“Rahma habis ngintip siapa , kok matanya bintitan?” godaku siang itu pada Rahma saat OSPEK. Dia hanya tertawa sambil mencubit pinggangku. Seharian itu hanya bintit si Rahma yang jadi obyek keisenganku. Seniorpun tak mau kalah, mereka berlomba-lomba menggoda apalagi Kak Danu senior yang galaknya minta ampun tapi suka curi pandang ke arah teman baikku itu. Rahma si gadis manis dari Aceh. Konon katanya sudah 5 tahun tak pulang ke tanah rencong, hijrah ke Jogja sejak dari kelas 2 SMP.

Peluh bercucuran sehabis apel siang. Senior galak menyebalkan, kasih hukuman tak kira-kira hanya karena salah menafsirkan si batu manis yang maksudnya permen. Dengan lugunya ku bawakan batu berlapis gula pasir, siapa lagi kalau bukan ide dari mbak penghuni kos di lantai dua yang kutanya kemarin. Duh di kerjain ini. “Ikyu emut deh batunya, biar tambah manis dan awet muda ” ledek Rahma sambil tertawa terpingkal-pingkal. “Ke kantin yuk” ajakku padanya “sekalian cucimata, siapa tau ada kakak senior kece disana, biar bukan cuma sapi mandi aja yang kamu intip sampai bintitan” balasku lagi.

Malam minggu kelabu, dering gawai mengagetkanku. Luruh tubuh ini seketika mendengar suara di seberang sana. Rahma, tiga minggu tak bertemu wajah manismu terus memenuhi mimpiku. Engkau sudah berpulang, bintitan itu ternyata tumor ganas yang bersarang di mata indahmu.