Kepengawasan on-Line Mungkinkah?
Yakinkah bahwa profesi “Guru” sebagai panggilan? Lah siapa yang panggil? Ada yang mengatakan guru karena darah, gen, keturunan dari orang tua atau opanya, seperti saya tak tahulah saya tak pernah bercita-cita menjadi guru, sejak kecil aku kepingin menjadi pilot atau dokter dan terkadang jika ada yang nanya aku jawab ingin jadi insinyur dan “tidak pernah” aku menjawab ingin jadi guru. Ternyata nasib membawa saya masuk PGSLP. Kenapa saya katakan nasib? karena keinginanku tidak tercapai padahal semua nilai di di ijasahku baik dan sangat baik. Masuk SMP Negeri 1 Madiun (tahun 1972) hasil test dari 3 mata ujian mendapatkan nilai sepuluh untuk dua mata ujinya dan lainnya delapan. Niai di ijasah SMP nilai enam hanya satu dan kebetulan paling atas yaitu agama dan ada nilai beberapa nilai sembilan, begitupun nilai di ijasah SMA IPA ada beberapa nilainya delapan. Bermodalkan itu ternyata gagal untuk masuk ke perguruan tinggi dan akhirnya masuk PGSLP matematika, belajar (kuliah?) setahun mendapat NIP dan mengajarlah di SMP. Akhirnya saya menikmati sebagai guru SMP namun untuk merasakan kuliah masih membara, karena tempat mengajar di desa yang jauh dari kota, saya berusaha untuk pindah agar bisa kuliah, sehngga saya mengajar tak sampai tiga tahun dan pindah ke kota Provinsi di kantor untuk mengurusi guru-guru dan di kantor ini aku buat tetap enjoi karena bisa sambil kuliah walaupun bukan untuk mencapai cita-cita saya, di sini pernah hingga menjabat kasubag PDE (Program Data dan Evaluasi) tugas pokok merencanakan, memprogramkan dan menyiapkan serta memproses data pendidikan dan mengevaluasinya dengan tujuan agar membaiknya pendidikan se provinsi. Tak sampai tiga tahun, tahun 2009 saya beralih ke jabatan fungsional dengan permohonan pengunduran diri dari kasubag PDE, jadilah saya sebagai pengawas sekolah provinsi yang mempunyai sekolah binaan di kabupaten dimana tempat mengajar saya dulu, berarti sekolah binaan saya di Kab Manggarai yang kotanya disebut Ruteng.
Perjalanan dari Kupang ke Ruteng harus menggunakan pesawat dengan biaya sekitar satu juta sekali jalan atau dengan Feri menuju Ende nyambung dengan kendaraan darat masa tempuh lebih 10 jam. Saat ke pengawas mata pelajaran kepengawasan saya adalah TIK, terasa keren sekali dan info dari teman-teman Jakarta saya satu-satunya pengawas mapel TIK dan itu saran dari Jakarta karena ijasah pasca sarjana saya “Computer for Educational” dan saya diminta untuk memikirkan TIK bisa dilaksanakan di sekolah. Karena itulah saya mereka-reka melaksanakan tugas saya dari jarak jauh dan bisa terlaksana. Secara periodik saya datang ke Ruteng dengan biaya yang sangat besar bersyukur karena ada tunjangan pengawas. Rencana saya pengawasan jarak jauh disambut baik oleh kepala Dinas PK Kab Manggarai yang akhirnya jika saat saya monev (monitoring dan evaluasi) ke sekolah binaan, semua kepala sekolah diharuskan ikut menghadiri pertemuan yang saya jadwalkan. Saat itu aku paksa semua Kepala Sekolah dan KTU bisa internet dan juga gurunya, bagi guru yang benar-benar payah dibantu pegawai dari sekolah lewat KTUnya, saya merasakan semua berkat bimbingan dari temanku mas Tagor Alamsyah (Alm).
Munculah masalah tunjangan, saat mata pelajaran TIK dihapus dari kurikulum, dengan meluruskan ulang yaitu menggunakan ijasah S1 sebagai pendukung syarat masuk pengawas. Masalah baru muncul lagi ketika kewenangan SMA/SMK masuk ke provinsi yang konon tidak ada pengawas provinsi, sementara tinggal setahun saya akan masuk purna akhirnya masuk pengawas wilayah I untuk kota Kupang. Beberapa SMA adalah binaan saya. Di sini merasa aneh, satu sekolah dikeroyok beberapa pengawas. Pernah saya datang berdua dengan teman dari sekolah binaan lain, hanya ingin sharing saja ... Seusai di SMA tersebut akan ke sekolah lain dan teman pengawas lain pas datang (Dalam hati saya KS disibukkan dengan kedatangan pengawas), keesokan harinya di kantor saya diajak keluar oleh pengawas yang berjumpa di SMA binaan tersebut dan serahkan “Amplop” baru sekarang ini saya terima amplop, saya sempat nanya kenapa diterima katanya ini sudah diprogramkan.
Hati saya terasa berkecamuk antara diterima atau tidak akhirnya saya terima dan saya kasih tahu ini harus saya kembalikan, Saat jadwal monev ke sana saya disambut kepala sepala sekolah di depan pintu dan saya katakan sebelum kita berbincang-bincang tolong antar saya ke bendahara. Saat itu saya ditemani seorang pengawas juga. Di depan bendahara dan kepala sekolah saya ambil amplop dari tas dan saya serahkan ke kepala sekolah sambil saya katakan “Bapak selama saya sebagai pengawas jika ada yang memberi amplop selalu saya tolak, amplop seperti tidak perlu bapak dan ibu siapkan karena ini tugas rutinitas”. Beda jika saya diundang untuk memberikan materi, pastilah saya terima amplopnya dan saya tanda tangan kuitansinya dan daftar hadir. Lain kali tidak boleh seperti ini. Mukanya kepala sekolah tampak memerah dan saya minta maaf serta saya jelaskan, saya melaksanakan tugas, saya digaji dan ada tunjangan.
Mimpiku saat saya belum tertidur akhirnya belum juga terwujud padahal saya sudah melakukan kepengawasan On-Lain dengan cara saya dengan begitu memastikan tak ada amplop-amplopan dan kini saya sudah tertidur pulas sehingga mimpiku itu semakin jauh.
Jarwoto - mantan pengawas sekolah.
Kupang, 16/03/2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Luar biasa...ini lhoh yg patut diapresiasi..jiks bapak adalah pengawas saya,pastilah pendidikan kita bangkit pak..salam