, berpura-pura sedang mengigau. Hal itu dia lakukan untuk menutupi rasa malu istrinya. Sehingga Marni pun merasa lega. Marni kembali menatap wajah suaminya sambil tersenyum. Setelah puas memandangnya, lalu dia membangunkannya.

“Mas bangun mas.” Ucapnya lembut, sambil menepuk-nepuk pipinya.

Mendengar Marni membangunkannya, Bagus membuka matanya menatap istrinya yang masih mengenakan baju pengantin.

“Jangan menatap begitu mas ?” Ucap Marni manja.

“Memangnya kenapa dek ? Apa saya tidak boleh memandang istri sendiri ?” kelakar Bagus.

“Tapi kan saya jadi malu mas.”

“Malu sama siapa dek ? Di sini kan tidak ada siapa-siapa. Hanya ada suamimu yang ganteng ini.” Kelakarnya lagi.

“Ih GR amat sih.” Jawab Marni sambil mencubit pipinya sampai memerah.

“Mas maafin Marni ya, semalam saya ketiduran. Hehehe… .”

“Kenapa kamu harus minta maaf dek ? Memangnya apa salah kamu ? Saya sendiri semalaman ketiduran.” Kata Bagus seolah tak pernah terjadi apa-apa.

“Karena saya belum bisa memenuhi kewajiban saya sebagai seorang istri. Hehehe… .” Ucapnya manja, terlihat malu-malu.

Mereka terlihat sangat bahagia sekali. Setelah sekian lama berpisah, akhirnya mereka dipertemukan dalam sebuah ikatan tali pernikahan. Terlebih lagi Marni. Dia merasa sangat bahagia sekali. Dia yang selama ini dituduh sebagai perempuan pembawa sial, ternyata tuduhan itu tidak terbukti. Karena Bagus yang dinikahinya tidak bernasib sama dengan Tangguh dan Parmin. Dia masih sehat dan bugar.

Melihat kenyataan itu, Marni merasa lega. Perasaan bersalahnya atas kematian Tangguh dan Parmin hilang seketika. Dia yakin kematian keduanya tidak ada hubungannya dengan dirinya. Kematian Tangguh dan Parmin yang terjadi pada saat malam pengantin hanyalah kebetulan saja.

Kini mereka berdua sudah sah menjadi pasangan suami istri. Keduanya bertekad mengarungi bahtera rumah tangganya dengan saling pengertian. Marni Mendukung apapun usaha yang akan dilakukan suaminya. Termasuk mendukung Bagus dalam melakukan da’wahnya. Melihat Marni yang selalu mendukung da’wahnya, Bagus berencana mendirikan sebuah padepokan untuk mengembangkan da’wahnya.

Sementara di Kedung Ombo, Raja Jin yang pernah dikalahkannya tak pernah mengingkari janjinya. Di Kedung Ombu, Welang mengumpulkan rakyatnya untuk memberitahukan soal agama baru yang telah dianutnya.

“Hai rakyatku. Saat ini saya telah memeluk islam sebagai agama ku. Akan tetapi saya tidak akan pernah memaksa kepada kalian untuk memeluk agama yang saya anut ini. Kalian bebas menentukan keyakinan kalian masing-masing. Namun jika kalian ada yang mau ikut dengan keyakinanku, dengan senang hati akan saya terima.”

Mendengar seruan rajanya, penghuni Kedung Ombo itu saling berpandangan. Saat itu mereka ada yang mengikuti rajanya untuk memeluk islam. Ada juga yang masih ragu-ragu dengan ajaran baru itu. Bahkan diantara mereka ada yang bersikekeh dengan keyakinan lamanya. Namun raja bijak itu tak memaksakan kehendaknya.

“Apapun yang menjadi keputusan tuanku, hamba akan ikut saja.” Ujar salah satu tentaranya.

“Bagus-bagus.” Kata Raja welang mendengar ucapan bawahannya.

“Ampun tuan ku raja. Hamba masih belum yakin dengan agama yang tuan anut itu. Izinkan hamba untuk memikirkannya terlebih dahulu.” Kata prajurit yang bertubuh gempal yang biasa dipanggil brewok.

“Tidak apa-apa Brewok.” Jawab Welang sambil tersenyum.

“Ampun tuanku raja. Selama ini hamba selalu setia dan tak pernah menolak apapun titah paduka raja. Tapi untuk memeluk agama yang paduka anut, hamba merasa keberatan yang mulya.” Kata salah satu prajurit yang bertubuh kurus tinggi.

“Tak ada paksaan untuk memeluk agama islam. Walaupun kalian berbeda keyakinan dengan saya, saya akan tetap menghargai kalian, selama kalian masih mau mengikuti aturan yang ada di kerajaan ini.” Jawab Sang Raja.

“Ampun tuanku raja. Hamba ingin masuk islam. Akan tetapi hamba tak tahu dengan siapa hamba harus belajar agama itu.” Kata salah satu rakyatnya yang bernama Alit.

“Wahai rakyatku. Jika kalian tertarik dengan agama yang saya anut. Kalian akan saya antar ke orang yang tepat untuk membimbing kalian.” Jawab Sang Raja.

“Apakah yang paduka maksud orang itu dari golongan bangsa kami ?” tanya Alit.

“Tidak. Dia adalah dari golongan manusia.” Tegas Sang Raja.

“Ampun Sang Raja. Jika kita belajar agama pada manusia, apakah tidak akan merendahkan derajat bangsa kita ?” tanya Alit lagi.

“Saya masih belum mampu unuk mengajarkan agama itu. Hanya dialah orang yang paling tepat untuk menjadi guru kalian. Apa lagi dalam ajaran islam, tidak ada yang dibeda-bedakan. Apakah itu dari golongan manusia, ataukah dari golongan jin. Keduanya memiliki kewajiban yang sama untuk beribadah kepada Allah SWT. Yang membedakan hanyalah faktor keimanannya semata. Saya harap kalian mengerti dengan apa yang saya sampaikan ini. Bagi yang mau belajar agama, sekarang juga akan saya antar ke tempat yang saya maksud.” Pungkasnya.

Lalu dengan secepat kilat, Welang melesat pergi menemui Bagus, diikuti oleh anak buahnya. Sementara Bagus yang sedang berdzikir merasakan kedatangannya. Dia menghentikan zikirnya lalu menyapa Welang.

“Ada apakah gerangan, sehingga kamu datang ke sini Welang ?” tanya Bagus.

“Ampun tuanku. Hamba mengantarkan rakyat hamba untuk belajar agama dengan tuan.”

“Saya sangat senang sekali mendengar kabar ini Welang. Dengan senang hati saya akan menerima mereka semua menjadi muridku. Mulai saat ini kalian tak perlu memanggil ku dengan panggilan tuan. Apa lagi menghambakan diri kepada saya. Panggilah nama saya saja Welang.”

“Maaf saya tak berani menyebut nama tuan. Mungkin kalau tuan tidak keberatan, kami akan memanggil dengan sebutan guru saja. Mungkin itu kedengarannya lebih enak tuan.” Ujar Welang.

“Terserah kalian saja ya.” Jawab Bagus.

Semenjak itu mereka belajar agama islam dengan Bagus. Setahun kemudian Bagus mendirikan sebuah padepokan yang diberi nama,” Padepokan dua dunia.” Sebuah padepokan yang santrinya terdiri dari bangsa manusia dan dari bangsa jin.

Di padepokan yang Bagus pimpin bukan saja mengajarkan ilmu agama, akan tetapi mengajarkan ilmu kanuragan, dan juga tentang ilmu pengobatan. Berkat mustika ular pemberian dari Welang, Bagus dapat menyembuhkan berbagai macam jenis penyakit. Termasuk berbagai jenis racun akibat gigitan ular, dan jenis racun lainnya. Dengan mustika ular itu juga, Bagus dengan leluasa dapat keluar masuk ke dunia ghoib, untuk melakukan da’wahnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post