Siang itu selesai kuliah kupacu kuda besiku dengan riang. Hari ini kekasih hati berjanji memberi kejutan indah. Lantunan nada sumbang kunyanyikan tak peduli pada telinga orang yang tersiksa. Bukankah orang yang dilanda cinta sah berkata dunia serasa milik berdua bersama Arjuna. Sosok manusia berwajah tampan, humoris dan penyayang dialah Arjunaku, cinta pertamaku.

Malam beranjak pergi. Aku masih menunggumu dengan setia, walau wajah ini sudah bersimbah air mata. Entah berapa puluh panggilan yang kutujukan ke nomer handphonemu, nyatanya hanya suara Mbak operator yang setia mengabarkan nomer yang dituju tak bisa dihubungi. Arjuna... engkau di mana? Sungguh separuh hatiku kini merana. Ada desir di hati, ketakutan seakan meraja. Sekilas kilau berlian dijari manis mengingatkan akan ikrarmu untuk menua bersama.

Pagi menjelang, sebuah nomer baru mengirimkan gambar. Dunia berubah menjadi kelam. Wahai Arjuna ternyata engkau nyaman di pelukan seseorang semalam. Itukah kejutan indah yang ingin kau berikan? Teringat aku akan seruan seseorang, “Kirana, jangan kau bermimpi mendapatkan Arjuna, karena dia tak pantas untukmu”. Dahulu aku murka mendengarnya. Sekarang mataku terbuka, nyatanya Arjuna dan sahabatku hanyalah dua orang penghianat yang durjana. Di sudut kota seorang perempuan tersenyum sambil menyisipkan segepok uang sembari berkata, “terimakasih Nyai Dasima karena mantramu Arjuna takluk dipelukanku”. Masa bodoh dengan sahabatku, dia harus berkorban untuk kebahagianku, bisik hati angkaranya.