Hibatun Wafiroh

Biasa dipanggil Wafi. Nama lengkap Hibatun Wafiroh, Guru di SMPN 2 Lamongan. Sedang belajar dan ingin terus belajar di kampus kehidupan ini. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menata Hati dalam Bersinergi

Menata Hati dalam Bersinergi

Adalah hal yang lumrah ketika setiap kegiatan diposting di sebuah grup lembaga atau komunitas. Entah itu sekadar sebagai laporan atau bentuk dokumentasi. Akan tetapi perlu berhati-hati tatkala ada unsur lain yang menyertai. Jika hasil foto atau swafoto yang dilakukan pada setiap aktivitas ini diposting sebagai sikap menonjolkan diri atau butuh pengakuan orang lain, maka hati perlu ditata kembali. Apalagi jika ada unsur egoisme pribadi: “inilah saya”, “ini semua bisa terlaksana karena saya”, atau “sayalah yang menghandle semuanya”.

Ketika semua hal harus dikerjakan sendiri, itu bagus. Apalagi jika merasa mampu melakukan semuanya. Tetapi perlu diingat bahwa tidak akan pernah ditemukan pencapaian yang hebat dalam hidup ini tanpa sinergi dan kolaborasi. Apalagi jika ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Siapapun yang tidak mau bersinergi, merasa mampu dengan sumber daya seorang diri, hasilnya akan biasa-biasa saja. Bahkan bisa jadi tak bermakna.

Bersinergi membutuhkan kerendahan hati. Untuk bisa bersinergi perlu memendam ego diri dalam mengemban amanah. Dengan bersinergi, setiap pribadi akan berusaha memaksimalkan perannya. Memang tidak semua peran terlihat. Ada peran yang memang terlihat kasat mata. Ada juga peran yang tak terlihat orang lain, atau di belakang layar. Ibarat jantung dalam tubuh kita. Tak terlihat tetapi memiliki peran utama yang sangat penting.

Saat menjalani peran yang tak terlihat orang lain, setiap pribadi perlu memperkuat niat dan keikhlasan. Bayangkan jika semua ingin menonjolkan perannya. Ingin menunjukkan diri, ingin terlihat berjasa, ingin selalu tampil, dan butuh pengakuan. Tentu akan menjadi kacau.

Pencapaian besar sebuah tim memerlukan seni atau keterampilan tidak menonjolkan diri. Keterampilan ini baru bisa dimiliki jika satu-satunya harapan di hati adalah rida-Nya. Bukan pujian atau penghargaan orang lain. Sekali lagi, ini tentang hati. Dan hati yang bersih akan memperindah dan mempermudah perjalanan kita dalam mencapai tujuan bersama. Sebaliknya hati yang kotor atau berpenyakit akan terus memperlambat kesuksesan. Tak jarang hati yang kotor tersebut justru menghambat tercapainya tujuan.

Bagi hati yang bersih, tak akan peduli apakah perannya akan terlihat atau tidak di depan orang lain. Karena terlihat orang atau tidak, diakui atau tidak, itu hanyalah urusan duniawi. Apa yang dilakukan lillah. Hanya Allah tujuannya. Hanya Allah harapannya. Andaipun ada orang lain yang menghalangi langkahnya, Allahlah yang akan membantu dan mengangkat derajatnya.

Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, “Barangsiapa menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya, maka Allah akan cerai beraikan urusannya, lalu Allah akan jadikan kefakiran selalu menghantuinya, dan rezeki duniawi tak akan datang kepadanya kecuali hanya sesuai yang telah ditakdirkan saja. Sedangkan barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai puncak cita-citanya, maka Allah akan ringankan urusannya, lalu Allah isi hatinya dengan kecukupan rezeki duniawi mendatanginya, padahal ia tak minta,” (HR. Baihaqi dan Ibnu Hibban).

Mari kita terus memeriksa hati kita. Masihkah bersandar pada penilaian sesama, ataukah hanya berharap kepada-Nya? Semoga Allah menuntun langkah kita menuju rida-Nya. Aamiin

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post