Luka Lama di Cappadocia (23) Kumpulan Cerpen Rembulan di Atas Hagia Sophia
Luka Lama di Cappadocia (23)
Bulan purnama menyinari lembah Cappadocia, menari-nari di antara cerobong asap batu yang menjulang tinggi. Angin sepoi-sepoi membawa serta aroma tanah liat yang khas, membelai lembut wajah seorang pria yang tengah berdiri di pinggir tebing. Namanya, Rangga.
Matanya menatap jauh ke lembah, seakan ingin menenggelamkan dirinya dalam keindahan alam yang begitu memukau. Namun, di balik senyum tipis yang menghiasi bibirnya, tersimpan luka mendalam yang tak kunjung sembuh.
Cappadocia, tempat di mana ia pernah merasakan cinta pertama yang begitu indah, kini terasa begitu pahit. Di sinilah ia pertama kali bertemu dengan Aira, seorang gadis dengan mata sebiru langit Cappadocia dan senyum yang mampu meluluhkan hatinya. Mereka menghabiskan waktu bersama menjelajahi lembah-lembah yang menakjubkan, berbagi mimpi dan rahasia. Namun, cinta mereka kandas begitu saja, meninggalkan bekas luka yang mendalam di hati
Lima tahun yang lalu, Rangga di Cappadocia bersama Aira, kekasihnya. Mereka sangat bahagia, menjelajahi lembah-lembah, terbang dengan balon udara, dan membuat kenangan indah di bawah langit Cappadocia yang penuh bintang. Namun, cinta mereka kandas di tengah jalan.
Aira memilih untuk mengejar mimpinya di kota lain, meninggalkan Rangga dengan sejuta pertanyaan dan rasa sakit yang mendalam. Cappadocia, tempat di mana ia pernah merasakan cinta pertama yang begitu indah, kini menjadi saksi bisu dari patah hatinya.
Rangga mengeluarkan sebuah buku harian dari tasnya. Halaman demi halaman ia telusuri, membaca kembali kata-kata yang pernah ia tulis untuk Aira. Setiap kata seakan menusuk hatinya kembali. Ia ingat betul saat mereka berjanji akan selalu bersama, namun janji itu sirna begitu saja ketika Aira memutuskan untuk meninggalkannya..
"Kenapa cinta bisa sekejam ini?" gumam Arya lirih.
Rangga menghela napas panjang. Ia berjalan menyusuri jalan setapak yang berkelok-kelok, menuju sebuah gereja batu yang sudah berusia ratusan tahun. Di dalam gereja, ia menyalakan lilin dan berdoa. Ia memohon agar luka di hatinya bisa segera sembuh.
"Tuhan, aku masih mencintainya. Tapi aku tahu, dia sudah bahagia dengan pilihannya. Kenapa harus aku yang menderita?" lirihnya.
Setelah berdoa, Rangga keluar dari gereja dan kembali berjalan menyusuri lembah. Ia duduk di atas sebuah batu besar, menatap langit malam yang penuh bintang. Satu persatu, kenangan indah bersama Aira kembali berputar di benaknya. Ia tersenyum pahit.
"Mungkin, aku harus melupakannya," gumamnya. "Tapi bagaimana caranya?"
Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nomor yang tidak dikenal. Rangga ragu-ragu untuk mengangkatnya, namun akhirnya ia memutuskan untuk menjawab.
"Halo?"
"Rangga?" suara lembut itu terdengar di seberang sana.
Jantung Rangga berdebar kencang. Ia mengenal suara itu.
"Aira?"
"Iya, ini aku. Maaf, baru menghubungimu sekarang."
Rangga terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa.
"Aku... aku hanya ingin mengucapkan terima kasih," lanjut Aira. "Terima kasih atas semua kenangan indah yang kita buat bersama. Aku tidak akan pernah melupakannya."
Hati Rangga terasa teriris. Ia ingin sekali bertanya mengapa Aira menghubunginya sekarang, tapi ia tidak berani.
"Sama-sama," jawabnya singkat.
"Aku tahu ini sudah terlambat, tapi aku ingin meminta maaf atas semuanya. Aku egois. Aku hanya memikirkan diriku sendiri."
Rangga terdiam. Ia tidak menyangka akan mendengar kata-kata itu dari Aira.
"Tidak apa-apa, Aira. Aku sudah memaafkanmu."
"Terima kasih, Rangga. Aku harap kamu bisa bahagia."
"Aku juga berharap begitu," jawab Rangga lirih.
Setelah percakapan itu, Rangga merasa hatinya sedikit lebih lega. Meski luka lama belum sepenuhnya sembuh, setidaknya ia sudah bisa melepaskan beban di hatinya.
Rangga berharap bisa menemukan kedamaian yang tak pernah ia dapatkan setelah kepergian Aira. Setiap sudut Cappadocia mengingatkannya pada Aira. Batu-batu vulkanik yang unik, gereja-gereja bawah tanah yang misterius, dan bahkan aroma kopi Turki di kafe kecil di ujung desa. Semua itu seakan menjadi sebuah film yang terputar ulang dalam benaknya.
Rangga berjalan menyusuri jalan setapak yang dulu pernah mereka lalui bersama. Ia ingat betul saat itu mereka berpegangan tangan, tertawa riang sambil menikmati pemandangan matahari terbit. Kini, ia berjalan sendirian, langkahnya terasa berat.
Di sebuah bukit kecil, Rangga menemukan sebuah pohon pinus tua yang menjadi saksi bisu saat ia melamar Aira. Ia duduk di bawah pohon itu, memejamkan mata, dan membayangkan kembali momen indah itu. Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya, namun seketika air mata mengalir deras membasahi pipinya.
"Aku merindukanmu, Aira," gumamnya lirih.
Tiba-tiba, ia mendengar suara seorang wanita yang sedang menyanyikan lagu rakyat Turki. Suara itu begitu merdu, mengingatkannya pada suara Aira. Dengan hati berdebar, Rangga mengikuti suara itu.
Ia menemukan seorang wanita muda sedang duduk di tepi tebing, memainkan alat musik tradisional Turki. Wanita itu memiliki mata yang indah, mirip dengan mata Aira. Arya ragu-ragu untuk mendekat, takut jika harapannya akan pupus kembali.
Namun, rasa penasarannya lebih besar. Ia memberanikan diri untuk mendekati wanita itu.
"Lagu Anda sangat indah," ucap Rangga.
Wanita itu tersenyum. "Terima kasih. Anda orang Indonesia?" tanyanya.
Rangga mengangguk. "Saya sering datang ke sini. Tempat ini sangat indah."
Mereka pun terlibat dalam percakapan yang panjang. Wanita itu bernama Anya. Ia menceritakan tentang kehidupannya di Cappadocia, tentang keindahan alam dan budaya Turki. Rangga mendengarkan dengan seksama, merasa nyaman berada di dekat Anya.
Saat matahari mulai terbenam, Anya mengajak Rangga untuk menikmati pemandangan dari atas balon udara. Mereka terbang tinggi di atas lembah Cappadocia, menyaksikan keindahan alam yang begitu memukau.
Dalam keheningan udara malam, Rangga merasa hatinya mulai tenang. Luka lama yang selama ini ia pendam perlahan mulai sembuh. Ia menyadari bahwa meskipun cinta pertamanya telah pergi, masih ada banyak hal indah yang bisa ia nikmati dalam hidup.
Ketika balon udara mulai mendarat, Rangga merasa berat hati harus berpisah dengan Anya. Namun, ia tahu bahwa pertemuan mereka bukanlah kebetulan. Anya telah membantunya untuk bangkit dari keterpurukan dan membuka lembaran baru dalam hidupnya.
Saat kembali ke hotel, Rangga memandang ke langit malam yang penuh bintang. Ia tersenyum. Cappadocia tidak hanya menjadi saksi bisu kisah cintanya yang tragis, tetapi juga menjadi tempat di mana ia menemukan harapan dan kekuatan untuk move on.
Rangga meyakini setiap luka pasti akan sembuh dengan berjalannya waktu. Keindahan alam dan pertemuan dengan orang-orang baru dapat membantu kita untuk melupakan masa lalu dan membuka lembaran baru dalam hidup.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mohon kritik dan sarannya.