Mari Cubit-Cubitan
Pada pertengahan tahun 2016, seorang guru SMPN 1 Bantaeng dan SMP Raden Rahmat Sidoarjo ‘terpeleset’ dan harus berurusan dengan hukum. Kita tidak menyangka bahwa tindakan fisik seperti mencubit murid, sekalipun niatnya baik, bisa membawa seorang guru ke jeruji besi. Mencubit ternyata melawan hukum.
Kita tentu prihatin dengan kasus ini. Bagi para guru, tindakan orangtua memejahijaukan guru yang mencubit anaknya terkesan over-reacting. Mencubit, apalagi cubitan kecil yang mendidik, bukanlah over-acting yang harus diteruskan dengan pemerkaraan. Seperti yang dikeluhkan PGRI, mestinya orangtua cukup mengajukan komplain ke kepala sekolah, dan pihak sekolah memberikan teguran demi kebaikan si guru tersebut.
Rekan guru saya, seorang guru Mandarin expatriate dari Tiongkok pernah bercerita bahwa di negaranya hukuman fisik kepada siswa sudah lazim dilakukan, dan orangtua mendukung. Terlepas dari ketidakbaikan hukuman fisik, ada kolaborasi yang bagus antara sekolah dan orangtua di Tiongkok, sedemikian rupa sehingga mental anak-anak mereka tertempa dengan baik dari segala arah. Atlet Tiongkok yang tangguh, ulet, dan bermental juara adalah hasil dari pendidikan yang keras.
Hanya anak-anak yang dimanjakan orangtua yang akan ‘mati’ karena dicubit gurunya. Anak-anak manja cenderung menjadikan orangtua mereka sebagai tempat berlindung yang aman dari ancaman orang lain. Mereka merasa menang berada di bawah ketiak orangtuanya, tapi sebenarnya tidak belajar apapun tentang sikap tangguh menghadapi dunia luar.
Lebih parah lagi jika orangtua bersikap protektif, seolah-olah melindungi anak dari cubitan adalah langkah heroik. Orangtua kadang lupa bahwa tidak melindungi anak seringkali lebih berguna daripada membelanya. Ada saat tertentu dimana orangtua sebaiknya ‘membiarkan’ cubitan masyarakat menempa mental anaknya. Bangsa ini membutuhkan generasi yang kuat dan tangguh, sebab persaingan global semakin sengit.
Guru yang mencubit siswa, apapun alasannya, memang pantas dicubit; tapi tidak lantas harus dipukul dengan palu hakim. Ini ibarat mengusir ayam dengan pedang. Apa yang dilakukan guru-guru di Tiongkok memang tidak perlu ditiru karena hukuman fisik pada hakekatnya tidak bisa dibenarkan. Akan tetapi untuk hal-ikhwal mencubit rasanya lebay kalau harus berakhir dengan sanksi hukum.
Kasus guru mencubit mengingatkan kita pada syair lagu dari legenda Koes Plus di era 70-an.
“Cubit-cubitan, oh, cubit-cubitan
Senggol-senggolan, oh, senggol-senggolan
Genit-genit gadis sekarang
Kalau dicubit katanya sayang.”
Saling mencubit sebenarnya menjadi aktivitas yang fun manakala ditempatkan dalam konteks yang tepat dan bersahabat. Rasanya para guru, orangtua, dan siswa perlu belajar dari syair lagu ini, untuk tidak semata-mata memandang aksi mencubit sebagai tindakan ofensif yang menyinggung perasaan dan menghina. Kita perlu memaknai mencubit secara lebih dewasa, dan sepakat untuk saling mencubit sebagai ekspresi mengingatkan satu sama lain dengan kasih sayang, sebagai sesama anak bangsa. Tidak perlulah bergenit-genit membawanya ke ranah hukum.
Ketika Jepang kalah dalam Perang Dunia II, dan Hiroshima-Nagasaki luluh lantak. Kaisar Jepang hanya menyisakan satu harapan: Berapakah guru yang tersisa? Guru, termasuk di dalamnya orangtua yang berjiwa guru, adalah modal utama bagi kebangkitan suatu bangsa.
Para guru dan orangtua yang berjiwa guru harus saling bahu-membahu di tengah carut-marut pendidikan di negara kita. Mereka harus duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, berjuang bersama-sama dengan semangat saling mendukung, melindungi dan mengingatkan. Jikalau toh harus saling menegur, tetap harus dilakukan dalam spirit kemitraan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar