Jamal Passalowongi

penulis adalah guru di SMAN 6 Barru Sulawesi Selatan...

Selengkapnya
Navigasi Web
ANAK KELIMAKU LAKI-LAKI

ANAK KELIMAKU LAKI-LAKI

Wandi berjalan mondar mandir di depan pintu kamar bersalin, ini kali ketiga Ia melakukan hal sama. Benar setiap istrinya akan melahirnya Wandi tetap saja terlihat gugup, padahal anaknya sudah empat, yang akan lahir ini adalah anak kelima.

“Wan, duduk saja tidak usah mondar-mandir seperti itu!” kata Ibunya menenangkan

“Tidak bisa, Bu. Saya harus pastikan yang lahir kali ini laki-laki” Wandi berucap sambil tetap mondar mandir.

“Loh, kok mau dipastikan begitu?” Ibunya heran sambil meperbaiki duduknya.

Wandi tidak menjawab, kini pikirannya dipenuhi celoteh beberapa orang yang selalu Ia temu di pasar. Mereka selalu bertanya, kenapa anakmu perempuan semua, tidak bisa bikin laki-laki ya! semua tertawa menimpali. Wandi juga tertawa tapi dalam hatinya kecut dan tersinggung. Berapa kali Ia mengatakan pada istrinya agar berobat atau bertanya-tanya ke orang lain, bagaimana agar mereka bisa punya anak laki-laki.

“Bang, laki-laki dan perempuan sudah takdirnya” kata istrinya suatu ketika

“Ah...tidak juga seperti itu, kita harus punya usaha, agar Tuhan melihat dan memberikan kita anak laki-laki” Wandi menimpali

“Sudahlah Bang, laki-laki dan perempuan kan sama saja, yang penting kita mendidiknya dengan baik agar menjadi anak shaleh dan shaleha di masa yang akan datang.”

“Benar, Aku tau tapi aku bosan mendengar ocehan-ocehan mereka di pasar, dan Aku secara pribadi tidak bisa menyamakan laki-laki dan perempuan, pokoknya kita harus punya usaha!” kata Wandi sedikit keras.

Memang selama 10 tahun pernikan mereka, Wandi selalu dikaruniai anak perempuan. Anak perempuan pertamanya kini sudah kelas 3 SMA sebentar lagi Kuliah. yang kedua kelas 1 SMA, yang ketiga sudah SMP kelas 1, dan keempat SD kelas 4. semuanya cantik manis, menggembirakan tidak wajah cantik istrinya dan campuran dirinya tampak secara jelas di wajah dan perawakan anak-anak perempuannya.

Tapi ternyata semua itu tidak cukup untuk membuat Wandi menerima kenyataan bahwa anaknya perempuan semua. Ia selalu menyalahkan dirinya kenapa tidak bisa seperti abang Tejo punya anak 4 dua laki, dua perempuan. atau mbak Dia kakak sulungnya punya anak lima dua laki 3 perempuan. Rasanya dunia ini berbeda bila ada laki-laki ada perempuan. Wandi bukun penganut feminisem gender yang selalu mengatakan semua sama saja, laki-perempuan sama. Ia berpendapat pasti ada perbedaanya baik secara fisik dan psikologis.

Sore itu ketika Wandi pulang kerja, istrinya menyambutnya dengan senyum lebar, tidak sabar menyampaikan informasi yang baru saja ia dapatkan.

“Bang saya dapat informasi, kita bisa punya anak laki-laki” katanya tergopoh-gopoh menyambut suaminya

“Oh...ya darimana infonya” Wandi meletakkan tas kerjanya penuh tanya

“Infonya dari Ustad Somad, siang tadi siang, Aku dan Ibu-Ibu PKK di sini menggelar pengajian. Aku langsung tanya ustad saat babakan pertanyaan, dan Uatad Somad mengatakan bila kita mengginginkan sekali sesuatu untuk kita dapatkan, kita dapat bernazar, Bang” istrinya menjelasan.

“Bernazar...nazar, Benar...aku ingat dulu sewaktu di kampus aku pernah memang mendengarkan masalah ini, kenapa aku lupa ya” Wandi girang seperti menemukan mainan yang lama hilang.

“Tapi Bang, katanya kalo nazarnya tidak boleh main-main, besar dan kecilnya nazar boleh jadi menjadi pertimbangan Tuhan mengamini nazar kita” kata istrinya mengingatkan

Akhirnya mereka putuskan untuk bernazar untuk menunjukkan keseriusannya dalam bernazar maka isi nazar mereka bila anak kelima mereka laki-laki mereka kan waqafkan tanah di kampung untuk pebangunan mesjid. Sungguh nazar yang luar biasa. Mereka tidak akan menyesali yang penting doa mereka terkabul.

Benar saja, tidak lama kemudian istri Wandi hamil, semua gembira. Mereka sepakat tidak akan melakukan scan terhadap anaknya kali ini, semunya dibiarkan normal saja. Setiap hari Wandi tampak bersemangat, bahkan biasanya Ia pulang lebih cepat dari kantor untuk membantu istrinya menyiapkan warung makan mereka. satu bulan, dua bulan, dan sampailah bulan kesembilan penantian itu akan berakhir.

---

“Wandi!, bangun...bangun...sudah lahir!” Wandi melompot dikagetkan suara ibunya, rupanya ia tadi tertidur kelelaan menunggu. lamat-lamat Ia mendengar suara tangisan bayi dari dalam ruangan bersalin.

Suara pintu ruang persalinan terbuka. Seorang patugas berbaju putih keluar dari ruangan itu

“Pak Wandi, selamat ya, anak Anda Laki-laki” ucapanya sambil masuk kembali ke dalam ruangan bersalin

Tidak terperikan rasanya bagi Wandi, ia sujud syukur, doa dan nazarnya selama ini dikabulkan Tuhan, Ia memeluk ibunya, masuk mendampingii istrinya, mencium keningnya, dan tidak ketinggalan anak laki-lakinya. Seluruh isi WA, facebook, Twitter, dan telegramnya penuh dengan ucapan syukur sambil memposting foto-foto bayi lak-lakinya, Ini laki-laki ku, mana laki-laki mu postingannya suatu ketika.

Rasanya dunia ini sudah lengkap, Ia dan istrinya begitu gembira. Hari-hari mejadi menjadi indah, dan berwarna salling menyangi satu dengan yang lain. Sampai suatu hari itrinya bertanya kepada Wandi.

“Bang, anak kita sudah besar, bagaiman dengan nasar yang dulu kita ikrarkan” Kata istrinya mengingatkan akan nazar mereka bila anak kelima mereka laki-laki.

“Pekerjaan kantor akhir-akhir ini sibuk sekali, Aku belum ada waktu ke kampung bicara dengan Ibu dan kakakku” Wandi tidak terlalu menanggapi istrinya, memang kelihatannya ia sangat sibuk akhir-akhir ini, Ia sudah menjadi vice manager sehingga sangat sibuk, bahkan pulang kantornya pun kadang sudah larut.

Berkali-kali Istrinya mengingatkan nazar mereka, tetapi tetapi tetap saja Wandi menanggapi sekenanya saja, sibuk dan sibuk. Karena sudah capek mengingatkan Wandi, istrinya pun akhirnya berhenti mengingatkan Wandi, dan waktu pun terus berjalan.

Kini semua anak-anak sudah besar, anak perempuan pertamanya kini sudah bekerja di Bank Nasional, anak keduanya menjadi guru di TK dekat rumah, anak ketiganya berangkat ke luar negeri menjadi TKW, anak keempat juga menjadi guru SMA tetepi di daerah lain, dan anak laki-lakinya pamit minggu lalu ke Jakarta bekerja dengan teman-temannya.

Kini, Wandi sudah pensiun dari kantornya, umurnya sudah 58 tahun, Ia memilih membuka warung sendiri, serta pengembangan toko-tokonya di luar daerah. Alhamdullilah kehidupan Wandi kelihatannya baik-baik saja. Istrinya sudah tidak pernah menyinggung nasarnya, toh juga 5 tahun yang lalu tanah keluarga yang menurut Wandi adalah miliknya dijual kakaknya. Tentu saja Wandi tidak terima, masalah ini masuk pengadilan, dan Wandi kalah semua tanah itu akhirnya dilepaskan. Akhirnya Wandi tidak punya tanah dikampung untuk diwaqapkan untuk mesjid. Ya...sudahlah ini mungkin sudah takdirnya, tidak dapat memenuhi nazarnya, mudah-mudahan Tuhan mengerti, katanya pada istrinya suatu ketika.

“Bang, bagun, bangun!” suara istrinya yang panik membangunkan Wandi, merasa tubuhnya diguncang hebat, Wandi terbangun.

“Kenapa, Bu” Wandi bangun sambil mengucek-kucek matanya

“Baca surat anak laki-lakimu, Bang” istrinya menangis meleparkan surat yang sudah terbuka itu kepada Wandi.

Wandi dengan heran mengambil kaca mata, istrinya sudah berlari masuk kamarnya sambil berteriak-teriak, ini salahmu Bang, ini salahmu kemudian mengambil bantal menutupi kepalanya. Wandi benar-benar penasaran, ia segera membuka surat anak laki-lakinya dengan perlahan dan dibacanya pelan-pelan.

Ayah dan Ibuku tercinta di rumah, salam sayangku dari jakarta. Sudah lama aku ingin menyampaikan masalah ini. Tapi aku tidak berani. Kini umurku sudah 25 tahun dan aku rasa inilah saaatnya aku berterus terang kepada Ayah dan Ibu. mudah-mudahan Ayah dan Ibu dapat memaklumi masalahku ini. Sebenarnya sejak lepas SMP ke SMA perasaanku tidak seperti umumnya anak laki-laki lainnya, rasa sayangku sejak masa pubertas itu tidak pada perempuan tetapi pada laki-laki. Entah mengapa seperti itu, aku juga tidak tahu. Sungguh demi Tuhan, saya tidak mengetahui masalah ini, perasaan menjadi perempuan sangat nyata dalam diriku, kesukaan perempuan menjadi kesukaanku juga, semua yang dilakukan perempuan aku lakukan. Sampai ketika aku di Jakarta, aku bertemu dengan teman-teman yang sama denganku, rasanya ingin menjadi perempuan adalah pilihanku, dan dengan dana serta dukungan teman-teman akhirnya aku memutuskan melakukan operasi kelamin agar dapat menajdi perempuan seutuhnya, maafkan aku ayah dan Ibu...”

Surat itu belum selesai di bacanya, tiba-tiba dunia rasanya menjadi berputar-putar, semuanya mejadi gelap, dan Brakk...suara tubuh yang jatuh dan tidak akan pernah bangkit lagi.

---selesai---

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Hahhhaha..lucu...good pak..

16 Aug
Balas

Keren Pak Guru :)

16 Aug
Balas

meloncat loncat sambil teriak ... TIDAAAAAAAAAAAAKKKKKK

16 Aug
Balas



search

New Post