Tantangan Menulis Hari ke 173

#TantanganGurusiana#

****

Heri dan Nina terbangun oleh deringan telepon. Mereka saling pandang, dan berlari mengangkat telepon itu. Heri terdiam, kemudian terdengar desiran kalimat," Innalillahi wainna ilaihirojiun....".

Nina mendekat. Dadanya berdegup kencang. Heri merangkul istrinya, dan mendekap wajah Nina ke dadanya. Tanpa tanya lagi Nina menangis... menumpahkan kesidihannya itu di dada suaminya.

"Kenapa Ayah pergi... meninggalkanku tanpa kata". "Andaikan tak dibawa ke Padang, tentu Ia akan pergi dalam dekapku.... " isak Nina.

"Ssst.... nggak boleh ngomong kek gitu, semuanya udah diatur oleh Yang Maha Kuasa, empat perkara yang tak bisa kita tahu, jodoh ,maut, rezeki dan kelahiran. Heri mengusap air mata istrinya. Hari menunjukkan pukul 23.05. "Ganti baju, kita berangkat ke Padang," ucap Heri membimbing istrinya ke kamar.

Jalanan yang lengang. Heri dan Nina menyusuri jalan itu dengan kecepatan tinggi. Kota dingin mereka tinggalkan menuju Padang, dalam dekapan angin malam. Kendaraan yang berlalu lalang sudah mulai sepi. Sekali - kali mereka harus berpapasan dan mengiringi truk besar yang berjalan pelan, dan sulit untuk didahului.

Gigi Nina gemeretuk, karena dingin dan kesal. Ingin rasanya ia menolong suaminya untuk menekan pedal gas agar mobil kecilnya terbang dan mengalahkan semua pengguna jalan.

"Huh...," Nina menghela nafas panjang. "Ayah....," desahnya lagi. Andaikan malam itu ia bertahan tidak mengizinkan ayahnya dibawa kakak tertuanya itu ke kediamannya, tentu ia bisa melepas kepergian ayahnya .... ," Nina menyesali semua yang terjadi.

"Nin, baiknya ayah Uda rawat di Padang, soalnya daerah ini terlalu dingin, barangkali di daerah panas, sakit ayah bisa berkurang," ungkap kakaknya.

Nina diam dan menatap mata ayahnya yang sendu. Ia ingin ayahnya menggeleng, tanda keberatan. Namun Pak Syukri ikut diam.