Inung Sektiyawan

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Waktu (Yang Katanya Tahun Baru)

Waktu (Yang Katanya Tahun Baru)

Adakah yang berubah di waktu (yang katanya tahun baru) sekarang ini? Apanya yang berubah? Semangatnya? Keadaannya? Perilakunya? Sikapnya? Prestasinya? Atau ibadahnya?

Perubahan yang selalu diharapkan setiap orang di pergantian waktu (yang katanya tahun baru). Tapi perubahan yang bagaimana? Yang lebih baiklah, begitu katanya.

Jika waktu (yang katanya tahun baru) dijadikan awal dari sebuah pengharapan, maka masih ada 350 lebih hari yang harus dijalani kelak. Masih panjang perjalanan itu.

Lalu adakah yang menjamin perjalanan kita sampai akhir waktu (tahun) ini? Atau hanya sampai tengah perjalanan? Atau hanya di awal awal perjalanan saja?

Yang pentingkan melahirkan sikap optimis terlebih dahulu. Bukan pesimis menjemput waktu (yang katanya tahun baru) ini. Begitulah mereka menjawabnya.

Jika saya berharap di tengah waktu besok atau bahkan saya berharap di akhir waktu kemarin, samakah harapan saya ini dengan harapan di awal waktu (yang katanya tahun baru) ini?

Pertanyaan-pertanyaan yang selalu hinggap di pikiran saya ketika melihat fenomena banyak manusia merayakan waktu (yang katanya tahun baru).

Saya heran, mengapa manusia-manusia itu gegap gempita merayakan waktu (yang katanya tahun baru) ini dengan begitu meriahnya.

Ah, anda kurang bergaul. Sedikit temannya pasti, hingga tidak ikut pesta pora perayaan waktu (yang katanya tahun baru) ini.

Mungkin juga, begitu jawab saya dalam hati. Karena melakukan perayaan atau tidak adalah sebuah pilihan. Lalu apakah pilihan ikut merayakan pergantian waktu (yang katanya tahun baru) dikatakan manusia yang banyak pergaulan?

Anda itu nyinyir saja ya melihat sesuatu yang tidak sama dengan pemikiran yang menjadi keyakinan anda. Begitu mereka mencemooh apa yang saya pertanyakan.

Bukan begitu maksud saya. Hanya “aneh” saja saya melihat manusia-manusia melakukan aktivitas di malam pergantian waktu (yang katanya tahun baru) ini.

Atau saya yang “aneh”, yang tidak ikut merasakan gegap gempitanya merayakan pergantian waktu (yang katanya tahun baru) ini.

Ah, sudahlah. Setiap kepala memang memiliki isi otaknya sendiri-sendiri. Tidak perlu dipermasalahkan. Perbedaan selalu ada dalam setiap kehidupan.

Benarkah? Lalu apa fungsi agama dalam menyikapi perbedaan-perbedaan ini? Bukankah agama itu mengatur kehidupan yang penuh dengan perbedaan?

Mengatur bagaimana? Eh, lha kok sampai bawa-bawa agama segala. Ini kan hanya masalah pergantian waktu (yang katanya tahun baru) saja.

Ya, kalo kita tidak bawa agama sama saja dengan atheis kan? Tidak percaya adanya Tuhan. Tidak mau di atur dengan aturan-aturan Tuhan?

Stop. Berhentilah ngoceh yang tidak ada gunanya. Saya mau tidur, lelah habis merayakan pergantian waktu (yang katanya tahun baru).

Tidurlah kawan, lelaplah tidurmu. Semoga khunul khotimah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap Kang,kalau yg aneh menurut saya adalah bahwa mereka rela begadang,mengeluarkan dan membakar uang demi menyambut malam pergantian tahun dengan menghabiskan uang yg jumlahnya fantastis

01 Jan
Balas

Aamiin...,Semoga husnul khotimah.

01 Jan
Balas



search

New Post