Indartatik Susilo

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Menanamkan Nilai Kesetiakawanan di Sekolah

Menanamkan Nilai Kesetiakawanan di Sekolah

Pola hidup masyarakat Indonesia saat ini cenderung pragmatis dalam memandang setiap persoalan. Pragmatisme merupakan salah satu konsekuensi logis dari sebuah peradaban modern dimana masyarakat cenderung memegang sikap egois serta apatis terhadap lingkungan sekitar. Hal tersebut juga turut diperparah dengan adanya dampak negatif perkembangan teknologi dan informasi yang sekarang ini cenderung membuat kesetiakawanan sosial menjadi memudar. Fenomena ini membawa pengaruh kuat terhadap sikap dan perilaku masyarakat terutama bagi remaja. Fenomena meningkatnya kenakalan remaja yang diakibatkan lunturnya nilai-nilai kesetiakawanan diantaranya yaitu maraknya tawuran antar siswa, meningkatnya kasus perundungan, gaya hidup konsumtif, westernisasi dsb. Hal ini tentu saja sangat mengkhawatirkan bagi masa depan depan bangsa karena lambat laun akan menghilangkan ciri khas bangsa yang dikenal memegang teguh adat ketimuran.

Menurut Haryanto (2010), Kesetiakawanan adalah sebuah pranata sosial yang yang didalamnya terkandung ciri-ciri penting yaitu kepedulian, rasa sepenanggungan, kasih sayang, kebersamaan dan ketulusan. Sejak dahulu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki ciri khas tertentu yang tentu saja berbeda dengan budaya barat. Kebiasaan masyarakat Indonesia yang masih memegang teguh nilai-nilai kesetiakawanan yaitu sebuah kegiatan yang dilandasi semangat kebersamaan, kegotongroyongan, dan kekeluargaan tanpa pamrih. Lebih dari itu kesetiakawanan sosial merupakan salah satu ciri khas nilai-nilai jati diri bangsa yang luhur. Kesetiakawanan sosial merupakan nilai dasar dalam masyarakat yang harus digali,dikembangkan dan didayagunakan dalam mewujudkan cita-cita sebagai bangsa maju yang bermartabat. Meskipun saat ini kesetiakawanan sudah mulai luntur, namun semangat membangkitkan hal tersebut tentu tidak boleh hilang begitu saja. Kita tentunya berharap agar sekolah dapat turut berperan aktif dalam melaksanakan penamanan nilai kesetikawanan sosial tersebut.

Sekolah sebagai sebuah konsep memiliki dua pengertian yaitu yang pertama sebagai bangunan fisik dan segala perlengkapannya dan kedua sebagai proses atau kegiatan belajar mengajar yang diserahi kewajiban memberikan pendidikan. Pendidikan yang dimaksud salah satunya berupa penanaman nilai kesetiakawanan sosial yang secara konkret di implementasikan dengan kegiatan tolong-menolong, gotong royong, kerjasama, kebersaman, ketulusan, dan rasa sepenanggungan. Dalam hal ini tentu saja guru harus dillibatkan dalam menanamkan nilai-nilai kesetiakawanan. Tanggung jawab guru diataranya harus mampu mengajar kecerdasan akal tapi juga masuk ke ranah sosial sebagai bagian integral menyusun strategi moral berbasis sosial menyampaikan nilai kebaikan dan kebenaran dan mampu mengimplementasikan dalam sikap perilaku tentang kebaikan dan kebenaran.

Berikut ini beberapa kegiatan yang dapat dialkukan guru untuk memupuk rasa kesetiakawanan sosial di sekolah: pertama, melakukan masa pengenalan diri dan lingkungan pada siswa baru. Pada awal masuk sekolah siswa baru diminta untuk mengikuti kegiatan MPLS (masa pengenalan lingkungan sekolah) hal ini dimaksudkan agar tumbuh sikap saling mengenal, memahami sehingga menumbuhkan interaksi dan komunikasi. Sekolah sebagai sebuah komunitas sosial terdiri atas berbagai elemen dengan latar belakang yang berbeda, sehingga dengan adanya proses pengenalan baik antar individu maupun dengan lingkungan sekolah akan menumbuhkan kesadaran kolektif di dalam kehidupan masyarakat di sekolah. Melalui proses saling mengenal akan tumbuh suatu pemahaman tentang bagaimana seorang siswa dapat memposisikan diri sebagai bagian dari komunitas sekolah tersebut. Jika semua siswa memiliki kesadaran yang sama maka akan tumbuh kesadaran kolektif tinggi. Dengan tumbuhnya kesadaran kolektif yang tinggi maka rasa kesetiakawanan sosial di kalangan siswa akan mudah dibentuk dan dipupuk. Kedua, guru hendaknya mampu memberikan keteladanan. Hal ini sangat berpengaruh di dalam menumbuh kembangan karakter siswa. Mereka cenderung meneladani gurunya karena pada dasarnya secara psikologis pelajar memang senang meniru, tidak saja bukan hanya perilaku yang baik, tetapi juga perilaku yang buruk. Beberapa contoh sikap keteladanan guru yang dapat dilakukan diantaranya menyapa siswa, memperhatikan siswa terutama jika siswa tersebut terindikasi mengalami permasalahan seperti terlihat kurang sehat, murung, kurang percaya diri maupun kondisi lain seperti kekurangan ekonomi dsb. Guru yang mengajarkan sikap peduli terhadap orang lain akan cenderung mempengaruhi pola fikir dan sikap siswa di sekolah, karena mereka melihat langsung bagaimana gurunya mengambil sikap terhadap realitas sosial yang ada di sekitarnya. Ketiga, melalui pembiasaan perbuatan baik di sekolah seperti sumbangan/infaq, makan bekal Bersama serta piket kelas. Kegiatan pembiasaan berupa sumbangan terhadap korban bencana alam maupun siswa yang sedang mengalami musibah biasanya sudah menjadi kegiatan rutin di setiap sekolah. Sumbangan yang dimaksud tidak hanya berupa materi akantetapi juga turut mendoakan mereka yang sedang kesusahan. Dengan demikian siswa dapat memahami bahwa sebagai mahluk sosial mereka tidak akan dapat hidup sendiri tanpa melibatkan bantuan orang lain. Sekecil apapun bantuan yang di berikan akan sangat berharga bagi orang lain yang sedang memutuhkan uluran tangan. Kegiatan pembiasaan lain yang dapat dilakukan yaitu makan bersama dengan membawa bekal dari rumah. Selain bertujuan agar siswa belajar mensyukuri atas segala nikmat yang diberi Allah, kegiatan ini dilakukan dengan tujuan menciptakan kebersamaan dan meningkatkan persaudaraan dikalangan siswa. Mereka dapat saling berbagi dan berkomunikasi satu sama lain, Selain itu juga untuk menghilangkan kesenjangan antara siswa yang mampu dengan siswa yang tidak mampu. Dimana siswa yang mampu bisa membawa makanan dari rumah dengan jumlah lebih banyak sehingga dapat dimakan bersama dengan siswa lain. Sedangkan piket kelas selain bertujuan menciptakan lingkungan bersih dan nyaman juga mengajarkan cara berbagi tanggung jawab dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Sebagai sebuah tim, piket kelas mengajarkan budaya positif gotong royong yang bermakna kesadaran akan pentingnya sebuah kerjasama dan kepedulian satu sama lain.

Sekolah sebagai sebuah lingkungan pendidikan menjadi representasi dari lembaga yang bertugas menanamkan nilai-nilai karakter mulia. Sekolah juga menjadi lingkungan fisik dan sosial budaya yang harus secara konsisiten memberi ruang bagi siswa dan seluruh warga sekolah agar berkesempatan untuk berpartisipasi, bekerjasama membentuk kesetiakawanan sosial dalam kegiatan sehari-hari. Siswa dapat belajar nilai-nilai kepedulian sosial di sekolah yang selanjutnya berkembang menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi sebuah budaya positif. Lebih jauh lagi nilai-nilai solidaritas sosial tersebut akan melekat dan diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara kelak jika mereka sudah turun menjadi bagian anggota masyarakat. Tabik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post