irwan uspia

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Menyongsong Sungai Harapan

Menyongsong Sungai Harapan

MENYONGSONG SUNGAI HARAPAN

Oleh : Irwan Uspia

Hari beranjak sore, matahari mulai berjalan menuju barat. Seiring burung-burung terbang menuju sarangnya. Angin darat berhembus menjadikan suasana semakin dingin, gema ayat- ayat suci terdengar dari puncak menara mesjid. Sesayup sampai suara seorang wanita terdengar membangunkan lamunan seorang pemuda yang duduk tak jauh dari tempat duduknya.

“ Bal, ndak ke mesjid? Hari lah hampir magrib, beko talambek lai?” kata ibu Iqbal. Sembari melihat jam dinding yang tepat di depannya

“ Wow, setengah jam lagi waktu magrib datang. Iya bu, Iqbal mandi dulu”.

Tidak berlangsung lama Iqbal telah siap untuk berangkat ke mesjid. Dengan gontai dia berjalan ke pintu seraya berkata kepada ayah dan ibunya.

” Yah, bu, Iqbal ke mesjid ya....pulangnya ntar selesai shalat isya. Rencana Iqbal singgah dulu di rumah teman ”.

” Tapi jangan terlalu malam pulang ya ” pinta ibunya.”Insya Allah bu” jawab Iqbal.

****

Malam itu adalah malam yang sangat berarti bagi Iqbal. Kenapa tidak ? karena malam ini adalah malam-malam menjelang Ujian Nasinal. Setelah itu ia memulai perjuangan menuntut ilmu di rantau orang. Sampai di masjid, Iqbal bertemu dengan salah seorang gurunya.

”Bal, gimana rencananya sekarang? kamu lanjutkan kuliahkan ? coba ajalah bal, rugi bal kalau kamu tidak kuliah?” kata ibuk Ema kepada Iqbal. Iqbal hanya merespon dingin, namun hatinya menangis. Ia seolah ingin berkata

” Ibuk, tak tahukah ibuk, bagaimana keadaan keluargaku, bisakah ibuk melihat kehidupan keluarga ku, aku hanya dari keluarga miskin buk, jangan untuk menyebut kata kuliah, mendengarnya saja, sudah buat diriku gementar. Dalam lamunan Iqbal membayangkan masa silam keluarganya. Keluarga kecil yang sangat sederhana.

” Hei, bal. Kok kamu bengong seperti itu? Gimana dengan PMDK kemarin, kamu isi tidak?” kata buk Ema lagi menghidupkan suasana.

” Ada buk” jawab Iqbal pendek.

” Kamu isi dimana” pinta buk Ema dengan penuh rasa ingin tahu.

” di IAIN, buk tapi tidak jurusan dakwah buk, Iqbal ambil jurusan baru di IAIN buk, jurusan Tadris program studi Matematika.” jawab Iqbal mencoba menjelaskan.

” Bagus itu bal, walaupun tidak jurusan agama, tapi ibuk yakin ilmu agama yang sudah kamu miliki dari MTsN dan MAN dulu tak kan hilang. Ibuk yakin itu. Tapi ibuk harap coba jugalah nanti memperdalam agama disana, rugi juga bal, kuliah digudang ilmu agama tapi tak dapat apa-apa.” Ayam mengeram di atas padi, mati kelaparan.( sungguh bodoh).

” Ya buk, Iqbal masuk mesjid dulu, udah hampir masuk maktu magrib.” pinta Iqbal mohon izin kepada buk Ema.

Iqbal mengurungkan niatnya untuk mampir di rumah famili ayahnya. Rasanya hatinya begitu pilu, mengingat cerita dengan buk Ema di mesjid tadi. Sampai di rumah, ia langsung menelentang di dipan kecilnya, di belakang lemari. Memang Iqbal keluarga yang sangat sederhana. Pikirannya kacau, perasaannya tak tenang memikirkan apa yang akan dihadapinya di hari depannya nanti. Ia menoleh kebagian kanan yang tepatnya di dinding lemari. Tertulis sebuah ungkapan dengan warna biru ” SUDAHKAH ANDA BELAJAR HARI INI? ” Iqbal hanya tersenyum kecil, dan segera ia ambil pulpen di meja dekatnya, lalu ditulis berdampingan dengan tulisan tadi, ” ”PERJUANGAN SUCI AKAN SEGERA DIMULAI.” Ia kembali memandang ke langit-langit rumahnya. Ia membayangkan betapa malang nasip keluarganya. Ia masih ingat ketika di SD dulu, ketika anak-anak seusia nya bisa belajar dengan lampu listrik, ia hanya belajar dengan bantuan lampu minyak tanah. Namun ia tetap bisa menjadi yang terbaik, semangatnya melebihi anak-anak yang lain. Walaupun kondisi yang begitu alami, namun Iqbal kecil ditemani oleh seorang ibu yang sangat menyayanginya, seorang ayah yang bijaksana dan seorang kakak yang suka mengalah. Tidak jarang kakaknya yang kena marah karena ulah Iqbal. Iqbal kecil tetap saja di bela oleh sang ibu tercinta. Seorang ibu yang berhati mulia, berhati bidadari, yang hari-hari keluarga begitu indah, rumah akan sepi jika beliau tiada, rumah terasa kurang jika beliau tak ada. Beliau wanita yang paling disayangi dan yang paling menyayangi Iqbal. Iqbal tersentak dari lamunannya. Hanya senyum tipis yang ada di bibirnya. Ia ingat lagi dengan semua tingkahnya masa kecilnya, yang selalu ingin ikut dengan ibu, bahkan makan selalu ingin disuapkan. Bahkan tidak jarang sampai saat ini, setiap kakaknya, ibunya dan ayahnya sedang makan, selalu ia buka mulutnya untuk minta disuapin. Hari ini bukan seorang anak kecil, namun tingkah kecilnya tetap saja hadir ketika ia berada di dekat ayah dan ibu tecinta. Ayah Iqbal bukanlah orang yang kaya, beliau hanyalah tamatan sekolah rendahan, namun semangat hidupnya melebihi seorang perwira tinggi. Walaupun ia hanya oang biasa, namun kemuliaannya luar biasa. Beliau semasa mudanya adalah pemuda yang selalu di mesjid. Jadi tidak salah jika beliau begitu bagus bacaan alqur’annya. Dari beliaulah Iqbal pandai membaca Al-qur’an. Beliau tidak hanya seorang ayah, tapi sekaligus guru mengaji. Begitu pula dengan ibunya, tidak hanya seorang ibu, tapi sekaligus menjadi guru agama. Bahkan waktu SD, Iqbal lebih memahami pelajaran agama jika dijelaskan ibunya dari pada dijelaskan oleh gurunya di sekolah. Ya benar jika beliau berdua di anugerahi pahlawan yang paling berjasa dunia akhirat. Akhirnya ia tertidur alam kenangan manis masa kecilnya.

Hari menjelang Ujian Nasional semakin dekat. Siswa - siswa di sekolah sibuk dengan persiapan ujian dan persiapan menuju kampus. Pagi itu, Iqbal terlambat sampai ke sekolah, karena angkot ke madrasah macet. Iqbal sampai di sekolah pas waktu bel berbunyi. Dari kejauhan ia melihat teman - temanya berkumpul di dekat papan pengumuman.

“Ada pa nto? Kenapa teman-teman ramai di papan pengumuman. Ada pengumuman apa ya?” ucap Iqbal kepada Anto, teman di sebelahnya.

”Nggak tau bal, mungkin pengumuman hasil PMDK? Balas Anto. Ungkapan anto bukannya buat Iqbal bahagia, tapi langsung saja ia terdiam dan ia merasakan ada perubahan dalam dirinya. Ia begitu lemas. Lemas akan hasil seleksi, tapi ia tidak siap menerima keadaan jika ia diterima namun ia tak bisa melanjutkan kuliah.

Ya Alllah....... desah Iqbal.

” Bal, kamu lulus. Selamat ya........” ucap Fahmi.

” Makasih” jawab iqbal pendek. Hatinya merasa pedih menerima ucapan selamat temannya.

” Bal, kok kamu gak sedikit pun bahagia dengan hasil seleksi ini. Kamu tidak suka matematika IAIN ya? sambung Efrianto.

Iqbal hanya memandang temannya itu dan dengan senyum di bibirya. Pak guru masuk kelas, kebetulan pagi itu lokal Iqbal belajar matematika. Setelah berdoa memulai belajar, pak Maizul berkata ”anak-anak semua, bapak lihat lokal kita ini banyak yang diterima di jurusan matematika IAIN, bapak harap kalian semua dapat melanjutkan profesi bapak sebagai guru matematika di masa depan kalian.**

” Bal, pak Maizul memanggil kamu keruangannya sekarang?” kata Hendri seraya berjalan mendekat kepada Iqbal.

” Ada pa hen, kok tadi di kelas beliau tidak kasih tahu aku” jawab Iqbal penasaran.

” Ya langsung saja tanya beliau, aku ke kelas IPS dulu” kata Hendri seraya beranjak jauh.

” Assalamulaikum” ucap Iqbal di depan ruangan pak Maizul.

” Walaikum salam, Iqbal, masuk-masuk” jawab pak Maizul penuh semangat. ” duduk bal, sebenarnya ada beberapa hal yang ingin bapak sampaikan kepadamu, pertama sekali ucapan selamat atas di terimanya kamu di jurusan Matematika. Bapak bangga , kamu adalah urutan teratas pada pengumuman tadi, kamu tau maksudnya bal” tanya pak Maizul.” mungkin tim penyeleksi lihat namaku dulu pak” kata Iqbal menegaskan.

” Oo, tidak hanya itu bal. Maksudnya adalah kamu orang pertama yang berhak diteima di jurusan Matematika dari sekian banyak siswa disini. Andai kamu tidak diterima, maka teman-teman kamu yang lain pasti juga tidak akan diterima.

”Yang kedua bal, kamu yang berangkat utusan kabupeten kita pada pertemuan tingkat provinsi kemaren kan? Tanya pak Maizul, seolah-olah ingin tahu. Iqbal agak sedikit bingung,

” maksud bapak yang mana? Kemaren kita berangkat bersama dengan teman-teman pada acara pramuka tingkat provinsi pak? Dan sebelumnya Iqbal juga berangkat utusan pada acara temu siswa berprestasi sesumbar di kanwil P& K. Jadi maksud bapak yang mana? Iqbal menjelaskan.

” Maksud bapak yang berhubungan dengan utusan siswa berprestasi se propinsi. Alhamdulillah bal, kamu adalah salah satu dari dua orang siswa kita yang mendapat bea siswa prestasi” kata pak Maizul.

Iqbal terpana, dan menunduk seraya mengucapkan Alhamdulillah. memuji keangunggan allah rabb pemelihara seluruh alam.

” Bal, uang ini setidaknya bisa kamu pergunakan untuk memantu biaya awal kuliah kamu, ” ucap pak Maizul lalu memberikan amplop yang berisikan uang ratusan ribu rupiah.

” Makasih banyak pak!” Iqbal menerima uang itu dan membubuhi tanda tangan di atas kertas yang telah disediakan pak Maizul. Lalu Iqbal mohon diri kembali ke kelas. Tidak selamanya hari ini akan hujan, sedetikpun sinar mentari membuai dunia jadi berseri.

****

Jam belajar usai. Bel tanda pulang berbunyi. Semua siswa madrasah pulang ke rumah masing- masing. Begitu juga dengan Iqbal. Ia pulang dengan wajah yang berseri-seri. Pokoknya hari ini beda dengan hari - hari sebelumnya. Ia berjalan meninggalkan sekolah dengan gontai. Ia menuju terminal Bis, dimana ia biasanya menunggu angkot.

” Aduh, kok angkot nggak ada yang kosong hari ini” upat Iqbal pada dirinya sendiri ketika ia melihat sebuah angkot lewat di depannya.

” Ya iyalah bal, sekarang kan hari kamis. Pasar mingguan kan” sambung Juliwis yang dari tadi juga menunggu angkot.

” Ia juga ya ” kata Iqbal pendek. Ia telah membayangkan bagaimana ia akan menceritakan pada ayah dan ibu tercinta tentang hal yang terjadi di sekolah hari ini. ” Pasti ayah dan ibu senang” ungkap Iqbal dengan senang hati.

” Bal, bal , bal. Itu angkot ada lewat. Mana tau nggak penuh “ ucap Juliwis.

“ Coba ja suruh minggir, kalau memang tidak penuh”.

Juliwis melambaikan tangannya, pertanda ingin menumpang angkot itu.. Angkot mendekat kerah mereka berdiri.

” Pasar baru diak, masih bisa ko ha. Masuak se lah ka dalam:” ucap sopir angkut kepada mereka.

” Ayo, bal. Kalau ditunggu lagi, bisa bermalam di terminal ini kita berdua” sambut Juliwis dengan senyuman kepada Iqbal yang masih ragu. Iqbal melangkah dengan keraguan, karena dari luar saja sudah sesak, apalagi masuk ke dalam angkot. Masya allah, ternyata benar pikiran iqbal. Kondisi angkot sangat penuh, ya tapi dari pada nggak jadi pulang, terima aja nasip ini. Kebetulan yang kosong hanya bangku serap di tengah angkot. Di sekelilingnya duduk siswi-siswi SMA.

” Ya allah, rasa di neraka aku rasanya ” jerik Iqbal dalam hati. ” sudah suasana nya sesak, yang di dalam ternyata siswi SMA yang cerewet, sehingga suara di belakang menjadi bergemuruh. Iqbal hanya diam menundukkan kepala, sambil berharap semoga sampai di rumah dengan segera. Ada suara yang membuat Iqbal terkejut dalam lamunannya.

” Bal, gimana hasil seleksi PMDK nya” kata seorang siswi SMA. Yang ternyata adalah teman Iqbal waktu SD.

” Alhamdulillah, lulus na” jawab Iqbal kepada siswi yang bernama Fina itu.

” Dimana isinya bal, IKIP kan? Lanjut Fina penasaran.

” Bukan, bukan IKIP, tapi IAIN ”

” Oooooo, mau jadi ustadz ya bal? Celoteh Fina.

” Mungkin juga, tapi nggak ustadz 100 % lagi? Jawab Iqbal dengan senyuman.

” Kok gitu, maksudnya” Fina penasaran.

” Aku ambil di IAIN, tapi jurusannya Matematika.”

” Kok gitu bal, kenapa tidak ke IKIP saja, kan lebih bagus” ucap fina lagi.

” Kata siapa bagus. Na, bagus itu relatif. Lagian kalu aku kuliah di IKIP paling jadi Einsten kelak. Tapi aku tidak ingin jadi einsten” kata Iqbal membela diri.

” Kan bagus einsten, ilmuan lho. Emangnya kamu mau jadi siapa?” pinta Fina.

” Aku....., ya paling tidak seperti Al-Khawarizmi lah. Selain sebagai ilmuan matematika juga sebagai ulama” . Iqbal jawab dengan penuh wibawa.

” Oo, bagus deh. Tapi sayang nya gini bal. Pas ngajar Matematika kelak, dua jam pelajaran. Satu jam dihabiskan buat ceramah aja”. Cemeeh Fina.

” Oo, itu masih kurang na. Kalau perlu dari bel pagi sampai bel pulang saja. Kamu tau tidak, kalau hanya punya ilmu pengetahuan saja tapi tak punya ilmu agama rugi besar na!”

“ Seperti sebuah kapal mewah yang berlayar di tengah lautan dalam, tiba-tiba datang badai besar sehingga tak tau arah kemana harus pergi. Hingga kapal itu tersesat. Tapi berkat sebuah kompas. Kapal itu tahu dimana posisinya dan tahu kemana arah tujuan awalnya.” lanjut Iqbal. Fina hanya bengong mendengar kiasan Iqbal.

“ Kapal mewah itu adalah ilmu pengetahuan”

“ dan kompas itu adalah ilmu agama” ucap Iqbal menjelasakan.

“ Ya lah pak ustadz” ucap fina pasrah dengan kekalahan adu argumen dengan Iqbal.

“ Udah hampir sampai tu” ucap Juliwis yang dari tadi hanya senyum-senyum kecill melihat perdebatan Iqbal dengan Fina.

“ Lagi promosi ya bal” ucap Juliwis pada Iqbal setelah mereka turun dari angkot.

“ Nggak juga, anak SMA itu harus dikasih pelajaran. Masa memandang agama sebelah mata. Memandang madrasah tak ada nilainya. Memandang IAIN terlalu hina.” cerita Iqbal dengan penuh kekesalan.

” Tadi aku hampir nyuruh mereka tutup aurat, tapi takut mereka pada tersinggung”

” Mereka itu wajar bal, kan mereka tak belajar. Mungkin mereka tidak tahu” ungkap Juliwis seolah membela siswi SMA yang buka aurat.

” Enak aja, emangnya sekarang awal dakwah rasul. Yang hanya disampaikan secara sembunyi - sembunyi kepada kelurga dekat saja”.

” Tidak, fren. Ayat Allah tentang suruhan menyampaikan kepada umat telah lama turun. Tidak ada alasan hari ini untuk tidak tahu ilmu agama.”

” Oke lah .......di sekolah hanya belajar 2 jam pelajaran. Apa mereka tidak bisa mendengar ceramah di mesjid. Menonton di televisi atau baca buku islami. Banyak cara sebenarnya wis, yang penting ada kemauan.” penjelasan Iqbal panjang lebar.

”Bal, tapi pernahkah kamu bayangkan........ yang tak tutup aurat itu ternyata ada anak madrasah juga.” ungkap juliwis.

”Iya juga ya, ....... barangkali mereka hanya belajar di madrasah, tapi hatinya tidak. Iblis saja bisa tinggal di sorga , tapi hakikatnya kan tinggal di neraka” balas iqbal.

” Kamu bisa saja..... tapi terlalu radikal. Ntar kamu dicap penganut islam radikal” ucap Juliwis lagi.

” Never mind....... dari pada dibilang tak beragama. Ha ha ha......” Iqbal mengeledkin Juliwis.

” Dasar........juru debat.........” Juliwis membalas.

Tanpa terasa Iqbal telah sampai dirumahnya. Dengan mengucapkan salam ia masuk rumah. Dengan perasaan tak sabar ia segera menemui ayah dan ibunya yang sedang berada di belakang. Ia memandang ayah dan ibunya. Ia tahu kalau ayah dan ibunya baru saja pulang dari sawah. Maklumlah kelurga petani. Setiap hari ayah dan ibu Iqbal bekerja di sawah untuk membiayai hidup dan sekolah Iqbal dan kakaknya.

” Lah pulang bal” ucap ibunda tercinta sembari memberikan senyum terindah pada anak sebuah hati.

” Lah bu ” jawab iqbal sambil meminum air kopi ayahnya yang terletak di dekat ayahnya.

” Hah, iko iyo sajuak rasonyo.” ucap Iqbal dengan bahasa daerahnya.

” Apo samba bu” ucap iqbal seraya membuka tudung nasi.

” Caliak ajo lah bal” ucap ibunya lagi.

” Hei, mantap mah” ucap Iqbal kegirangan. Karena sambal yang ada adalah sambal favoritnya.

Setelah meletakkan tas, Iqbal kembali ke dekat ayah dan ibunya di belakang.

” Ayah, ibu........... tadi hasil seleksi PMDK telah keluar hasilnya. Alhamdulillah Iqbal lulus di jurusan Matematika IAIN, bahkan nama Iqbal pada urut paling atas bu” ungkap Iqbal kepada ayah dan ibunya dengan sebuah kebanggaan.

” Oh ya......... Alhamdulillah” ucap ayah dan ibu Iqbal bergantian.

Wajah ibu Iqbal nampak berseri-seri mendengar cerita putra kesayangannya. Ibu Iqbal sangat paham tentang Iqbal. Kalau ia punya berita bahagia, sungguh girang dia bercerita. Tapi kalau ada masalah, ia paling sering berdiam diri. Ibu Iqbal sangat bangga dengan prestasi putranya. Belum lama ini Iqbal meraih juara umum di sekolah, kemudian utusan kabupaten dalam kegiatan pramuka, utusan siswa prestasi pada pertemuan siswa prestasi se propinsi. Sederetan prestasi telah diraih putranya. Apapun pinta putra nya untuk kemajaun selalu diikuti ayah ibunya. Namun hari ini ke depan ada tantangan besar yang akan dihadapi ayah dan ibu Iqbal. Iqbal akan tamat dari madrasah dan ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Sementara untuk keperguruan tinggi tidak sedikit uang yang di butuhkan. Dari cerita tetangga yang di dengar ibu Iqbal, bahwa untuk masuk kuliah saja orang menghabiskan uang jutaan. Bagi keluarga Iqbal, jangankan hutaan rupiah, untuk kebutuhan sehari-hari saja pas-pasan. Namun di balik itu semua, sangat disayangkan jika putranya yang punya kemauan tinggi akan putus sekolah. Akan jadi dia jika tidak sekolah.

”Akan ke sawah seperti ku” pikir ibu iqbal

” Tidak mungkin dan itu tak boleh terjadi” jawab hati nurani ibu Iqbal.

” Bu, kok diam” ucap iqbal keheranan.

” Oh, tidak” jawab ibunya sambil memandang ayah Iqbal.

Ayah Iqbal sangat paham maksud pandangan ibu Iqbal. Itu pertanda sudah saatnya ayah IQBAL bicara.

” Iqbal, ayah...ibu...sangat bangga dengan prestasi Iqbal selama ini. Dan sekarang ayah mau tanya kepada Iqbal, apakah sudah bulat keputusan Iqbal untuk kuliah?” ucap ayah Iqbal.

” Iya yah, appun yang akan terjadi, Iqbal harus kuliah. Iqbal harus bisa membuktikan bahwa keberhasilan itu bukan semata untuk orang kaya saja. keluarga seperti kita juga layak untuk sukses” ucap Iqbal dengan semangat.

” Bal, Iqbal tahu keadaan keluarga kita kan? Kuliah itu biaya nya besar bal? Okelah untuk biaya masuk ke perguruan tinggi, kita bisa jual sapi kita. Tapi untuk hidup kamu di rantau orang, bagai mana bal? Kami tidak mungkin bisa mengirimkan uang tiap bulan. Ucap ibu Iqbal dengan penuh haru.

” Bu, masalah sapi itu, jual saja. Kan dulu bea siswa yang dikumpulkan itu dan kita belikan sapi memang sengaja untuk persiapan masuk kuliahkan? jawab Iqbal.

” Iya. Ibu tahu itu. Tapi takkan cukup dengan uang itu saja bal?” ucap ibunya lagi.

” Ee iya. Tadi iqbal menerima bea siswa bu. Kan bisa kita pergunakan untuk tambahan uangnya. Dan tentang biaya hidup Iqbal di padang kelak. Iqbal akan tinggal di mesjid. Pokoknya bu, kita coba dulu . tak ada yang tak mungkin kalau kita mau berjuang. Iya kan yah.......” Iqbal menoleh ke ayah nya.

” Ayah dukung semangatmu bal” ucap ayah Iqbal memberi semangat.

” Ya udah, Iqbal keluar dulu” pinta Iqbal sambil berlalu. Ayah dan ibu Iqbal masih duduk ditempat semula. Pikiran ayah Iqbal melayang-layang teringat beberapa ungkapan yang disampaikan kelurganya. Suatu hari ayah Iqbal mampir ke rumah familinya yang tidak jauh dari rumah Iqbal. Tanpa disadari terjadilah dialog yang berhubungan dengan iqbal.

” Da, baa si iqbal, ka kuliah pulo inyo” ungkap salah seorang famili keluarga ayah Iqbal.

” Iyo itulah, kalau ka kuliah. Pitih dak ado, tap kalau dak kuliah ka jadi apo paja tu” ucap ayah Iqbal.

” Yo rugi tu, kalau Iqbal dak kuliah. Ka ka sawah. Ndak ka talok dek inyo do.” ucap adik ayah Iqbal.

” Kalau kuliah tu ndak saketek pitihnyo tu do, jan pulo beko patah di tangah. Ado anak pak man di ateh. Guluang lapiak di bueknyo.” ucap suami adik ayah Iqbal.

” sooooor” darah ayah Iqbal. Pikirannya ingin berbagi cerita. Namun yang di dapatkan bahkan kalimat yang melemahkan.

******

Keinginan Iqbal kuliah memang sempat jadi berita hangat di keluarga Iqbal dan keluarga ayah Iqbal. Pada saat bertemu dengan salah seorang kakak ayah iqbal, bukannya yang didapatkan semangat bahkan keinginan untuk menghancurkan semangat ayah Iqbal. Sebuah ungkapan yang sangat tidak layak di sampaikan seorang kakak terhadap adiknya perihal anak adiknya yang nota bene juga anaknya.

” kalau Iqbal kuliah, bisa jadi Bupati tu. Bisa-bisa kok nyo jual harato kito di baruah ko. Ungkapan kakak ayah Iqbal yang paling tua. Sebuah ungkapan yang sangat menyakitkan namun bisa menjadi cambuk bagi perjuangan Iqbal

****

Malam itu Iqbal tidak tidur, pikiran nya melayang-layang jauh ke depan. Sungai harapan harus di renangi, karena di seberang sana, kesuksesan telah menanti. Ia membayangkan betapa pahit hidup yang akan ia lalui. Namun ia tetap optimis dan yakin. Jika Allah menghendaki, apapun bisa terjadi. Manusia hanya bisa berusaha. Dalam kesunyian itu, ia menulis-nulis di atas kertas.

Ketika bumi terasa menyempit dikareanakan persoalan.

Ketika laut bergemuruh dan tiupan badai permasalahan menerjang

Ketika pintu-pintu permintaan telah tertutup dan tabir permohonan digeraikan

Ketika semua cara tak mampu menyelesaikan

Setiap jalan menyempit...............

Harapan terputus

Semua jalan membuntu.....

Ku hanya berseru........................

Ya Allah.............................

Ku ingat wajah engkau saat alam begitu gelap gulita

Dan wajah zaman berlumuran debu hitam

Ku sebut namamu dengan lantang disaat fajar menjelang

Dan fajar pun merekah seraya menebar senyuman indah...................

Ya Allah

Betapapun ku lukiskan keagunganMu dengan deretan huruf

Betapapun ku tuliskan kemulianMu dengan barisan angka

KekudusanMu tetap meliputi segalanya

Engkau tetap yang maha Agung.....

Sedang semua makna akan lebur, dan mencair di tengah keagunganMU

Duhai Rabby ku...........

Iqbal maulana

Akhirnya, tertidurlah anak manusia itu dalam perasaan yang penuh dengan harap menggapai kesuksesan dikemudian hari.

( Tidak suatu bencana yang menimpa di bumi dan (tidak pula ) pada dirimu sendiri melainkan dia telah tertulis dalam kitab ( lauh mahfuz) sebelum kami menciptakannya. ( Qs. Al-Hadid: 22)

Tinta pena telah mengering

Lembaran catatan telah disimpan

Setiap perkara telah diputuskan

Setiap takdir telah ditetapkan.

Apa yang buat kita benar

Takkan membuat kita salah

Apa yang buat kita salah

Tidak akan buat kita benar.

(”katakanlah : sekali-kali tidak akan menimpa kami, melainkan apa yang telah ditetapkanoleh Allah bagi kami..”) (Q.s. At-taubah :51)

****

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Paling berkesan bagian akhir kisah ini Pak Iwan. kalimat-kalimat yang memotivasi

19 Jul
Balas

terima kasih atas apresiasi nya

19 Jul



search

New Post