LITERASI VS HOAX
Dewasa ini kita cukup sering mendengar istilah "literasi". Diawali pada Juli 2015, ditandai dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Salah satu hal pokok yang tertuang dalam peraturan tersebut ialah kewajiban membaca buku nonteks pelajaran selama 15 menit di sekolah, setiap hari sebelum jam pembelajaran bagi semua warga sekolah, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen) meluncurkan program yang menjadi prioritas dalam menumbuhkan budi pekerti dilingkungan sekolah yaitu Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Menurut Goody (1999), pengertian literasi dalam arti sempit adalah kemampuan untuk membaca dan menulis. Istilah literasi atau dalam bahasa Inggris “literacy” berasal dari bahasa Latin “literatus”, yang berarti "a learned person" atau orang yang belajar. Dalam bahasa Latin juga dikenal dengan istilah “littera” (huruf) yang artinya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Dengan kata lain pengertian literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis.
Sudah bukan rahasia umum lagi, sekarang ini muncul bentuk “teror” baru yang sangat meresahkan dan membuat gelisah semua khalayak umum terkait dengan pemberitaan palsu atau bohong. Unsur dan isi berita sering kali berdampak menggiring opini publik, membentuk persepsi, mengasut dan bahkan memecah belah keutuhan warga dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hoax (baca: hoks) orang lazim menyamakan istilah teresebut dengan pemberitaan yang tidak benar tadi. Menurut Wikipedia, istilah hoax adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/ pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, sedangkan sang pembuat berita tersebut menyadari sendiri bahwa berita yang disampaikan tersebut adalah berita palsu atau bohong. Kemudahan akses dalam memperoleh berita palsu menjadi ironi dari era perkembangan teknologi. DI era digital sekarang ini hoax bisa bergerak cepat hanya dalam hitungan detik, media sosial seakan menjadi “media” bertumbuh kembangnya dan kesuburan hoax di masyarakat.
Butuh kecerdasan bagi semua masyarakat untuk bisa mempercayai setiap isi berita yang diterimanya. Akan sangat berbahaya jika kita menerima berita yang belum tentu kebenarannya, kita percaya dan bahkan yang lebih menghawatirkan adalah ikut menyebarkan berita palsu tersebut dengan cara melakukan ”copy paste” berita tersebut ke beberapa media sosial, tanpa menyaring dan menelaah kebenaran dan kesahihan isi berita tersebut. Kita kadang sering kali terkecoh dengan judul yang menarik terkait dengan isu yang berkembang. Salah satu bentuk penangkal untuk memerangi dan menghentikan hoax adalah dengan melakukan gerakan literasi. Ya, literasi dianggap merupakan inti kemampuan dan modal utama bagi masyarakat khususnya generasi muda dalam belajar dan menghadapi tantangan-tantangan masa depan. Pembelajaran literasi yang bermutu adalah kunci dari keberhasilan generasi muda.di masa yang akan datang. “Kids jaman now adalah kids yang literate”

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
wow dahsyat
Agree with you, mantap. Lanjutkan!
Setuju