Jembatan Kebanggaan Wong Kito (Jembatan Ampera)
Jembatan Ampera merupakan jembatan yang membelah sungai musi, yang menghubungkan masyarakat wilayah seberang hilir dan seberang hulu. Jembatan ini juga merupakan icon dari bumi Sriwijaya, yang terletak di tengah pusat kota Palembang, Sumatera Selatan.
Jembatan yang mulai di bangun pada April tahun 1962, merupakan hadiah dari Presiden RI pertama, Ir. Soekarno untuk masyarakat Palembang. Peresmian di lakukan pada 30 September 1965, oleh Letjen Ahmad Yani. Peresmian Jembatan Ampera ini merupakan tugas kenegaraan terakhir beliau, sebelum menjadi korban keganasan G30S/PKI pada tanggal 1 Oktober dini hari.
Sebagai ucapan terimakasih dan apresiasi masyarakat Palembang kepada Presiden Soekarno. Jembatan ini awalnya bernama Jembatan Bung Karno, tetapi Presiden Soekarno kurang berkenan karena tidak mau menimbulkan kecondongan individu tertentu. Dengan alasan inilah maka nama jembatan ini menjadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat).
Dari pelataran Benteng Kuto Besak (BKB), kita bisa menyaksikan keindahan jembatan Ampera. Terlebih lagi bila kita menikmati pada senja menjelang malam hari. Lampu yang menyala dari kedua sisi tiang yang berdiri dengan kokoh di atas jembatan. Ditambah dengan lampu kendaraan yang berlalu lalang di jembatan Ampera turut menghiasi, sehingga menambah keindahan jembatan tersebut.
Sambil menikmati keindahan jembatan Ampera dari pelataran Benteng Kuto Besak, di kawasan tersebut terdapat para pedagang yang menyediakan makanan dan minuman khas Palembang. Begitu pula di pinggir sungai Musi, bejejer kapal yang difungsikan sebagai pusat kuliner, yang di sini disebut warung apung. Makanan yang disajikan di warung apung merupakan makanan khas Palembang, diantaranya pindang ikan, pindang tulang, tekwan, model, laksan, pempek, dan minuman ringan lainnya. Harganya cukup terjangkau, misalnya pindang ikan dihargai Rp. 20.000 sudah sepaket nasi, lalapan dengan sambalnya. Makan di warung apung ini mempunyai sensasi tersendiri. Pengunjung dapat menikmati makanannya di dalam kapal yang bergoyang lembut, mengikuti arus sungai Musi dan terpaan semilir angin menyapu wajah dengan mesra. Mereka juga bisa melihat pemandangan yang khas yaitu hilir mudik kapal getek yang melaju membelah sungai musi
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
salam kenal kembali, semoga ada waktu bisa mengunjungi kota wong kito galo
Salam kenal dan salam literasi kembali
Kapan ya saya bisa ke situ?
Salam kenal dan salam literasi, Bunda.
Ulasannya mantab keren bu, salam kenal, salam literasi dan sukses selalu.