Ilma Wiryanti

Ilma Wiryanti, mengajar adalah aktivitas sehari-hari saya. Namun saya punya hobi menulis dan berkebun. Hal yang juga menarik minat saya adalah masalah lingkunga...

Selengkapnya
Navigasi Web
Assalamualaikum, Istanbul (2) Kumpulan Cerpen Rembulan di Atas Hagia Sophia

Assalamualaikum, Istanbul (2) Kumpulan Cerpen Rembulan di Atas Hagia Sophia

Assalamualaikum, Istanbul (2)

(Kumpulan Cerpen Rembulan di Atas Hagia Sophia)

Cahaya mentari pagi menyinari wajah Komang Khadijah saat pesawat mendarat mulus di Bandara Internasional Istanbul. Ia menarik napas dalam-dalam, menghirup udara pagi yang bercampur aroma laut dan rempah. Gadis Bali itu telah tiba di kota impiannya, tempat ia akan memulai babak baru kehidupan sebagai seorang mahasiswa.

“Assalamualaikum, Istanbul,” ucapnya lirih dengan senyum mengembang cerah. Dengan hati-hati ia menuruni tangga pesawat. Hatinya begitu lega, setelah perjalanan panjang yang dilaluinya, akhirnya sampai juga ia di kota impiannya.

Beasiswa yang didapatkan adalah impian yang menjadi kenyataan. Ia akan menghabiskan beberapa tahun ke depan di kota ini, menuntut ilmu di salah satu universitas terbaik Turki. Komang membayangkan dirinya menjelajahi setiap sudut kota, mencicipi kelezatan kebab dan baklava, dan tentu saja, belajar bahasa Turki.

Istanbul, dengan segala kemegahannya, menyambut Komang dengan hangat. Masjid Biru yang megah, Jembatan Galata yang ikonik, dan Selat Bosporus yang membelah kota menjadi dua sisi yang berbeda, semuanya tampak begitu nyata di hadapannya. Namun, di balik keindahan itu, Komang juga merasakan sedikit kegelisahan. Ia akan jauh dari keluarga dan teman-temannya, dan harus beradaptasi dengan budaya yang sangat berbeda.

Hari-hari pertama di Istanbul terasa berat. Komang, yang berasal dari desa Pegayaman, Buleleng Bali, kesulitan memahami bahasa Turki. Begitu juga dengan makanan yang hambar terasa asing di lidahnya. Iklim sejuk dan cenderung dingin jauh berbeda dengan iklim Bali yang hangat. Kerinduan pada keluarga dan kampung halaman seringkali membuatnya merasa kesepian. Namun, Komang tidak menyerah. Ia berusaha keras belajar bahasa Turki, bergabung dengan komunitas mahasiswa internasional, dan menjelajahi setiap sudut kota Istanbul.

Suatu hari, saat sedang berjalan-jalan di sepanjang Selat Bosporus, Komang bertemu dengan seorang pemuda Turki bernama Cemal.

"Merhaba!" sapa Cemal dengan ramah sambil tersenyum.

Komang yang terkejut, hanya bisa membalas dengan senyum tipis. "Merhaba," jawabnya pelan.

“Namaku Cemal. Senang bertemu denganmu." ucap kemal memperkenalkan diri.

"Senang bertemu denganmu, Cemal. Namaku Komang Khadijah." balas Komang memperkenalkan dirinya.

"Kamu dari mana? Bali? Wah, aku pernah mendengar tentang Bali. Pulau yang indah."

"Iya, Bali memang indah. Tapi aku rindu dengan makanan di sana."

"Kalau begitu, nanti aku ajak kamu ke restoran Indonesia, ya."

Komang mengangguk pelan. "Aku sedang merindukan rumah," akunya jujur.

"Aku mengerti," balas Cemal. "Aku juga pernah merasakan hal yang sama ketika pertama kali merantau ke kota besar."

Dari percakapan singkat itu, keduanya merasa nyambung. Mereka mulai sering menghabiskan waktu bersama. Cemal dengan sabar mengajarkan Komang bahasa Turki, sementara Komang memperkenalkan Cemal pada budaya Bali.

"Kamu tahu, makanan Bali itu sangat pedas," ujar Cemal sambil tertawa setelah mencoba sambal matah buatan Komang.

"Itulah yang membuat makanan Bali menjadi unik," jawab Komang sambil tersenyum.

Cemal adalah seorang mahasiswa sejarah yang fasih berbahasa Inggris. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, berjalan-jalan di taman, atau menikmati secangkir teh Turki di kedai-kedai kecil. Perlahan-lahan, benih-benih asmara tumbuh di antara mereka.

Namun, hubungan mereka diuji, ketika keluarga Cemal mengetahui bahwa putranya berteman dengan seorang gadis asing. Keluarga Cemal sangat tradisional dan tidak setuju dengan hubungan mereka. Cemal merasa terjebak di antara cinta dan kewajibannya pada keluarga. Sudah lama keluarganya mengatur perjodohannya dengan sepupunya.

Komang merasa sangat sedih. Ia tidak menyangka kedekatannya dengan Cemal akan berakhir seperti ini. Seseorang yang selalu ada untuknya. Kehadiran Cemal, membuatnya merasa tidak seorang diri di rantau orang. Namun, ia tidak ingin memaksakan diri. Ia memilih untuk menjaga jarak dengan Cemal.

"Cemal, aku tidak ingin membuatmu kesulitan," ujar Komang dengan suara lirih.

"Aku tahu," balas Cemal. "Tapi, aku tidak ingin kehilanganmu."

"Kita bisa tetap berteman, bukan?" tanya Komang. Cemal mengangguk pelan. "Tentu saja."

Dalam kesedihannya, Komang memutuskan untuk menelepon ibunya. Ia mencurahkan semua isi hatinya. Ia merasa sangat kesepian dan merindukan ibunya. Ia juga sangat rindu aroma bunga sandat dan menikmati pedasnya plecing kangkung. Ibunya memintanya bersabar dalam menyelesaikan pendidikannya. Ia memberikan semangat dan dukungan penuh pada Komang.

Setelah berbicara dengan ibunya, Komang merasa lebih tenang. Ia memutuskan untuk kembali fokus pada studinya dan melupakan Cemal. Dengan dukungan dari keluarga dan teman-temannya, Komang berhasil mengatasi semua rintangan yang menghadangnya.

Beberapa tahun kemudian, setelah menyelesaikan studinya, Komang memutuskan untuk kembali ke Bali. Sebelum pulang, ia ingin sekali bertemu dengan Cemal untuk mengucapkan selamat tinggal. Dengan perasaan campur aduk, ia mencari Cemal di tempat yang biasa mereka kunjungi.

Saat bertemu, Cemal mengungkapkan penyesalannya karena telah menyakiti hati Komang. Ia juga menceritakan bahwa ia telah memutuskan untuk mengikuti keinginan orang tuanya dan menikahi seorang gadis pilihan keluarganya.

Komang tersenyum mendengarnya. "Aku bahagia untukmu, Cemal," ujarnya tulus.

Mereka berpisah dengan perasaan haru. Istanbul telah memberikan banyak kenangan indah bagi Komang. Kota itu telah mengajarkannya tentang cinta, persahabatan, dan arti kehidupan. Meski harus kembali ke Bali, semangat Istanbul akan selalu tersimpan di dalam hatinya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren, Bun

02 Nov
Balas

Mohon kritik dan sarannya untuk perbaikan tulisan saya

02 Nov
Balas

Terimakasih, Bu Khatijah. Maaf namanya saya pakai ya hehe...Itu karena saya kangen jalan-jalan bersama Ibu lagi, seperti saat kita berkeliling malioboro. Smg suatu saat kita bisa jalan bersama lagi di kota-kota cantik lainnya di Indonesia.

02 Nov
Balas



search

New Post