Cinta Seenak Mujair Nyatnyat (Pentigraf 119)
Cinta Seenak Mujair Nyatnyat (Pentigraf 119)
Oleh I Ketut Widiastawa
T605#H2
Rumah makan mujair Nyatnyat Cengkik Kintamani tak pernah sepi. Di seberang jalan tampak pemandangan danau Batur yang memanjakan mata. Tempat makan di bangunan yang telah tua, hanya berjejer beberapa pasang kursi dan meja. Banguna seluas sekitar 9 x 5 meter terbilang sangat sempit, jika dibanding banyaknya yang berebut menyantap makanan olahan tradisional.
Aku sengaja memilih meja paling belakang dan sudut. Agar dapat melihat setiap pengunjung yang datang. Ya, ternyata ada sepasang anak muda yang datang dan duduk tepat di depan meja kami. Aku curi pandang. Aku perhatikan kedua sijoli itu. Rupanya sama sekali aku tak mengenalnya.
Tampak kedua insan berbeda jenis ini cuek dengan orang-orang di sekitar nya. Kemesraan tak pernah sirna mereka tunjukkan. Sambil menikmati menu jair Nyatnyat, mereka saling suapi. Anak-anak ku spontan menoleh pada kedua makluk Tuhan itu. "Cinta seenak mujair Nyatnyat," ujar anakku yang bungsu, seraya melempar pandangan tak suka.
Bangli, 2 April 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar