Ilma Wiryanti

Ilma Wiryanti, mengajar adalah aktivitas sehari-hari saya. Namun saya punya hobi menulis dan berkebun. Hal yang juga menarik minat saya adalah masalah lingkunga...

Selengkapnya
Navigasi Web
Terkikisnya Unggah-Ungguh
unggah ungguh sumber gambar writingmovement.blogspot.com

Terkikisnya Unggah-Ungguh

Tadi siang, saya dan suami pergi ke peternakan lebah seorang teman di komunitas peternak lebah trigona. Suami sedang getol-getolnya belajar cara beternak lebah tanpa penyengat ini. Sehingga dia sering melakukan safari ke teman-teman yang telah lebih dulu dan berpengalaman dalam beternak.

Beberapa waktu yang lalu, kami juga mengunjungi usaha peternakan lebah, seorang teman peternak di daerah Kintamani. Saat itu cukup banyak ilmu yang di dapat, baik dalam cara memilih vegetasi yang tepat untuk sumber nutrisi lebah dalam menghasilkan madu dan pollen, juga cara memecah koloni yang sudah padat.

Namun kali ini, suami agak kecewa kelihatannya. Kerena peternak yang berada di salah satu lokasi di kabupaten Badung ini tidak banyak memberikan informasi. Bahkan terlihat mengacuhkan tamunya. Karena saat diajak bicara dia menjawab singkat-singkat sambil matanya tetap di layar gawainya. Itu terjadi sepanjang kami mengunjungi tempat tersebut. Sehingga suami memutuskan untuk segera pulang. Saat kami berpamitan pun dia tidak merespon dengan baik, matanya tidak lepas dari gawainya. Sambil menjawab “ya” dia terus melihat handphonnya.

Di mobil, akhirnya keluar juga uneg-uneg suami menanggapi sikap pemuda pemilik ternak lebah tersebut.

“Tidak punya unggah-ungguh,” kata suami.

Aku juga memberi penilaian yang sama terhadap sikap pemuda yang mungkin umurnya seumuran anak tertua kami. Padahal sebelumnya, suami sudah dapat mengontaknya melalui WA, bahwa suatu saat akan berkunjung dan belajar cara beternak trigona di tempatnya. Kebetulan dia lebih dulu beternak lebah, sekitar satu setengah tahun, sedangkan suami baru mulai sekitar enam bulan belakangan ini.

Kejadian ini mengingatkanku pada kejadian setahun yang lalu. Ketika itu aku ingin menggunakan jasa notaris untuk mengurus jual beli tanah. Saat itu aku dan kakak ipar mengunjungi salah satu notaris di kota Sidoarjo. Setelah dipersilakan oleh staf kantor notaris tersebut untuk masuk ke ruang notaris, kami segera menemuinya. Begitu masuk, sang notaris hanya menoleh sejenak, kemudian dia melihat layar gawainya. Saat kami sampai di kursi di depannya, dia mempersilakan kami duduk tapi matanya terus melihat gawai dan mengetik sesuatu di gawai tersebut.

Kami menunggu lama, karena dia masih asik dengan gawainya. Akhirnya kakak ipar berdehem. Barulah dia bertanya apa yang bisa dia bantu tanpa menoleh dengan tetap melihat gawainya. Melihat hal itu kami tetap diam. Menyadari kami belum juga berbicara barulah dia mengangkat kepalanya melihat kami dan bertanya keperluan kami.

Pulang dari urusan tersebut, Kakak ipar juga mengeluh tentang notaris tersebut yang tidak punya unggah-ungguh. Sebenarnya kakak ipar sudah menyenggol kakiku untuk mengajak keluar dan membatalkan menggunakan jasanya karena diacuhkan. Tapi untung, dia segera mengangkat mukanya.

Kedua kejadian itu membuat aku berpikir, “apa yang salah dalam pendidikan karakter anak-anak sekarang? “

Dimana salahnya pendidikan yang dilakukan oleh para pendidik? Pendidik di sini tidak hanya guru di sekolah, tapi juga orang tua di rumah dan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.

Mereka berdua ini orang yang berpendidikkan tinggi, tapi tidak tahu cara bertata krama dengan tamu. Karena si peternak lebah tersebut mengaku seorang dosen di sebuah universitas swasta. Apalagi sebagai pendidik tentu sikapnya itu sangat memprihatinkan.

Dulu, kita ingat, unggah-ungguh itu telah diajarkan orang tua kita sedari kecil. Bagaimana bersikap ketika ada tamu, bagaimana cara berterima kasih, jika melakukan kesalahan harus meminta maaf. Kepada yang lebih tua kita harus menghormati dan kepada yang lebih muda harus menyayangi.

Begitu juga orang-orang dilingkungan kita akan menegur bila kita tidak memiliki tata krama. Misalnya mendahului orang tua ketika berjalan, kita tidak permisi, akan ditegur supaya menyapa dan minta permisi. Atau saat diberi sesuatu tidak mengucapkan terima kasih pasti disuruh untuk mengucapkannya. Tatanan kehidupan ini menjadi pendidikan tata krama yang saling bersinergi dalam membentuk kepribadian kita.

Di sekolah, secara langsung ataupun secara tidak langsung guru akan menyampaikan tata krama ini. Baik langsung dalam bentuk keteladanan maupun dengan lisan yang diintegrasikan di dalam materi pembelajaran.

Tapi sekarang, mengapa unggah-ungguh ini mulai tergerus? Apakah orang tua ketika ditanya oleh anaknya tetap menatap layar HPnya saat menjawab pertanyaan mereka? Begitu juga dengan masyarakat dan guru di sekolah? Sehingga cara bersikap seperti itu yang dianggap benar oleh-anak-anak dan ditiru.

Bisa juga kita terlalu permisif dan tidak lagi menegur anak ketika berlaku tidak sesuai tata krama. Namun kalau nilai pelajaran matematika atau IPA mereka anjlok baru kita menegur mereka dengan keras? Kita lebih mementingkan nilai akademik mereka dibandingkan nilai akhlak mulia mereka?

Semoga menjadi keprihatinan kita bersama sebagai pendidik generasi muda bangsa. Tidak hanya guru, tapi yang lebih terpenting orang tua sebagai madrasah pertama anak dan tempat anak lebih lama berinteraksi dalam kesehariannya.

Begitu juga dengan masyarakat di lingkungan sekitar mereka memiliki tanggung jawab yang sama. Mari kita hilangkan sikap terlalu permisif kita bila melihat generasi muda melakukan hal-hal yang diluar tatakrama yang telah ada sejak dulu, bila kita ingin menyelamatkan generasi bangsa. Karena aklhak mulia lebih dominan menentukan keberhasilan dibandingkan kecerdasan intelektual belaka.

#TantanganGurusiana Hari ke 406

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Iya ya, Bu.. kita perlu pendidikan tata krama

28 May
Balas

Benar bunda. Spy anak-anak kita tdk kehilangan jati diri bangsa kita. Ttimks sdh hadir di sini Bunda.

28 May

Benar bunda. Spy anak-anak kita tdk kehilangan jati diri bangsa kita. Ttimks sdh hadir di sini Bunda.

28 May

Setuju pendidikan karakter dan sikap baik sering dinomer duakan. Nilai akademik sering diurus serius tetapi siswa dapat nilai baik dengan mencontek dibiarkan. Perilaku ber HP juga sering kita temua di masyarakat, walau berdampingan duduknya tetapi pikirannya sudah berjauhan lantara ada gawai ditangannya terus dipelototi. Salam literasi

26 May
Balas

Benar, Pak. Sikap generasi muda seperti itulah yang tadi kami temui, Pak. dan banyak peristiwa lainnya yang hampir seperti itu, dimana unggah-ungguh sudah mulai tergerus. Ini sangat memprihatinkan kita bersama.

26 May

aklhak mulia lebih dominan menentukan keberhasilan dibandingkan kecerdasan intelektual belaka. Tetapi kadang jenuh juga mengingatkan. Karena tidak semua orang telaten mengingatkan.

27 May
Balas

Benar bunda.

27 May

MaasyaAllah. Ulasannya sangat inspiratif. Saya sangat setuju, jika pendidikan karakter anak harus didahulukan tentang cara tatakrama terhadap orangtua, tetangga dan lingkungan sekolahnya. Semoga sukses selalu buat bunda dan keluarga

27 May
Balas

Trimakasih Bunda atas apresiasi dan suportnya.

27 May



search

New Post