IRI PADA IBU SEPUH
Memasuki malam kedua puluh empat Ramadhan tahun ini jiwaku galau. Bagaimana tidak? Persiapan tuk menyambut sepuluh hari terakhir telah kujalani. Tugas koreksi pernah kulembur semalam suntuk agar sepuluh hari terakhir bisa fokus. Namun, Allah berkehendak lain. Memasuki malam kedua puluh empat ini batukku (yang kata dokter kemungkinan dipicu oleh debu) lumayan hebat. Sehabis berbuka, minum obat, tilawah hanya satu dua lembar (yang mestinya target satu juz) langsung kuhentikan. Membaringkan diri untuk istirahat barangkali dapat membantu meredakan sakit tenggorokan yang kata Bu Dokter terjadi peradangan.
Lamat-lamat kudengar azan isya’. Masih ingi melanjutkan istirahat dulu. Pelan-pelan kurasa seseorang membalutkan selimut di tubuhku. Barangkali beliau kasihan membangunkan dan membiarkanku tertidur. Berikutnya, kudengar lamat-lamat juga suara iqomah. Inginnya tetap melanjutkan berbaring. Tapi, terbetik asa untuk bisa laksanakan seperti yang lainnya. Shalat isya berjamaah dan tarawih. Apa kata dunia, jika karena sakit batuk saja menghalangi untuk beribadah?
Segera bergegas mengambil air wudlu. Pintu terkunci. Berarti sang suami sudah berangkat duluan. Pasti berniat tidak membangunkan. Kubuka pintu ruang tamu. Alhamdulillah, masih ada jalan keluar. Bisa ikut shalat isya berjamaah, meski menjadi makmum masbuq dilanjut tarawih. Namun, tilawah satu juz di masjid bakda tarawih terpaksa absen. Bahkan, witir tiga rakaat harus kulanjut di rumah.
Muncul rasa galau berikutnya. Haruskah ikut iktikaf untuk berikutnya? Rasanya amat sayang jika kesempatan dilewatkan. Saat-saat indah bisa merenung, merefleksi diri, bermuhasabah, memohon ampun yang mencampur-adukkan segala rasa. Terlalu sayang untuk dilewatkan.
Bagaimana dengan alasan kesehatan? Selama masih bisa diajak kompromi, mengapa enggak? Saat-saat yang amat indah, nyaman, tenteram akan kita dapatkan. Kenapa harus dilewatkan?
Alhamdulillah pukul 01.40 mata ini enggan terpejam. Tepat pukul 02.00 bisa berangkat ke masjid Baitul Qorib yang sangat dekat rumah. Saya iri pada sorang ibu sepuh yang telah hadir duluan. Usia 80-an telah bermunajad di hadapan-Nya. Tidakkah diri ini malu jika hanya berdiam diri di pembaringan?
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Aamiin3. Terima kasih Bu Raihana. Wa iyyaki.
Semoga sehat-sehat selalu ibu. Batuknya cepat sembuh. Aamiin yaa robbal alaamiin. Barakallah
Astaghfirullah.. Bunda sakit yaaa.. Syafakillah waja'alana minal muttaqiin. Aamiin.
Aamiin3