Iwan Kurnianto

Guru Matematika di SMP N 3 Bae Kudus. ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Dek Mben Kae

Dek Mbiyen Kae

Masa kecil adalah masa di mana kita banyak menyimpan cerita. Cerita yang selalu ingin kita ulang, ulang dan ulang lagi. Berapapun usia kita sekarang, dimanapun kita berada, cerita itu akan selalu terkenang. Tak peduli kisah pilu maupun lucu, semua tersimpan rapi.

Bagi kebanyakan orang, masa itu adalah istimewa. Tak sedikit yang telah mengabadikan itu. Walaupun sekedar gambar berwarna hitam dan putih, itu sebagai pengobat rindu.

Mandi di kali, menggembala kerbau, bermain layang di tanah lapang, itulah beberapa kenangan kita. Tak butuh kuota, tertawa bareng sudah luar biasa.

Seakan ingin kembali masa itu. Ingin kembali bermain kelereng, ingin kembali bermain bentik, dan ingin juga bermain plosotan di kali. Tak akan pernah terganti.

Kini sudah berbeda. Aku banyak mengingatnya. Ada deni, bege, bandem, justo, senen, pete, dan ada si botak. Semua kawan semasa kecilku.

Satu peristiwa yang tak mungkin kulupa sampai kapanpun adalah ketika jiwa corsa kami diuji.

Selepas pulang sekolah kami bertemu di tempat biasa. Kami menyebutnya base camp. Tempat ini berada tak jauh dari rumah. Di tempat itu biasanya kami bersendau gurau, bermain kelereng atau sekedar makan tebu yang baru saja kami ambil dari kebun tetangga.

Siang itu air sungai sedang naik. Waktunya cocok untuk berenang. Tanpa banyak bicara, kami berenam bergegas ke sungai. Setelah melucuti semua seragam, "byurrr", kami pun melompat sama-sama ke tengah sungai.

Selang beberapa saat, bege temanku membawa satu batang pisang besar ke sungai. Kami tak menyadari kalau bege dari tadi sibuk memotong pohon pisang besar milik Mbah Wito.

Tiba-tiba dari balik pohon muncul sosok wanita tua beruban," Wooyyy, cah ora nggenah!!!" Bentaknya.

"Enten nopo mbah?" Tanyaku sambil ngewel ndredek.

"Wit gedang apik-apik kok mbok tegori, karepmu pie??"Bentaknya lagi. Semakin ngewek kedua kaki mendengarnya.

"Ngapunten mbah, bege sing negor," jawabku ndredek.

Namun Mbah Wito yang terlanjur marah langsung mendekati sepeda ontel dan pakaian tempat kami meletakkan. Tanpa banyak taya, Mbah Wito mengambil dan merusak ban ontel kami. Sungguh tak berperasaan.

Kami berenam hanya diam saja di dalam sungai karen takut. Tak sehelai benangpun yang saat itu menutupi tubuh kami. Mau lari ke seberang malu, mau mendekat juga takut. Satu jam lebih kami terjebak di situ.

Hingga akhirnya kambing senen menyeberang, sebagai tanda waktunya pulang. " Waduh gimana ini," pikirku. Akhirnya kita buat kesepakatan, " menyerah atau lari malu bersama?" Kataku memprovokasi.

Akhirnya kita milih lari. Setelah melihat ada kesempatan, kita lari dari tempat itu. Kami menyeberangi sungai memutar lewat jalan lain untuk pulang. Harus melewati tengah kampung tetangga. Entah bagaimana nanti, lewati saja.

Teryata benar, seakan seperti sudah menunggu, banyak orang yang berada di luar sore itu. Antara malu dan ketakutan. Kami lari dengan sekuat tenaga, dengan tangan kiri menutup kemaluan. Asli maluuu sekali, isin banget rasane sampai saiki.

Jiwa corsa memang seperti itu. Tak kenal susah maupun senang, kita rasakan bersama. Satu tersakiti, yang lainya ikut sakit. Kali ini slogan kami teruji. Dalam gondal gandul tetap bersama. Sakiiiittt malunya.

Salam korsa kita, komando satu rasa saja.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Hahaha...kapokmu kapan, le...le. Pak guru, iku judule "Dek Mben Kae" atau "Dek Mbiyen Kae" ? Kisah seru yang tak mungkin terulang lagi. Tiap fase kehidupan kita lalui dengan ceritanya masing-masing. Semoga selalu ada ibrah di dalamnya. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah, Pak Guru.

18 Jan
Balas

Lho ibuk bahasa jawa to?

19 Jan

Ibuk, PuJaKeSuma....Putra Jawa Kelahiran Sumatera....hehehe.

19 Jan

Wah...pantes saja. Mantaf pokoknya Ibuk.

19 Jan

Ikuti petunjuk Bu. Cari judul nyleneh,hehehe. Salam sehat dan sehat kagem Ibuk.

19 Jan
Balas

Judulnya bagus, Pak Guru. Tetapi, maksud saya tulisannya itu lho. Judul yang tertulis di atas: " Mben" tapi di dalam "Mbiyen". Mungkin, salah ketik opo piye yo Pak? Hehehe. Opo memang ngono ? Barakallah.

19 Jan

Ngakak abis....Coba kalau pengalaman itu terulang lagi sekarang mungkin banyak yang lari karena melihat pemandangan yang "nggilani" itu...Sukses terus Pak Iwan...

19 Jan
Balas

Ampunnnn...hihihihi

19 Jan

Unforgetable experience...mantap dan mengasyikan. Salam sukses barakah.

19 Jan
Balas

Injih Pak

19 Jan



search

New Post