Herlina

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Koneksi Antar Materi Modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi Modul 1.4 Budaya Positif

Koneksi Antar Materi Modul 1.4 Budaya Positif

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh. Salam dan Bahagia Bapak dan Ibu Guru hebat diseluruh Nusantara perkenalkan saya Herlina merupakan salah satu calon guru penggerak angkatan 9 (Sembilan) dari UPTD TK Pembina Negeri Lubuk Besar Kabupaten Bangka Tengah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Alhamdulillah Modul 1 Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) Angkatan 9 saat ini hampir dituntaskan. Saat ini saya mencoba menuliskan koneksi antar materi Modul 1.4 Budaya Positif. Merupakan suatu kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri bagi saya bisa menjadi bagian dari Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) ini, saya dapat bergabung dan berkolaborasi bersama rekan-rekan yang notabennya berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Banyak sekali ilmu yang saya dapatkan dari program guru penggerak ini. Saya belajar merefleksikan diri bahwa pembelajaran yang saya lakukan selama ini masih jauh dari kata sempurna, namun saya akan berusaha memperbaiki itu semua dan mengajak semua untuk senantiasa menjadi pembelajar sepanjang hayat, terus belajar dan semangat belajar karena tak ada kata terlambat dalam belajar dan tak ada kata berhenti untuk belajar dan berbagi. Sesuai dengan slogan para guru penggerak yaitu tergerak, bergerak, dan menggerakkan…

Kesimpulan tentang peran saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah.

Kilas balik mengenai apa saja yang sudah saya pelajari pada modul 1 ini. Pada modul 1 ini pembelajaran mengenai Paradigma dan Visi Guru Penggerak yang dibagi menjadi 4 (Empat) sub modul yaitu Modul 1.1 Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Modul 1.2 Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak, Modul 1.3 Visi Guru Penggerak dan Modul 1.4 Budaya Positif. Guru penggerak diharapkan akan menjadi pemimpin pembelajaran yang nantinya dapat mendorong tumbuh kembang peserta didik secara holistik, aktif dan proaktif yang mencerminkan profil pelajar Pancasila.

Pada modul 1.1 materi tentang Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional menurut Ki Hadjar Dewantara, saya mendapatkan pembelajaran yang sangat luar biasa bahwa tujuan utama pembelajaran tidak hanya terletak pada ketuntasan materi pembelajaran saja tetapi ada yang harus berubah dalam diri peserta didik yaitu nilai-nilai karakter dalam diri peserta didik harus berubah kearah yang lebih baik.

Setiap peserta didik itu unik dan memiliki karakteristik dan kodratnya masing-masing, dan tugas seorang pendidik adalah menuntun kodrat peserta didik agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan hendaknya sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Pendidikan merupakan tempat persemaian benih-benih kebudayaan. Pendidikan yang menghamba pada peserta didik. Dalam mendidik hendaknya menggunakan sistem among yaitu Ing ngarso sung tulodo (didepan jadi teladan), Ing madyo mangun karso (ditengah memotivasi), dan tut wuri handayani (dibelakang memberikan dorongan). Untuk mengembangkan sekolah atau proses pendidikan diruang kelas secara efektif dapat dilakukan melalui asas trikon yaitu kontinyu, konvergen, dan konsentris.

Pada modul 1.2 saya belajar tentang nilai-nilai dan peran guru penggerak. Dari filosofi pendidikan nasional menurut Ki Hadjar Dewantara tersebut, maka seorang guru harus mempunyai nilai dan menjalankan perannya agar mampu menuntun tumbuh kembangnya peserta didik melalui pembelajaran yang berpusat pada murid. Adapaun nilai-nilai guru penggerak yang harus dimiliki adalah berpihak pada murid, mandiri, kolaboratif, reflektif, dan inovatif.

Peran guru penggerak adalah menjadi pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi rekan kerja/guru lain, mendorong kolaborasi, mewujudkan kepemimpinan murid, dan menggerakkan komunitas praktisi.

Setelah memahami modul 1.1 dan 1.2, alur berikutnya adalah membuat visi guru penggerak yang telah saya pelajari pada modul 1.3. Seorang guru harus mampu membuat visi yang didasari dari impian guru terhadap peserta didik dimasa depan. Dari impian tersebut seorang guru membuat rencana dan alur untuk mencapai sebuah Impian dengan prakarsa perubahan yang didasarkan pada metode ATAP (Asset, Tantangan, Aksi dan Pembelajaran). Untuk mewujudkan visi tersebut dibutuhkan kolaborasi dengan semua warga sekolah, oleh karena itu dalam mewujudkan mimpi diperlukan langkah konkrit menggunakan motode Inkuiri Apresiatif (IA) dengan menerapkan tahapan B-A-G-J-A, tentunya dengan tujuan untuk menjaga daya dan kekuatan simultannya. Adapun Alur Inkuiri Apresiati (IA) melalui tahapan B-A-G-J-A dimulai dengan cara Buat pertanyaan (Define), Ambil Pelajaran (Discover), Gali Mimpi (Dream), Jabarkan Rencana (Design) dan Atur Ekseksusi (Deliver).

Berdasarkan penerapan tahapan B-A-G-J-A tersebut, akan muncul pembiasaan-pembiasaan positif di sekolah yang dikenal dengan “Budaya Positif”. Budaya positif ini akan menimbulkan rasa aman dan nyaman pada peserta didik dalam proses pembelajaran. Budaya positif juga dapat mendorong murid untuk mampu berfikir, bertindak, dan mencipta sebagai proses memerdekakan dirinya sehingga murid lebih mandiri dan bertanggung jawab. Didalam modul 1.4 ini saya memahami bagaimana mengelola penyimpangan akan nilai-nilai universal keyakinan sekolah dan bagaimana guru mengambil peran dalam kontrol manajer dengan menerapkan segitiga restitusi. Berikut beberapa materi yang sudah dipelajari di modul 1.4 yaitu:

1. Disiplin Positif dan Nilai-Nilai Kebajikan Universal;

2. Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi;

3. Keyakinan Kelas;

4. Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas;

5. Restitusi - Lima Posisi Kontrol

6. Restitusi - Segitiga Restitusi

Kesimpulan mengenai peran Saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak adalah

Kesimpulan mengenai peran saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah

Peran saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah dimulai dari pemahaman diri sendiri dan kemudian penyebaran pada teman sejawat tentang keyakinan kelas, lima posisi kontrol dan penerapan segitiga restitusi. Penyebaran ini saya lakukan dengan metode persuasif terhadap rekan sejawat. Sehingga nantinya penerapan disiplin positif bisa dimulai dari diri sendiri dan teman sejawat dan kemudian merambah pada warga sekolah, dengan tujuan agar dapat menumbuhkan budaya positif yang termotivasi dari dalam yang nantinya akan membentuk karakter peserta didik yang mencerminkan profil pelajar pancasila. Seorang guru yang baik harus memiliki kemampuan dalam mewujudkan budaya positif di sekolah. Budaya positif tersebut dapat dijalankan dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, memahami motivasi perilaku manusia berkaitan dengan hukuman dan penghargaan, posisi kontrol seorang guru, pembuat keyakinan sekolah atau kelas dan penerapan segitiga restitusi dalam penyelesaian masalah.

1. Disiplin Positif

Disiplin positif merupakan suatu cara penerapan disiplin yang mengajarkan anak bertanggung jawab dan menumbuhkan kesadaran diri berdasarkan nilai-nilai. Titik positif lebih ke arah disiplin pribadi yang dapat mengontrol diri dalam melakukan segala tindakan disiplin diri yang dapat membuat murid memahami dan menyadari berdasarkan motivasi internal bukan akibat paksaan, pujian ataupun hukuman.

2. Motivasi Perilaku Manusia

Terdapat tiga motivasi perilaku manusia diantaranya untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain dan untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Saat guru memahami ketiga motivasi perilaku manusia, maka guru dapat memilah motivasi perilaku apa yang ada pada diri peserta didik. Jika peserta didik memiliki motivasi perilaku untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman dan untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan maka motivasi yang ada pada diri anak masih berasal dari eksternal. Seorang guru harus berupaya untuk dapat menumbuhkan motivasi internal dalam diri peserta didik agar dapat memunculkan pribadi yang menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Sebaiknya hindari hukuman dan pemberian penghargaan berlebihan agar meminimalisir motivasi eksternal dalam diri peserta didik.

3. Posisi Kontrol Restitusi

Terdapat 5 posisi kontrol seorang guru yaitu sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, sebagai teman, pemantau dan manajer. Diantara kelima posisi kontrol tersebut sebaiknya seorang guru menggunakan posisi kontrol sebagai manajer. Sebagai manajer, guru berbuat sesuatu bersama peserta didik mempersilahkan peserta didik mempertanggungjawabkan perilakunya dan mendukung peserta didik agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Posisi manajer mengacu pada restitusi yang dapat menjadikan peserta didik sebagai manajer bagi dirinya sendiri sehingga tercipta identitas.

4. Hukuman dan Penghargaan

Pada dasarnya hukuman dan penghargaan itu sama, namun hukuman merupakan cara mengontrol perilaku peserta didik pada hal negatif sedangkan penghargaan adalah cara mengontrol perilaku peserta didik pada hal positif. Hukuman mengotrol perilaku seseorang dengan sifat memaksa, menyakitkan dan menciptakan identitas gagal, sedangkan penghargaan merupakan bentuk pengendalian perilaku seseorang dengan suatu benda atau peristiwa yang diinginkan. Namun pada sejatinya pernghargaan dan hukuman adalah cara mengontrol perilaku murid yang secara tidak langsung menghambat potensi. Dimana dalam jangka waktu tertentu hukuman dan penghargaan akan berdampak pada ketergantungan serta mematikan motivasi instrinsik.

5. 5 (Lima) Posisi Kontrol

Ada 5 (lima) posisi kontrol guru yaitu: Penghukum, Pembuat rasa bersalah, Teman, Pemantau, dan Manajer. Posisi kontrol yang diharapkan ada pada diri seorang guru adalah posisi manajer.

6. Kebutuhan Dasar Manusia

Kebutuhan dasar manusia merupakan kebutuhan yang sangat primer pada diri manusia, pada dasarnya setiap peserta didik yang menyimpang dengan nilai-nilai kebajikan atau melanggar sebuah keyakinan, pada dasarnya peserta didik tersebut tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan dasarnya. Ada 5 (lima) kebutuhan dasar manusia yaitu: Kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), Kebutuhan kasih sayang dan rasa diterima (Love and belonging), Kebutuhan penguasaan (freedom), Kesenangan (fun), Pengausaan (power)

7. Keyakinan Sekolah atau Kelas

Guru berperan dalam mewujudkan terbentuknya keyakinan sekolah atau kelas. Dengan adanya kesepakatan antara guru dan peserta didik. Keyakinan sekolah atau kelas berupa pernyataan-pernyataan universal yang mudah diingat dan dipahami yang harus diterapkan di lingkungan sekolah.

8. Segitiga Restitusi

Dalam penyelesaian masalah, guru yang berperan sebagai manajer menggunakan segitiga restitusi dalam penyelesaian masalah. Melalui tiga tahapan yaitu Menstabilkan identitas (Stabilize the identity), Validasi Tindakan yang salah (Validate the misbehaviour), dan Menanyakan keyakinan (Seek the belief). Tujuannya adalah menghasilkan murid yang mandiri dan bertanggung jawab.

Keterkaitan antara materi budaya positif dengan 3 materi sebelumnya adalah dengan menjalankan budaya positif di sekolah, maka akan mempermudah dalam tercapainya tujuan pendidikan nasional yang sesuai dengan filosofi pendidikan nasional menurut Ki Hajar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak pada peserta didik dan bersifat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat diantaranya berpihak pada murid, mandiri, reflektif kolaboratif dan inovatif.

Budaya positif dapat terwujud dengan mendorong kolaborasi antara semua warga sekolah. Dengan adanya keyakinan sekolah yang harus disepakati dan dijalankan bersama. Salah satu perubahan yang diinginkan sesuai figur seorang guru penggerak adalah terbentuknya budaya positif. Agar diperoleh sekolah yang nyaman, aman dan berpihak pada murid untuk mewujudkan visi guru penggerak tersebut dengan pembuatan prakarsa perubahan sesuai filosofi Ki Hajar Dewantara dan profil pelajar pancasila. budaya positif pun dapat terwujud dengan mendorong kolaborasi antara semua warga sekolah dengan adanya keyakinan sekolah yang harus disepakati dan dijalankan Bersama. Salah satu perubahan yang diinginkan sesuai fitur guru penggerak adalah terbentuknya budaya positif agar diperoleh sekolah yang nyaman aman dan berpihak pada peserta didik.

Saya sudah memahami konsep-konsep inti dalam Modul budaya positif berkaitan dengan disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas dan segitiga restitusi. Seluruh konsep inti tersebut diwujudkan dalam tindakan dan dibagikan pada rekan guru di sekolah.

Hal-Hal menarik yang saya pelajari dari pemahaman pada materi adalah:

Hukuman dan penghargaan. Pada awalnya saya memahami bahwa hukuman merupakan tindakan yang sangat saya hindari, karena dengan hukuman bisa mematikan motivasi peserta didik, dan saya sangat meyakini bahwa penghargaan adalah suatu tindakan yang dapat memotivasi murid sebagai bentuk apresiasi tentang perilaku baik peserta didik. Ternyata setelah saya mempelajari modul 1.4 ini hukuman dan penghargaan sama-sama bisa mematikan motivasi intrinsik peserta didik, dan pada jangka waktu tertentu penghargaan akan membuat peserta didik ketergantungan.

Keyakinan dan peraturan kelas. pada awalnya saya menerapkan peraturan-peraturan baik dikelas maupun disekolah. Menurut saya peraturan merupakan suatu sistem yang sangat efektif untuk mengatur pesera didik agar menjadi disiplin. Namun setelah mempelajari modul 1.4 saya memahami bahwa peraturan justru tidak efektif dalam menciptakan budaya positif, peraturan hanya berasal dari motivasi eksternal yang nantinya akan bersifat ketergantungan pada suatu peraturan, sedangkan keyakinan kelas merupakan motivasi yang bersumber dari dalam, sehingga ada atau tidak adanya peraturan peserta didik akan melakukan dan menerapkan disiplin positif sesuai dengan keyakinannya.

Segitiga restitusi. Hal yang paling menarik bagi saya adalah pada tahapan menstabilkan identitas ketika seorang guru berkata pada peserta didik “tidak apa-apa melakukan kesalahan, dan setiap orang pasti melakukan kesalahan”. Sehingga dari kalimat yang diucapkan oleh guru, peserta didik dapat mengubah identitas mereka dari orang yang gagal menjadi orang yang sukses. Sedangkan yang selama ini saya lakukan adalah menyudutkan peserta didik dengan membahas berbagai aktivitas penyimpangan mereka dari beberapa sudut pandang.

Perubahan yang terjadi pada cara berpikir Saya dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah setelah mempelajari modul ini adalah

Perubahan paradigma tentang hukuman dan penghargaan. Awalnya saya beranggapan bahwa penghargaan merupakan langkah yang efektif untuk menumbuhkan budaya positif, ternyata untuk membangun budaya positif harus berawal dari motivasi intrinsik yang nantinya akan membentuk sebuah keyakinan, baik keyakinan di kelas maupun sekolah.

Perubahan teori kontrol. Awalnya saya beranggapan bawa guru bisa mengotrol peserta didik dengan daya dan upayanya, ternyata setelah mempelajari modul 1.4 guru dapat mengontrol peserta didik itu hanyalah sebuah ilusi. Yang dapat mengontrol peserta didik sebenarnya adalah peserta didik itu sendiri. Walaupun tampaknya guru sedang mengontrol perilaku peserta didik namun sejatinya peserta didik mengizinkan dirinyan dikontrol. Dari hal tersebut butuh motivasi instrinsik dari peserta didik untuk menciptakan keyakinan kelas agar dapat melakukan sesuai dengan motivasi dari dalam.

Perubahan segitiga restitusi. Awalnya saya menyelesaikan kasus penyimpangan dengan cara mengintervensi peserta didik dengan menunjukkan sisi-sisi kesalahan dari berbagai sudut pandang, sekarang keyakinan saya berubah dengan menstabilkan identitas dari orang yang gagal menjadi orang yang sukses.

Pengalaman yang pernah Saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah adalah

Pengalaman yang saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul budaya positif baik di lingkup kelas maupun sekolah adalah menggunakan segitiga restitusi dengan posisi kontrol sebagai manajer. Dan hambatan dan tantangan saya masih berbenturan pada beberapa guru yang masih berparadigma bahwa posisi kontrol penghukum adalah tindakan yang paling efektif untuk mendisiplikan peserta didik. Sehingga dibutuhkan pendekatan secara persuasif untuk berdiskusi dalam membangun pemahaman tentang disiplin positif dan budaya positif.

Perasaan Saya ketika mengalami hal tersebut adalah

Perasaan saya ketika mengalami hal tersebut, saya merasa mempunyai kewajiban untuk menyebarkan pemahaman tentang budaya positif baik di kelas maupun di sekolah. Terutama pada hal paradigima kontrol penghukum dan penggunaan segitiga restitusi dalam setiap pemecahan penyimpangan yang terjadi pada peserta didik. Saya merasa mempunyai kewajiban kepada setiap warga sekolah untuk menyebarkan pemahaman bahwa setiap peserta didik mempunyai kebutuhan dasar, dan jika kebutuhan dasar tersebut terpenuhi maka tidak akan ada penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Untuk memenuhi segala kebutuhan peserta didik dalam hal penyimpangan dibutuhkan segitiga restitusi yang bisa menstabilkan identitas sampai pada keyakinan diri peserta didik.

Menurut Saya, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal yang sudah baik dan perlu diperbaiki adalah

Hal baik yang sudah saya lakukan adalah adanya peraturan yang sudah mengikat, tinggal bagaimana saya mengubah peraturan tersebut menjadi sebuah keyakinan, baik keyakinan kelas maupun keyakinan sekolah. Adapaun hal yang perlu saya perbaiki yaitu mengubah mindset diri saya sendiri agar saya bisa merubah posisi kontrol sebagai penghukum dan pemberi penghargaan menjadi seorang guru yang bisa mengambil peran sebagai manajer.

Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi yang paling sering Saya pakai, dan perasaan Saya saat itu adalah

Setelah mempelajari modul ini, posisi yang Saya pakai, dan perasaan Saya sekarang adalah

Sebelum mempelajari modul ini saya sering mengambil kontrol sebagai teman dan pembuat rasa bersalah. Pada posisi kontrol sebagai teman, kesannya peserta didik tidak menghargai dan Ketika diposisi kontrol pembuat rasa bersalah membuat peserta didik merasa bersedih dan menangis. Namun setelah saya mempelajari modul 1.4 ini saya lebih cenderung merubah posisi kontrol sebagai manajer dengan menerapkan segitiga restitusi sehingga akan membangun identitas peserta didik yang awalnya sebagai orang yang gagal menjadi orang yang sukses. Saya juga merasa senang dan nyaman karena peserta didik lebih terbuka dan menjadi lebih akrab. Perbedaan yang saya rasakan peserta didik dapat menemukan solusi atas permasalahannya dan secara sadar mau memperbaikinya.

Sebelum mempelajari modul ini, Saya pernah menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan Jika iya, tahap yang Saya praktekkan dan bagaimana Saya mempraktekkannya;

Sebelum mempelajari modul ini saya pernah menerapkan segitiga resitusi, namun beda instilah saja dan langkah-langkah yang saya lakukan tidak teratur serta tidak ada tujuan dan indikator yang jelas. Sehingga apa yang saya lakukan tanpa arah dan tujuan. Dan outpun dari apa yang saya lakukan tidak berdasarkan pada keyakinan kelas dan tidak termotivasi dari dalam diri peserta didik, motivasi saya hanya bagaimana peserta didik bisa disiplin dan tidak melanggar peraturan dan mengabaikan motivasi intrinsiknya.

Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, ada hal-hal lain yang menurut Saya penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah

Tentunya ada, yaitu berkolaborasi dengan semua pihak agar bisa mendukung dan menciptakan budaya positif. Kolaborasi bisa berbentuk komunikasi intens dengan kepala sekolah, teman sejawat, orangtua peserta didik dan sebagainya. Komunikasi dapat juga dilakukan dengan cara persamaan persepsi antara semua warga sekolah sehingga bisa jadi satu visi dan misi dalam menciptakan budaya positif. Budaya positif dapat terbentuk dan mengakar jika dimulai dari lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post