Ilma Wiryanti

Ilma Wiryanti, mengajar adalah aktivitas sehari-hari saya. Namun saya punya hobi menulis dan berkebun. Hal yang juga menarik minat saya adalah masalah lingkunga...

Selengkapnya
Navigasi Web
Batu Lado Terbelah Dua
Batu Lado sumber gambar pinterest.com

Batu Lado Terbelah Dua

Batu lado atau cobek di dapurku terbelah dua, pertanda apakah? Bukan pertanda apa-apa! Mungkin sudah sampai takdirnya menemaniku mempersiapkan hidangan untuk keluarga selama lebih kurang 20 tahun. Atau mungkin karena memang aku yang terlalu keras memukul jengkol di atasnya saat mempersiapkannya untuk membuat rendang jengkol.

Sudah sebulan batu yang setia itu terbelah, tapi aku tidak merasa kehilangannya. Kini untuk menghaluskan bumbu-bumbu atau membuat sambal aku mengandalkan blender. Selain lebih cepat hasilnyapun lebih halus.

Tapi jangan ditanya kalau ada bunda di rumah, Beliau tidak akan pernah mau menikmati sambal yang dihaluskan dengan blender.

“Tidak enak, jauh berbeda nikmatnya jika di ulek di atas batu lado,” kata Bunda suatu hari, saat aku membuat sambal yang cabenya aku haluskan dengan blender.

Aku ingat dimasa kecil dulu, bunda mengajarkan kami anak-anak gadisnya harus bisa mengulek cabe sampai halus, tanpa tersisa satu butir biji cabe dengan batu lado. Bila ulekan kami kurang halus maka akan panjang wejangan Beliau.

“Kamu membuat bunda malu nanti dengan mertuamu, nanti dikira bunda tidak mengajarkan kamu memasak.” Begitu salah satu wejangan yang akan keluar dari mulut beliau yang bertuah. Kerena itulah saat itu, aku bercita-cita tidak mencari ibu mertua dari Ranah Minang agar tidak membuat Bundaku malu. Hehe…

Bagi gadis Minang, memasak itu memang harus menjadi keterampilan yang prioritas. Karena banyak acara adat yang akan dibebankan nanti kepadanya bila sudah menikah. Salah satunya dalam hal menyiapkan hidangan yang telah ditentukan pakemnya untuk masing-masing acara. Dan tentu keberhasilan masakan itu tidak lepas dari batu lado untuk menghaluskan bumbu rempah khas masakan minang.

Memang aku akui, cita rasa masakan yang diulek secara manual dengan batu lado dibandingkan yang dihaluskan dengan blender sangat berbeda. Padahal kegiatannya dan bahan yang di haluskan sama. Entahlah, secara kimia apakah akan berbeda komposisi hasil akhirnya yang diulek dengan batu lado dan diulek dengan blender. Perlu kajian yang lebih mendalam lagi.

Namun terlepas dari hal rasa tersebut, budaya tradisional menyiapkan bumbu masakan dengan batu lado perlu juga kita lestarikan. Upaya itu, kini sudah mulai terlihat di restoran-restoran yang menyajikan sambal di atas meja langsung dengan batu ulekannya. Tampilannya terlihat sangat tradisional yang menghadirkan suasana pedesaan, sehingga kita terbawa pada suasana tersebut dan membuat selera makan menjadi meningkat.

Dulu jangan ditanya, jika batu lado naik ke atas meja, saat kita menghidangkan sambal. Tetua akan menegur kita, karena dikira kita adalah gadis yang pemalas mencuci piring. Sehingga tidak memindahkan sambal yang dibuat ke piring. Haha….

Masa telah berganti, pemikiran dan pandangan orang juga mulai bergeser. Karena terbiasa menemukan yang serba elektronik, kini orang rindu pada suasana tradisional yang membawanya pada suasana pedesaan.

Suasana tradisional inilah yang bersumber pada budaya kita di masa lalu. Setiap kita hendaknya bangga dengan budaya nenek moyang kita. Karena budaya itulah yang menjadi identitas kita yang membedakan kita dengan bangsa yang lain. Suatu ke khasan yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Budaya tradisional itu adalah kekayaan bangsa kita. Untuk itu, wajib bagi kita untuk menjaga dan melestarikannya. Terlebih di zaman modern yang membuat kita ingin serba praktis dengan barang-barang elektronik.

Batu lado sebagai salah satu warisan budaya nenek moyang kita. Jangan sampai hilang tersingkir oleh blender. Bisa-bisa kita kebakaran jenggot bila bangsa lain yang mengakuinya sebagai salah satu budayanya.

Kini aku sudah berencana untuk membeli batu lado yang baru. Aku bangga dengan perkakas itu, perkakas peninggalan nenek moyangku. Aku akui, batu lado memang membuat sambal menjadi lebih ciamik.

#TantanganGurusiana Hari ke 399

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya, Bunda. Salam literasi

19 May
Balas

Alhamdulillah, terimakasih atas apresiasinya, Pak. Salam literasi

19 May

Keren bucan....betul banget, bumbu di ulek dgn bumbu di blender rasanya jauh berbeda

20 May
Balas

Sama kita bunda, mmg rasanya lebih mantul yg diulek. Trims atas hadirnya Bucan.

20 May

Ulasan yang keren. Beli yang baru bun. Biar masakannya lebih enak lagi.

20 May
Balas

Insyaallah, mmg sudah niatnya begitu bunda. Jgn teknologi menyebabkan budaya kita menjadi hilang. Trims atas apresiasinya, Bunda.

20 May

Ulasan keren bunda, nanti batu lado barunya menjadi warisan dari bunda untuk anak2nya

20 May
Balas

Bunda Syarifah Masnaeni, iya bunda, warisan yang akan mengingatkan mereka betapa enaknya sambal yang dibuat bundanya di batu lado itu.

20 May

Pertanda waktunya beli baru hehehe

20 May
Balas

Hehe iya bun, mungkin dia lelah hehe....trims atas hadirnya bunda.

20 May

Salam literasi bunda

23 May
Balas



search

New Post