“DILEMA PERANTAU”

Cerita orang tua kita dahulu semakin jauh kaki melangkah semakin bertambah wawasan berfikir kita. Kita tidak seperti katak di bawah tempurung. Meraja di negeri sendiri. Ketika keluar dari kampung tercinta bertemu dengan kekuatan yang lebih besar dari kita baru terbelalaklah mata kita.

Perantau dengan segala kesiapannya menghadapi situasi di negeri orang akan jauh lebih kuat dan mandiri dibanding dengan seseorang yang masih tinggal bersama dengan orang tuanya.

Merantau berarti bersiap menghadapi tantangan kehidupan. Siap meninggalkan sebagian kebiasaan-kebiasaan lama, kesenangan, kemudahan-kemudahan, siap jauh dari orang-orang tercinta. Siap menghadapi situasi baru dan berbeda dan siap mengerjakan segalanya serba sendirian. Tapi ini akan menjadi momen yang takkan pernah terlupakan sepanjang hayat. Bahkan menjadi cerita buat anak dan cucu kelak di kemudian hari.

Meski demikian untuk tahun ini kisah hidup para perantau sungguh dilematis. Ditengah suasana covid – 19 mereka jadi berfikir dua kali untuk pulang ke kampung halaman. Kalau seandainya pulang siap dikarantina terlebih dahulu selama empat belas hari. Apabila dalam waktu empat belas hari tersebut aman maka baru diperbolehkan bertemu sanak saudara di kampung. Kalau ternyata ada indikasi terjangkit virus maka langsung pula disuruh tinggal di ruang isolasi atau di bawa ke rumahsakit.

Apalagi saat penting di akhir bulan Mei ini. Momen Ramadhan dan lebaran biasanya sangat ditunggu-tunggu oleh para perantau maupun ayah ibu handai tolan di kampung. Keduabelah pihak sama-sama merindukan suasana bahagia ini. Namun apa hendak dikata . Situasi berkehendak lain. Keadaan ini pastinya membuat semua orang galau berat.

“Merantaulah, maka engkau akan tahu betapa berharganya waktu bersama keluarga”

#Tantangan Menulis Hari ke 14