Jony Hartanto

Terlahir dan diperingati seluruh rakyat Indonesia setiap tanggal 1 Juni . Mengambil jurusan Bahasa ketika di SMA sebagai passion. Sempat berhenti me...

Selengkapnya
Navigasi Web
LAKI-LAKI TUA DAN KURSI GOYANG

LAKI-LAKI TUA DAN KURSI GOYANG

Suasana pagi itu berbeda dari biasanya. Orang-orang yang berlalu lalang dan tetangga-tetangga yang melewati rumah pak Karna sedikit keheranan. Sudah beberapa hari mereka tidak melihat laki-laki tua itu duduk di kursi goyangnya dan sesekali komat-kamit mulutnya persis di depan pagar. Ia akan menundukkan kepala bila orang-orang yang lewat menyapanya

Yaakh ..... entah sudah berapa puluh tahun dia duduk dengan kursi goyangnya itu. Orang-orang kebanyakan mengira laki-laki tua itu hanya sekedar berjemur agar tetap sehat termasuk pula istri dan anak-anaknya.

Semenjak anak laki-lakinya yang bernama Ratno meninggalkan rumah dan tidak tahu kabar beritanya, ia mulai sakit-sakitan. Setiap pagi ia menyuruh istrinya mengambil kursi goyang untuk ia pakai duduk berjemur sampai terik matahari mulai menyengat tubuhnya.

Istrinya hanya berpikir kalau suaminya memang hanya ingin mencari udara segar dan supaya tidak jenuh. Namun tidak bagi Pak Karna lelaki tua itu. Ia mencoba menyembunyikan semua perasaan dan masalah yang menjadi beban hidupnya. Ia tidak ingin membebani istrinya dan turut sedih. Sebagai seorang ayah, Karna merasa malu dan gagal dalam mengasuh anaknya. Anak laki-laki yang sangat ia dambakan selama masih di dalam kandungan telah meninggalkan rumah tanpa ada yang tahu. Jika pikirannya terlintas kejadian itu, laki-laki itu akan sangat terpukul dan tanpa terasa air mata muncul di sudut matanya.

Hati kecilnya berbisik, " Ini semua salahku. Kenapa aku terlalu emosi padanya. Aku terpaksa melakukannya karena ia keterlaluan . Ia ketahuan membolos sekolah 3 hari dan lebih parahnya , ia berkencan dengan seorang gadis. Pertama aku memakluminya dan menasehatinya Tapi tidak untuk kali ini. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri anakku berboncengan dengan seorang gadis dan berhenti di sebuah warung. Aku sendiri sempat tidak percaya dan mencoba membelalakkan mataku. Ternyata benar dia adalah Ratno. Anakku sendiri dan beberapa teman SMAnya. Darahku mendidih. Seluruh tubuhku bergetar. Kuparkirkan mobil di pinggir dan aku berjalan dengan geram menghampirinya. Tanpa basa-basi kuseret dia keluar warung dan membawanya ke mobil. Aku marahi dia habis-habisan hingga istrku sampai berlutut memohon ampun. Akupun tersungkur lemas dan tidak percaya dengan semua yang terjadi. "

Esok harinya seperti tidak ada yang terjadi, Ratno berangkat sekolah lebih awal dengan diantar kakak perempuannya untuk mengambil sepeda motornya.

Ketika Pak Karna dan istrinya pulang, ia tidak melihat Ratno. Ia pun menanyakan pada ketiga anak perempuannya. Merekapun belum melihat adiknya di rumah. Karna mulai cemas. Ia takut anaknya masih marah dan ngambek, Padahal sudah pukul tiga lebih. Ia bersabar menunggu anaknya dan berdoa mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa pada anaknya. Dua jam sudah ia menunggu. Ratno belum juga pulang. Ia coba menghubungi guru dan teman-teman serta tetangga-tetangga yang mungkin sempat bertemu Ratno. Namun semua tidak tahu.

Karna masih berpikir positif. Mungkin anaknya hanya ngambek. Ia yakin pasti anaknya akan pulang. Satu hari, dua hari , tiga hari anaknya belum juga pulang. Ia mencoba menghubungi polisi. Namun yang di tunggu tidak juga muncul.

Karna terus memikirkan anaknya hingga ia mulai sakit-sakitan. Ia ingin anak yang sangat disyanginya kembali dan ia yakin pasti akan kembali. Tiap pagi ia berusaha duduk di kursi goyangnya berharap menyambut kedatangan anaknya.

Seperti biasa Karna duduk di depan rumahnya. Suara ambulans lambat laun terdengar masuk ke kampung itu dan berhenti di depan rumah pak Karna. Pak Karna spontan berdiri dan berjalan cepat menghampiri petugas ambulans. Ia lebih terkejut lagi adik laki-lakinyanya ada di mobil itu. Adiknya mendekatinya dan membisikkan kalimat ," Anakmu sudah pulang. Sambutlah ia sekarang."

Adiknya memapah pak Karna mendekati sesosok jenasah yang telah dibungkus kain kafan. Pak Karna membuka kain kafan itu. Ditatapnya wajah itu . Wajah yang ia kelihatan kenal. Ditatapnya berlama-lama wajah itu dan iapun menangis terisak-isak. " Anakku ! Terimakasih. Kau benar-benar telah pulang sekarang walau kau harus pergi lagi sekarang. Maafkan ayah. Maafkan ayah, Nak."

Dipeluknya wajah anaknya dan diciumnya berkali-kali . " Pergilah, Nak. Pergilah dengan tenang ! Kali ini ayah mengikhlaskanmu untuk pergi. Aku sudah memaafkan kesalahanmu."

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa. Terus berkarya, Pak.

02 Jun
Balas

Mantap pak tetap semangat menghasilkan karya...salam literasi

04 Jun
Balas

Bagus pak...siip ...ayo terus menulis.Bu indri jangan kalah sama Mr lhoo.Salam literasi.

02 Jun
Balas

Ys bu, tetap semangat menulis salam literssi

03 Jun

Sippp... Ayo lanjutkan

03 Jun
Balas



search

New Post