BELAJAR DARI PENDIDIKAN KARAKTER DI SINGAPURA
Pendidikan karakter untuk membangun identitas dan kepribadian bangsa bukanlah hal yang baru di Indonesia. Para pahlawan dan pendiri bangsa Indonesia telah memulai menerapkan semangat pendidikan karakter sejak lama. Perjuangan R.A. Kartini yang mengagas keseteraan pendidikan bagi pria dan wanita telah membuka mata dunia bahwa kebudayaan suatu bangsa akan maju apabila seluruh masyarakatnya berpendidikan.
Ki Hajar Dewantoro mengajarkan tiga falsafah pendidikan: ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Tut wuri handayani berarti dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan, ing madya mangun karsa menegaskan bahwa di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide sedangkan ing ngarsa sung tulada menganjurkan agar di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik.
Bung Karno membangun karakter semangat kemerdekaan untuk menghilangkan mental sebagai masyarakat yang terjajah. Selain itu, Beliau beserta pendiri bangsa lain mendasari bangsa Indonesia dengan pancasila sebagai ideologi dan karakter bangsa.
Pada saat ini Pendidikan Karakter kembali bergaung menjadi trend dan isu penting dalam sistim pendidikan. Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan karakter jelas tercantum didalam tujuan Kurikulum 2013 yaitu mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia sehingga menjadikan bangsa Indonesia yang cerdas dan dan kompetitif. Dalam Kurikulum 2013 disebutkan bahwa Pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Merujuk kepada hal diatas, sekolah sebagai institusi pendidikan yang berfungsi sebagai sarana belajar bagi para siswa hendaknya memahami bagaimana merancang program pendidikan karakter di sekolahnya masing-masing. Untuk itu tidak ada salahnya apabila kita belajar dari negara lain untuk menambah referensi mengenai implementasi pendidikan karakter. Negara yang bisa dirujuk adalah Singapura yang memiliki memiliki pencapaian siswa tertinggi dalam peringkat pendidikan internasional. Remaja Singapura menjadi yang teratas dalam tes di bidang matematika, membaca, dan sains dalam Programme for International Student Assessment (PISA).
Dalam pemikiran kita mungkin terbayang apabila sekolah-sekolah di Singapura menuntut murid-muridnya untuk berhasil dalam pencapaian nilai-nilai akademik. Ternyata pemikiran tersebut keliru, MOE (Ministry of Education) atau Kementerian Pendidikan Singapura menekankan pentingnya partisipasi siswa yang holistik dan seimbang diantara pendidikan karakter dan akademik daripada hanya mengejar pencapaian siswa dalam bidang akademik. Pendidikan diarahkan untuk lebih berpusat kepada siswa dengan tugas-tugas administratif yang lebih ringan dari sekolah (Mokhtar: 2011).
Nilai-nilai karakter yang dianggap penting untuk diajarkan kepada siswa ialah: (1) Nilai-nilai kepribadian untuk percaya diri, kesadaran terhadap diri sendiri; (2) ketabahan dan kebulatan tekad untuk sukses; (3) Nilai-nilai moral seperti: hormat, bertanggung jawab, kepeduliandan menghargai orang lain untuk menuntun agar menjadi seseorang yang berkepribadian sosial dan bertanggungjawab; (3) Nilai-nilai kewarganegaraan sebagai warga negara yang berpengetahuan, tangguh dan kuat yang dapat tetap bersatu untuk menghadapi krisis dan kesulitan yang mungkin terjadi dari waktu ke waktu (Mokhtar:2011).
Proses pendidikan yang lebih menekankan untuk menumbuhkan nilai-nilai karakter tersebut membawa hasil yang mengejutkan. Nilai pencapaian akademik siswa melesat naik ketika mereka tidak lagi merasa stress karena dinilai dengan cara dibandingkan dengan yang lain.
Hal tersebut merupakan bukti nyata bahwa meningkatkan perkembangan siswa secara holistik lebih efektif apabila dibandingkan dengan sistem yang hanya menekankan kepada penilaian akademik. Sistim pendidikan di singapura telah jauh melangkah untuk merubah pengejaran pencapaian akademik kepada memperluas kesempatan bagi siswa untuk menemukan minat dan bakat, mengembangkan keterampilan hidup, rasa ingin tahu dan cinta belajar. Ujian akademik menjadi masa lalu dan siswa didorong untuk mengekspresikan dirinya. Pembelajaran akademik diterapkan seiring dengan perkembangan karakter dan keterampilan hidup (Teng & Yang:2016).
Implementasi pendidikan karakter di singapura menegaskan pentingnya keterlibatan orang tua dan masyrakat untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada siswa. Diluar lingkungan kelas, diluar sekolah banyak hal yang bisa mengajarkan siswa sehingga nilai-nilai karakter perlu ditambah dan diperkuat oleh masyarakat dan orang tua (Mokhtar:2011).
Pendidikan karakter harus merupakan upaya kerjasama antara orang tua dan sekolah. Kedua pihak harus bergandengan tangan untuk memberikan nilai-nilai yang sama. Jika hal tersebut tidak terjadi, anak-anak akan menjadi bingung. Apa yang diajarkan oleh sekolah harus ditegaskan kembali oleh orang tua di rumah. Orang tua bisa terlibat aktif dan langsung didalam proses pembelajaran atau dengan memberikan waktu yang berkualitas untuk anak-anaknya di rumah (Yeo:2016).
Silabus Pendidikan kewarganegaraan dan karakter singapura menekankan pentingnya waktu dengan keluarga. Orang tua harus memainkan peran yang penting didalam menanamkan nilai-nilai yang baik kepada anak-anak. Didalam salah satu buku teks untuk sekolah dasar kelas 1 terdapat aktifitas yang dapat dilakukan oleh orang tua bersama anak-anaknya. Buku tersebut menganjurkan kepada orang tua agar menceritakan pengalamannya mengenai bersekolah kepada anak-anaknya. Orang tua bisa menceritakan apa yang mereka rasakan ketika hari pertama ke sekolah untuk menolong anak-anak mereka beradaptasi di lingkungan yang baru. Orang tua juga didorong untuk berbagi bagaimana cara membagi waktu kepada anak-anaknya (Lee:2014).
Setelah mempelajari pembahasan diatas, kita bisa melihat bahwa nilai-nilai pendidikan karakter di Indonesia tidak jauh berbeda dengan Singapura. Namun, pendidikan karakter di Indonesia belum sepenuhnya berjalan dengan sempurna. Sistim penilaian walaupun telah mengacu kepada tiga ranah, pengetahuan, keterampilan dan sikap tetap saja mengagungkan kepada nilai akademik pada akhirnya. Nilai-nilai pendidikan karakter walaupun tertera dengan jelas dalam kurikulum dan silabus belum tercermin dengan jelas pengintegrasiannya di dalam buku teks pelajaran. Keterlibatan orang tua dan masyarakat di dalam proses pembelajaran pendidikan karakter belum dilaksanakan dengan tepat dan terarah.
Pemerintah, sekolah, orang tua dan masyarakat sebaiknya bersinergi untuk mengimplementasi nilai-nilai pendidikan karakter. Membuat program yang memuat keterlibatan semua pihak didalam pelaksanaannya. Mengubah paradigma masyarakat yang lebih berorientasi kepada unggulnya nilai akademik dengan menunjukkan hasil yang lebih baik dari sistim pendidikan yang holistik. Sistim pendidikan holistik yang memadukan pendidikan karakter serta akademik dibuat jelas terlihat didalam kurikulum, buku teks, serta sistim penilaian.Dengan cara itu diharapkan apa yang dicita-citakan untuk membentuk manusia Indonesia yang seutuhnya akan segera terwujud.
REFERENCES:
Lee,P.(2014 January 2). New character and citizenship textbooks launched in schools. The strait times: Singapore
Mokhtar,F.(2011 September 22).MOE to focus on Character and education. Yahoo News room. Retrieved from https://sg.news.yahoo.com/moe-to-focus-on-values--character-education.html
Yeo,J.(2016 April 18).Are values taught or caught?. The strait times: Singapore
Teng,A. & Yang,C.(2016 April 17). Going beyond grades: evolving the Singapore education system. The strait times: Singapore

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Menarik sekali topik bahasannya bu Yuli. Satu sisi saya setuju, bhwa sbg sesama negara asia, singapura sdh jauh melesat meninggalkn kita terutama di dunia pendidikan. Namun, menurut sy, utk pengembangan karakter, terutama utk remaja, kita hrs bnr2 selektif. Benar, teenagers di singapura bagus dlm hal disiplin dan tata krama di sekolah. Namun, kehidupan mereka di luar sklh sdh bnr2 terpengaruh model kebarat2an yg memuja kebebasan tanpa batas atau sungkan. Menurut sy, karakter bisa dibentuk melalui dunia pddkn (di sklh) dan bs diterapkn dlm kehidupan sehari2. Hal yg kontrast justru sy temukn di singapura. Disiplin dan penuh tata krama di sklh namun liberal di luar sklh. Tapi maaf, ini mmg kesimpulan sy dr pengalaman hidup yg cuma sebulan di sana.
betul bu, pendidikan karakter kita karakteristiknya berbeda dengan negara lain. Maksud dari penulisan artikel ini hanyalah mengajak pembaca untuk mengambil hal yang positif dari sistim pendidikan karakter di Singapura. Memang betul remaja mereka bebas dalam hal pergaulan antara laki-laki dan perempuan tetapi ada aspek-aspek lain yang patut kita contoh, misalnya kedisiplinan, tanggung jawab, empati dan peduli dan hal lainnya. kita tidak bisa menutup mata bahwa kehidupan remaja sekarang di Indonesia pun miris, pergaulan antar laki-laki dan perempuan sudah bebas, kasus buang bayi meningkat, bullying marak, perkelahian antar pelajar yang berujung kematian belum reda, bahkan pembunuhan di lingkungan akademis. Apa Yang salah ?
Keren tulisannya mbak. Penting sekali utk menyampaikan hal-hal positif saat berkunjung ke negara lain. Tentu sj tdk semuanya bisa kita tiru krn ada nilai2 agama dan budaya dalam kita bertindak dan berperilaku. Semangat menulis ya. Semoga sukses selalu.
terimakasih, Bu atas motivasinya. Memang betul bu hanya untuk mengambil hal yang positif nya saja. salam Literasi.
Pendidikan karakter harus dimulai dari rumah, orang tua dan lingkungan keluarga. Penanaman moral, estetika dan segala yg bersentuhan dg tata krama atau sopan santun dimulai dr rumah. Contoh contoh yg diberikan keluarga akan tertanam lebih dulu di otak anak - anak, tapi sejauh mana dan sebanyak apa orang tua dapat memberikan waktu kepada anak-anaknya? Bukan masalah seberapa banyak tetapi makna dari waktu yg tersedia. Seringkali orang tua hanya sebatas bertanya tentang apa yg dilakukan anak-anak mereka tetapi jarang sekali yg memberikan penghargaan (bukan berupa materi) untuk kegiatan yg positif atau prestasi anak-anaknya. Sekolah (menurut saya) bukan tempat yg memberikan dasar karakter untuk anak-anak, tetapi sekolah adalah tempat bagaimana karakter yg sudah ditanamkan keluarga (yang positif) dapat dikembangkan dalam rangka pencapaian prestasi anak-anak.
betul sekali , ibu, itu yang termuat jelas dalam kurikulum pendidikan karakter di Singapura dan di dalam buku buku teks nya terdapat kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan dengan orang tua
Aduuh mbak ibggy ini ternyata jg pandai ya memaparkan sesuatu yg positif dan bs kita tiru untuk diterapkan di kehidupan sehari hari, hebat mbak makin berkualitas saja tulusan nya. Ditunggu tulisan berikutnya. Mksh sharing nya.