Hermuning Puspita Sari

Seorang guru SD di Pulau Maratua, juga ibu dua anak balita yang senang belajar. Lahir sebagai sulung dari tiga bersaudara pada 28 Desember 1990. Temanggu...

Selengkapnya
Navigasi Web
MEREKA RINDU SEKOLAH

MEREKA RINDU SEKOLAH

Oleh : Hermuning Puspita Sari

Sore itu bu Mun membuka gawai. Duduk santai ia di teras rumah. Benar-benar menikmati sore yang teduh. Bu Mun merasa lega. Anak sulungnya sedang ikut ayahnya membeli pulsa di warung sebelah rumah. Sedang si bungsu terlelap. Di momen seperti itulah bu Mun bisa santai bermesraan dengan gawai. Ia tengah menuntaskan rasa penasarannya dengan pentigraf.

Sesekali dipandanginya jalanan pasir di depan rumah. Banyak genangan air. Beberapa hari ini hujan memang sedang meneror kampung tempat bu Mun tinggal. Nyaris setiap hari. Sesekali terdengar suara beberapa anak kecil menjerit dan terbahak. Kemudian mereka berlarian melewati depan rumah bu Mun yang becek. Dua tahun menghuni rumah dinas itu tak banyak yang berubah di mata bu Mun. Hanya sekitar rumah tampak lebih hijau. Dan terdapat tiang listrik PLN menjulang tinggi tepat di pinggir jalan di depan rumah bu Mun. Namun masih sebatas penyejuk mata saja. Listrik belumlah menyala. Bu Mun menghela nafas. Tak ada yang progresnya cepat di Pulau tempat ia tinggal, batinnya. Ia pun kembali membaca contoh pentigraf dari gawainya.

Tiba-tiba seorang anak laki-laki mendekati rumah bu Mun. Ia memakai baju kaos bergambar salah satu tokoh kartun kesukaan anak sulung bu Mun, tayo. Celananya pendek di atas lutut. Anak itu telanjang kaki. Dengan nafas terengah ia menaiki rumah bu Mun yabg lebih tinggi beberapa meter dari jalanan. Bangunannya berdiri di atas batuan karang. Tentu saja ada karang, beberapa meter depan rumah bu Mun adalah laut lepas. Ia berhenti di bawah anak tangga. Sejenak memandangi bu Mun yang baru saja menegakkan kepala. Anak itu terlihat mengatur nafas, kemudian melontarkan sebuah pertanyaan yang klise di telinga bu Mun. Setidaknya untuk beberapa minggu ini. Hampir di setiap bu Mun berada di luar rumah dan bertemu anak-abak atau walimurid, selalu ditanyakan pertanyaan itu. Berulang-ulang. Sempat tercetus ide di kepala bu Mun untuk membuat pamflet berisi jawaban dari pertanyaan tersebut. Bu Mun seakan diteror. Ia teringat beberapa tahun silam diteror dengan pertanyaan "kapan menikah?". Pengalaman yang nyaris sama. Sederhana saja pertanyaan itu. Hanya tiga kata "bu, kapan sekolah?"

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post