Hibatun Wafiroh

Biasa dipanggil Wafi. Nama lengkap Hibatun Wafiroh, Guru di SMPN 2 Lamongan. Sedang belajar dan ingin terus belajar di kampus kehidupan ini. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menjadi Guru Merdeka Belajar

Menjadi Guru Merdeka Belajar

“Buat apa ikut diklat-diklat begitu? Mau cepat jadi kepala sekolah? Atau mau jadi kepala dinas?”

Kalimat di atas dan kalimat-kalimat lain yang sejenis banyak terucap di tahun-tahun pertama saya menjadi guru. Bahkan saat berhasil berkarya atau menjadi juara, tak jarang dibilang cari sensasi. Seminar, diklat, workshop, dan jenis pengembangan kompetensi guru lainnya dianggap wajar-wajar saja jika itu instruksi dari dinas. Jika ada guru yang antusias terhadap hal baru atau ingin mengembangkan potensi secara mandiri dianggap sia-sia, menghabiskan energi dan biaya. Tanpa belajar, dengan mengajar semampunya, tetap rutin menerima gaji setiap bulan.  Cukup menikmati kenyamanan rutinitas, maka guru akan aman dari gunjingan.

Itu dulu. Saat pengembangan potensi masih menjadi miskonsepsi. Guru belajar lagi hanya jika ada pelatihan yang terprogram dari dinas pendidikan atau kementrian. Ya. Sekali lagi itu kondisi masa lalu. Kini kondisinya telah berbeda. Siapa yang tidak belajar, maka dia akan tertinggal. Siapa yang menunggu surat tugas baru mau belajar, maka tak akan bisa menikmati indahnya perubahan.  Sekarang ini eranya guru merdeka belajar.

Istilah merdeka belajar mendadak menjadi populer setelah disebutkan oleh Mas Menteri Nadiem Makarim. Istilah tersebut tertulis sebagai tagar di naskah pidato Mas Menteri pada Hari Guru Nasional tahun 2019. Publik mengatakan hal itu sebagai sebuah jargon. Benarkah merdeka belajar hanyalah sebuah jargon?

Konsep merdeka belajar sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Spirit kemerdekaan belajar dalam pendidikan di Indonesia sudah dicetuskan pertama kali oleh Ki Hadjar Dewantara.  Bapak pendidikan kita itu pernah berkata, “Kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap cara anak-anak berpikir. Jangan selalu dipelopori atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain.”

Merujuk pada konsep Ki Hadjar Dewantara tersebut, kemerdekaan bukanlah berarti bebas (freedom), tetapi kemerdekaan (independence) mengarah pada inisiatif dan cara dalam pencapaian tujuan. Demikian pula guru merdeka belajar. Pada proses pembelajaran, guru yang merdeka akan melibatkan siswa dalam menentukan tujuan pembelajaran. Pemahaman guru terhadap kondisi dan karakter siswa akan menjadi pertimbangan bagi guru untuk menentukan cara pembelajaran di kelas.

Saya pribadi mulai akrab dengan istilah merdeka belajar sejak dikenalkan oleh Kampus Guru Cikal (KGC)melalui Komunitas Guru Belajar (KGB) di beberapa daerah pada tahun 2017. Konsep merdeka belajar yang disosialisasikan oleh KGC melalui pelatihan-pelatihan atau diskusi daring bukanlah sekadar jargon. KGC menggambarkan guru yang merdeka belajar memiliki 3 hal, yaitu (1) memiliki komitmen yang tinggi pada tujuan, sesuai kebutuhan dan aspirasinya, bukan karena didekte pihak lain, (2) mandiri dalam menentukan cara yang efektif, dan (3) melakukan evaluasi dan refleksi.

Terlepas dari sama atau tidaknya konsep merdeka belajar versi KGC dengan versi Mas Menteri, saya senang dengan pernyataan Mas Menteri dan penyebutan berulang tentang konsep merdeka belajar ini. Paling tidak, hal ini menunjukkan komitmen dari Mas Menteri untuk mendukung para guru yang merdeka dalam mengembangkan diri. Dukungan tersebut sangat berarti bagi kami, para guru yang selama ini haus belajar.

Kini, meski masih tetap menunggu gebrakan-gebrakan kebijakan Mas Menteri terkait merdeka belajar, saya sangat bersyukur. Minimal guru-guru di lingkungan saya saat ini banyak yang antusias belajar tanpa menunggu surat tugas. Tak ada lagi gunjingan atau komentar negatif ketika ada guru aktif belajar. Yang senior dan yunior berbaur dan belajar bersama. Bahkan kami mengadakan workshop di sekolah sendiri dengan narasumber teman sendiri di sekolah atau biasa kami sebut sharing bareng.

Terkadang kami para guru sengaja duduk bersama  untuk memahami surat edaran menteri nomor 14 tahun 2019 tentang penyederhanaan RPP, saling berbagi praktik baik, atau belajar agak serius tentang inovasi pembelajaran. Seperti hari ini, Rabu (15/01/2020),  kami belajar bersama tentang konsep pembelajaran berbasis e-learning dan kelas digital dengan narasumber teman sendiri. Kegiatan yang semula direncanakan sampai pukul 14.30 WIB, ternyata berakhir pada pukul 15.30 WIB dengan kondisi peserta masih antusias. Alhamdulillah.

Merdeka belajar bukanlah sebuah jargon. Merdeka belajar bukanlah tentang motivasi ekstrinsik, tetapi motivasi intrinsik. Ketika peserta sudah menemukan motivasi belajarnya sendiri, belajar sampai pukul berapapun tak jadi masalah. Apalagi jika tujuan belajar bukan untuk egoisme pribadi. Semua akan terasa mudah dan ringan. Karena merdeka belajar bukan tentang siapa yang juara, tetapi bagaimana kita bisa meraih kemajuan bersama. Salam merdeka belajar!

 

Lamongan, 15 Januari 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Super sekali Bunda eksplanasinya

16 Jan
Balas

Terimakasih Bu Ima Yuliana. Mohon koreksinya ya.. Ini terus belajar

16 Jan

Setuju! Sukses slalu ya Bunda

16 Jan
Balas

Aamiin. sukses juga utk Bu Nurli Yanti

16 Jan



search

New Post