Jamal Passalowongi

penulis adalah guru di SMAN 6 Barru Sulawesi Selatan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Manusia dalam Novel Rimadenda mencari Tuhan

Manusia dalam Novel Rimadenda mencari Tuhan

Manusia adalah makhluk yang diciptakan dari sari pati yang sama, dalam kebatinan ataupun dalam dunia tarekat, manusia dalam arti hakikat adalah makhluk ciptaan sempurna dari sisi rohani Tuhan, yang paling mirip dengan sifat-sifat-Nya, gambaran tersebut dapat kita peroleh dari penjelasan Batara Kresna pada saat berdialog dengan tokoh lainnya dalam novel ini yaitu Prabu Mustakaluhur ayah dari Rikamadenda :

(BK) Apakah paduka tahu apa yang dinamakan manusia? Bukan sebutan manusia itu ada?”

(PM) Tentu saja tahu! Kita inilah manusia: paduka, saya dan Rikamadenda-semua kita inilah manusia.”

(BK) Ini saya, Kresna. Dan ini paduka, putra mahkota. Jadi yang mana yang manusia!”

(PM) Saya ini manusia

(BK) Yang mana.

(PM) “Ini!” Sambil menepuk dadanya.

(BK) Itu dada.

(PM) “Ini!” katanya sambil memegang kepala.

(BK) Itu kepala.

(PM) Ya seluruhnya, dari rambut sampai kaki, seluruh tubuh.”

(BK) Itu namanya badan atau tubuh. Jadi yang mana manusia.”

(PM) Jadi semuanya punya nama sendiri. Jadi yang mana disebut manusia itu!

(BK) Manusia ialah makhluk citaan Tuhan yang paling sempurna. Konon yang paling mirip dengan sifat-sifat-Nya. Kepada manusia diberikanNya apa-apa yang tidak diberikan kepada makhluk yang lain ciptaanNya. DiangkatNya manusia sebagai wakil Tuhan di alam semesta ini. (RIM, hal 213)

Penjelasan Batara Kresna tersebut telah membuka pikiran Prabu Mustakaluhur dalam melakukan penilaian terhadap manusia, bahwa manusia itu mulia karena merupakan ciptaan terbaik dari semua makhluk, meskipun begitu kemuliaan ini akan terampas oleh nafsu kebinatangan bila manusia tidak mampu melawannya. Lebih jauh Batara Kresna menjelaskan “Ya. Manusia itu mulia, karena itu kita harus mempertahankan kemuliaan manusia. Manusia yang begitu mulia harus tetap mulia, jangan jatuh kemartabat binatang karena mengikuti nafsu serakahnya. Hanya manusia yang dapat mempertahankan martabat kemanusiaannya yang mulia saja yang pantas mengemban kepercayaan Tuhan. (RIM, hal 214)”

Kemuliaan manusia menurut Prabu Kresna seperti kutipan di atas, adalah kemuliaan fitrawi karena tidak terkecuali oleh siapapun, akan tetapi sejauh manusia mempertahankan kemuliaannya menurut Batara Kresna dalam kutipan selanjutnya adalah : Nafsu serakah yang selalu mengeruhkan hati, harus disingkirkan, hanya dengan begitu hati kita menjadi jernih dan suci. (RIM, hal 214)

Pada bagian ini menurut Kresna manusia harus menjadi pemenang dari hawa nafsu itu, dalam tasawuf banyak terdapat cara untuk menundukkan hawa nafsu antara lain, (1) membiasakan menahan lapar, mengurangi makan dan minum, ju’, untuk mengurangi darah dalam hati, tempat bersarangnya syetan dan juga untuk memutihkan hati, dalam (2) mengurangi tidur dan beribadah di malam hari, (3) samat, yaitu, berdiam diri, berbicara yang perlu-perlu saja; dan (4) untuk melaksanakan samat diperlukan khalwat.

Ada sebuah riwayat bahwa pernah Rasulullah saw.. mengatakan, “Seandainya kalian tidak banyak berbicara dan hati kalian selalu merasa khawatir, maka kalian pasti akan melihat apa yang kulihat dan mendengar apa yang aku dengar.” Riwayat ini menunjukkan bahwa penyebab sesungguhnya dari tidak biasanya manusia mencapai kesempurnaan manusiawi adalah pikiran-pikiran kotor dan berbagai tindakan jahat bahkan Nabi pernah bersabda “seandainya syetan tidak berkeliaran dihati dan kalbu mereka, pastilah manusia bakal melihat seluruh kerajaan langit dan bumi” (Muttahari,1995).

Manusia yang mampu mensucikan hatinya yang mampu menyerap cahaya Tuhan, ibarat cermin semakin bersih semakin berkilau, cahaya mudah masuk tanpa terhalang kotoran-kotoran yang menempel pada cermin tersebut. Dalam istilah umum dalam agama Islam manusia seperti ini disebut insane kamil, manusia sempurna. Seperti kata Kresna berikut ini ketika Prabu Mustakaluhur bertanya tentang manusia yang sempurna “Insan Kamil ialah manusia sempurna. Artinya sempurna sebagai manusia. Dan yang sempurna sebagai manusia ialah yang sama dengan manusia yang lain. Manusia lain merasa sakit kalau kepalanya tertimpa kelapa. Manusia lain merasa sedih kalau orang tua atau anaknya yang dicintainya sakit atau meninggal, maka Insan Kamil pun merasa sedih. Manusia lain luka kalau ditusuk dengan senjata, Insan Kamil juga terluka kalau terkena senjata. Insan Kamil ialah manusia yang telah menerima dirinya hidup sebagai manusia biasa.(RIM, hal 212)”

Kutipan tersebut merupakan jawaban Kresna terhadap pertanyaan Prabu Mustakaluhur tentang manusia sempurna. Tampak bahwa Kresna menjelaskan hal tersebut dikarenakan Prabu Mustakaluhur yang menganggap manusia sempurna adalah manusia “super”, manusia yang bisa segalanya. Jadi apa perbedaannya dengan manusia yang lain, Kresna mengungkapkan “Manusia biasa mungkin tidak menyadari dirinya sebagai makhluk yang telah diciptakan Tuhan dan harus mensyukuri nikmat pemberian-Nya. Insan Kamil menyadari itu. (RIM, hal 212)”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post