B 29
Usai Maghrib,tim evakuasi datang....
Kembali Tracker Hitam saya jinjing, untuk menuju Griya Santika. Tempat selanjutnya yang akan dijadikan base camp dua hari kedepan. Gerimis seakan menyambutku, terus berlanjut sampai malam menjelang. Acara menikmati malam minggu ke kota lumajang terlewati. Hanya berdiam menikmati TV. Satu jadwal terlewati. Sarung yang saya siapkan dari rumah tidak terpakai. Lumajang tidak sedingin yang saya duga. Lelah menempuh jarak tigaratus lebih kilometer seakan menghipnotis. Seakan baru lima menit terlelap,ketika pak suryadi membangunkan. Saya amati jam. Pukul 01.30 menit. Tergagap saya terbangun. Saya baru ingat,semalam bu lilik ,istri pak suryadi punya acara mengajak ke B29. Diminta siap pukul 02.00.karena akan menempuh perjalanan jauh,dengan medan menanjak.
Avanza silver N.....AZ sudah meraung. Siap membelah pagi. Perlahan meninggalkan Griya Pasirian permai menyusuri jalan pasirian. Sejenak berhenti menepi. Di sebelah kanan jalan telah menunggu sesosok pria. Pak Budi,yang selanjutnya akan menjadi Driver sekaligus menjadi pemandu perjalanan pagi ini. Berbagai tempat yang di lewati di ceritakan detail oleh pak Budi. Saya hanya manggut manggut disebelah kirinya. Manggut manggut antara jelas dan tidak , ataupun atas rasa mengantuk yang masih mengikuti. Kota Lumajang telah terlewati. Perjalanan sudah mulai menanjak. Jalanan cukup ramai. Maklum hari hari menjelang berakhirnya liburan membuat hampir semua orang ingin memanjakan diri,keluar kota. Laju kendaraan sedikit berkurang. Pada bahu jalan banyak bus parkir. ..
Ada Kasodo pak, Lanjut pak budi menjelaskan. Ini hari raya nya umat Hindu. Bus ataupun mobil pribadi yang berjejer rapi sebagian besar bernopol DK. Suasana nya bukan lagi seperti jawa. Wanita berpakaian putih berkebaya, sedang pria nya bersarung dan mengenakan ikat kepala juga dengan warna putih mendominasi. Sempat bimbang memilih. Antara ke bromo ataupun ke B29. Bromo akhirnya menjadi pilihan kedua, karena Bromo lebih mudah dijangkau. Perjalanan berlanjut. Membelah malam gelap, menanjak dan berliku. Pak budi begitu menguasai medan. Seperti paham betul setiap ada lubang di jalan. Benar benar mendebarkan. Apalagi bagi saya yang duduk di depan.
Gerimis semakin deras. Kulihat beberapa sepeda motor berhenti di tepi jalan, saat pak Budi mengurangi kecepatan. Ada titik cahaya di bawah sana. Seorang remaja tampak lemas terduduk di tepi jalan. Rupanya sepeda nya terperosok, karena kurang paham tentang medan. Perjalanan pun berlanjut naik. Ada rasa malas membuka pintu mobil,karena dingin. Gapura selamat datang di negeri atas awan menyurutkan semua. Setengah berlari saya menuju rumah terdekat. Beberapa pria datang mengejar. Menawarkan tumpangan ojek beserta tarifnya. Saya hanya menggeleng, tanpa berani mengambil keputusan. Disini saya hanya penggembira. Tidak punya hak atas pengambilan keputusan. Biarlah semua keputusan di ambil tuan rumah ataupun sang guide. Benar,semua pria yang menawarkan ojek menepi perlahan. Kesepakatan telah di ambil. Saya bersama rombongan memilih sholat shubuh dahulu sebelum naik. Jarak dari parkir mobil menuju puncak tidak terlalu jauh. Tapi medan yang ditempuh bukanlah jalan lurus dan datar. Membutuhkan waktu sekitar satu jam lebih. Tiga tukang ojek sudah hilang ditelan malam membawa tiga teman saya. Saya terpaksa menunggu sendiri di mushola. Sampai akhirnya datang Gl max. Tiada keanehan pada lima menit pertama. Lampu rumah warga masih terlihat, jalan masih datar. Sampai juga pada tahapan tahapan mengerikan. Dimana jalan mulai turun curam, tikungan membentuk huruf S tanpa lampu,sampai tanjakan yang membuat jantung berdegup lebih kencang. Entah kabut ataupun hujan, saya tak lagi mampu membedakan. Badan mulai menggigil.jalan menanjak seakan tak mau berhenti. Rupanya ojek yang membawa saya cukup sigap. Perlahan saya melihat titik lampu di depan,meski kecil. Saya berharap itu ketiga teman yang berangkat lebih awal. Dugaan saya salah. Ketiga titik lampu itu merupakan sebuah sepeda yang terpaksa berjalan dengan tenaga dorong manusia. Ada aroma karet terbakar. Ahh..mengapa semua di paksakan,,?????
Puluhan lampu berkelip dalam kabut. Kuning dan putih berbaur.
Degup jantung sedikit mereda, saat ojek yang saya naiki berhenti. Jaket coklat saya semakin basah. Untung ada dua warung berjajar terdekat yang menghindarkan saya dari sergapan hujan. Mie instant hangat sudah tersaji di meja. Rupanya ketiga teman saya sudah cukup lama sampai di area parkir. Memesan mie sambil menunggu saya datang. Saya tidak bisa bayangkan seberapa cepat mereka tadi. Kondisi warung semakin penuh. Tak ingin berlama lama disitu, saya dan ketiga teman berlomba menghabiskan mie. Teh yang baru tersaji pun tiada terasa panas.
Kondisi luar semakin gelap. Butiran air semakin cepat....pertanda buruk.
Jas hujan biru langit.......... sebenarnya saya sempat menolak menerima sebelum akhirnya mengalah setelah di jelaskan bu lilik, Bahwa memang harus memakai jas jikalau tidak ingin basah kuyup. Dialah benda penolong pagi ini. Menepikan setiap tetesan air hujan menembus jaket dan celana saya. Meski tak mampu mengusir dingin yang semakin mendera. Berbagai obrolan sempat mampir di telinga saya. Semacam penyesalan menggunung. Waaah,kalau seperti ini matahari tidak akan terbit sempurna. Perjuangan sia sia. Saya tak mau larut dalam kesedihan ini. Menunggu hujan yang tak tahu kapan redanya. Langkah kecil pertama saya menuju tulisan B29...lampu tulisan masih menyala. Temaram kabut masih menyelimuti. Beberapa jepretan blitz cukup untuk menyimpan wajah saya dalam handpone.
Perjalanan menapaki tangga B29. Disebelah kanan berdiri megah tugu berbentuk bambu dengan warna silver . langkah kaki terasa berat. Melawan dingin dalam balutan hujan, menempuh perjalanan menanjak. Menarik ? jauh dari kata itu. Saya tersiksa. Badan semain menggigil. Siapa juga yang menyuruh kesini. ???? apa yang kau cari,sensasi,dingin....kenapa tidak masuk kulkas saja?
Waaaaaaaaaaaaoooooowwwwwww.......
Tercengang saya begitu sampai di puncak. Banyak sudah yang disana. Padahal saya berpikir pasti suasana nya akan sepi.puluhan tenda parasit warna warni berdiri tegar. Beberapa remaja berjaket tebal tampak menikmati dingin. Saya sedikit kasihan melihat ke belakang. Tampak pak suryadi bersedekap , berusaha menepis dingin. Tapi pancaran wajahnya tak bisa berbohong. Dia menderita. Tak ingin hal buruk terjadi,saya segera mengiyakan ketika ada ajakan turun.
Ahh.....andai saja cerah, andai saja matahari sempurna....tentu semua berbeda.
Pelaaaaan sekali saya melangkah menuruni tangga. Sampai akhirnya berhenti pada sebuah warung yang penuh. Bebarapa pengunjung warung sengaja mendekat ke perapian. Berusaha mengusir sambil menikmati makanan hangat.
Semua berkeluh sama....
Andai saja tidak hujan...
Andai saja matahari terbit sempurna...
Andai saja ....
Andai saja.....
Ahhh...semua tidak perlu di sesali.
Justru ini yang menantang. Memaksa otak menyimpan segala kengerian menempuh perjalanan. Melawan dingin yang menyiksa.
B29 ....2900 meter diatas permukaan laut.
Kabutmu penuh pesona.
Dinginmu menggairahkan.
Tanjakan mu memacu adrenalinku...
Panggil aku....
Datang kembali ....
Bertemu mentari pagi....
#Lumajang,minggu 9 Juni 2017#
#B29MEMPESONA#
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar