Navigasi Web
Tuntut Ilmu Sampai Lanjut Usia
sumber gambar: google

Tuntut Ilmu Sampai Lanjut Usia

"Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina", demikianlah pepatah yang sering kita dengar. Sebagian orang menganggap pepatah tersebut adalah sebuah hadist, tapi tidak sedikit orang juga menganggap itu bukanlah sebuah hadist. Sebagai orang yang dangkal tentang ilmu agama, rasanya saya tak pantas untuk mempermasalahkan pepatah tersebut. Sebaliknya yang ingin saya bahas di sini adalah makna yang mendalam dari pepatahnya, terlebih tiga hari yang lalu, saya dan teman-teman mencoba belajar mengenal dan memahami media-media pembelajaran online. Sudah bukan lagi "tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina", tetapi "tuntutlah ilmu sampai lanjut usia". Saya mengatakan seperti itu karena beberapa dari teman saya usianya sudah tak muda lagi, bahkan dari mereka sudah menjelang purna tugas. Walaupun demikian kenyataannya tak menyurutkan mereka untuk tetap semangat belajar. Tak sedikit dari mereka juga tidak malu untuk bertanya terkait dengan kesulitan yang dialami ketika sedang belajar. Untung saja pemateri dalam kegiatan tersebut sabar, bukan suasana ketegangan yang tercipta, malah sendau gurau yang ada.

Belajar dari rumah mungkin akan diperpanjang, terlebih pandemi covid-19 sampai saat ini belum berakhir. Kami belajar mengenal dan memahami media-media pemblajaran online juga dalam rangka menyongsong wacana dari mas menteri pendidikan yang menginginkan pembelajaran online akan tetap diterapkan sekalipun situasi pandemi covid-19 nanti telah berakhir. Apa yang menjadi wacana dari mas menteri ini sempat menjadi perbincangan hangat di masyarakat, terlebih bagi para tenaga pendidik. Mas menteri mungkin tidak jauh melihat kenyataan di sekolah-sekolah bahwasanya masih banyak guru yang awam dengan media-media pembelajaran online, terlebih guru-guru yang sudah tak muda lagi. Guru-guru tersebut mungkin tidak akan terkendala dalam hal fasilitas, tapi mungkin akan kesulitan kalau harus belajar memahami penggunaan media-media online. Mereka akan mudah mengatakan merasa gaptek ketika diharuskan menggunakan media-media online dalam pembelajaran. Waktunya mereka yang sudah habis untuk keluarga, tak heran kalau mereka kurang semangat untuk belajar mengenal dan memahami tentang media-media pembelajaran online. Bagi saya mereka awam dengan media-media pembelajaran online itu wajar, karena mereka bertemu dengan era digital pada situasi yang tidak tepat. Mereka bertemu dengan era digital ketika usianya sudah tak muda lagi, dimana secara psikologis kemauan untuk belajarnya sudah menurun. Jangankan menggunakan aplikasi media-media pemblajaran online seperti google classroom, edmodo atau schoology, lhawong mereka bisa mengganti foto profil dan membuat status pada aplikasi whatsapp saja menurut saya sudah sebuah prestasi.

Saat ini memang sudah menjadi tuntutan kita semua agar mampu menggunakan peralatan-peralatan yang berbasis digital, terlebih hal itu ternyata membantu sekali dalam kelancaran berbagi jenis pekerjaan, tak terkecuali pekerjaan mengajar bagi seorang guru. Bagi guru yang usianya sudah lanjut memang harus digugah dan butuh semangat yang tinggi untuk mau belajar mengenal dan memahami tentang media-media pembelajaran online. Mereka sebenarnya bisa belajar dengan anak-anaknya di rumah. Saya yakin anak-anak mereka juga pasti sudah pintar dalam hal media-media online, hanya saja tak sedikit dari anak-anak mereka mungkin kurang sabar ketika harus mengajari orangtuanya. “Ibu ki radongdong”, “bapak ki le ngetik sue”, “wingi kan wes tak kandani langkah-langkah’e” demikianlah contoh-contoh kalimat yang keluar dari seorang anak atas luapan ketidaksabaran ketika sedang mengajari orangtuanya dalam penggunaan media-media online yang belum paham-paham. Terlihat tidak sopan memang, tapi menurut saya ini salah satu hal kemesraan yang terjadi antara orangtua dan anaknya ketika sedang belajar. Saya bisa bilang begini karena saya juga pernah menolak dengan alasan mau pergi mancing ketika bapak saya minta untuk diajari tentang penggunaan fitur-fitur pada handphone android. Alasan mau mancing tadi hanya formalitas, karena sebenarnya suasana hati saya sedang bad mood, yang kalau diteruskan bisa saja saya akan meluapkan ketidaksabaran saya dengan ungkapan kalimat-kalimat tadi. Pernah saya merasa gemes ketika bapak saya manggut-manggut sepertinya sudah paham dengan apa yang saya jelaskan, tetapi kenyataannya kok masih tanya terus? Pada situasi tersebut yang saya lakukan adalah memompa kesabaran saya agar tidak berbalik menjadi sebuah luapan emosi.

Dalam proses belajar butuh sebuah kesabaran, terlebih antara si guru dan murid terpaut umur yang jauh. Butuh komunikasi atau gaya bahasa yang mudah dipahami antar sesama. Saya masih ingat kata-kata dari senior saya yang mengatakan bahwa "orang yang pintar adalah orang yang bisa menjelaskan sesuatu (pengetahuan) dengan bahasa yang mudah diterima oleh orang lain". Tentu sebagai manusia pembelajar saya merasa masih jauh dengan itu, karena saya masih membuat bingung bapak saya ketika beliau minta belajar tentang penggunaan fitur-fitur handphone android tadi. Tak heran para orangtua lebih memilih belajar dengan orang lain daripada dengan anak-anaknya. Tak sedikit juga dari mereka rela untuk mengeluarkan uang guna mengikuti pelatihan-pelatihan yang sebenarnya anak-anak mereka menguasai materinya.

Saya sebagai generasi muda senang melihat generasi tua yang masih mau belajar, khususnya belajar mengenal dan memahami penggunaan media-media online. Mereka butuh dukungan dan belajar dari anak-anak muda dalam menghadapi tuntutan jaman yang sudah serba digital ini. Bagi anak-anak muda yang mempunyai intensitas kesabaran rendah, ketika sedang berbagi ilmu kepada para orang tua, tengoklah senyum gembira penuh makna dari raut wajah mereka ketika apa yang sudah kalian ajarkan telah dipahami. Senyum gembira mereka itu tanda bahwa keberadaan kita bermanfaat bagi orang lain. Apa yang sudah kita bisa mungkin kita akan menganggapnya hal itu sepele, tapi ternyata tidak bagi mereka, begitupula sebaliknya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Masyaallah tulisan yang saya tunggu mas Imam , ini perlu pembakar semangat utk yg tua2 dan uji kesabaran bagi yg muda2, teruslsh berbuat baik. Kerennn.

10 Jul
Balas

Tulisan amburadul bu. Pembakar semangat buat saya tentunya

10 Jul
Balas

Yang diulas pada paragraf terakhir sering kami temui. Salut pada semangat Bapak dan Ibu generasi tua untuk mengakrabi dunia digital ini. Adalah kita yang mestinya berbagi. Sip Pak.

14 Jul
Balas



search

New Post