Aku Anak Hebat
Surprise. Spektakuler benar. Hari pertama aku mengajar kembali, Allah memberiku sebuah kejutan terindah. Fatimah, yang semula hanya mau belajar di bangku panjang depan pagar sekolah, hari ini mau langsung bergabung dengan teman-temannya. Aku tersenyum menyambut kehadirannya di sentra persiapan. Aku ulurkan tanganku kepadanya. Segera disambutnya tanganku. Tangan mungilnya menarik tanganku dan segera dikecupnya. Smile. Senyumnya hari ini begitu indah dan ikhlas. Dari dalam hatinya.
“Bunda, aku ditinggal saja. Bunda pulang aja,” katanya kepada bunda tercintanya. Sebuah kejutan bagiku. Aku peluk dia dan aku beri tanda bundanya agar segera meninggalkan dia. Bunda Fatimah masih termangu. Setengah tidak percaya kalau putri tercintanya meminta dia pulang. Tidak seperti biasanya, yang selalu menangis sampai jam istirahat ketika ditinggal bundanya pulang.
“Bunda, terima kasih sudah mengantarkan mbak Fatimah sampai sekolah, mbak Fatimah sudah berani sekolah sendiri lho,” sapaku mencoba mengembalikan ketermanguannya. Bunda muda itu tersenyum penuh makna dan bergegas meninggalkan putri tercintanya denganku di sekolah.
Fatimah. Begitu aku memanggilnya. Dia adalah murid baru pada pertengahan semester di sekolahku. Sekolahku boleh dibilang mirip home schooling. Tempat anak-anak hebat yang dititpkan Allah untuk aku kelola selama bilangan tahun. Selanjutnya guru Sekolah Dasar dan selanjutnya yang berperan.
Mashaa Allah benar. Hampir semua murid-muridku, ketika melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, selalu menjadi the best student di kelasnya. Yah, limpahan kasih yang aku berikan kepada mereka, dengan penanaman karakter positif yang selalu aku dan guru-guruku berikan, telah membentuk positive character dalam diri mereka. Hasilnya adalah, prestasi gemilang yang mereka raih di jenjang pendidikan selanjutnya. Dalam limpahan kasih dan sayang kami, para gurunya mereka Inshaa Allah bisa menjadi anak-anak hebat harapan bangsa.
Setelah mengajarnya selama beberapa waktu, aku baru berani menanyakan kepada Fatimah, alasan kenapa dia dulu tidak mau masuk ke kelas selama pelajaran berlangsung. Jawabannya sungguh diluar dugaan, dia takut dengan gurunya. Memang bu gurunya kalau bicara tegas, tapi dia sebenarnya sabar kepada murid-muridnya. Logat bicaranya tegas, jadi dia takut dengan sendirinya.
Pantas saja, setiap pekerjaan yang diberikan oleh gurunya, dia tidak pernah mau mengerjakannya. dia akan mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya, jika aku yang memberikan kepadanya. Kadang aku minta bu gurunya untuk memberikannya kepada Fatimah, setelah itu aku request ke Fatimah untuk mengerjakannya sampai selesai. Spektakuler benar, tugas itu akan dikerjakannya sampai selesai. Tanpa syarat apapun dan tanpa bujuk rayu.
Klik dihatinya kepadaku, telah menciptakan sebuah ikatan yang dibuatnya denganku. Bahkan sekarang dia malah suka curhat tentang apapun kepadaku.
Itu adalah salah satu dari sekian ratus muridku yang semuanya hebat-hebat sesuai dengan kapasitan dirinya. Yah, aku tidak pernah membebani murid-muridku dengan beban yang terlalu berat baginya. Mereka merasa nyaman di sekolah. Bahkan tidak jarang orang tuanya harus menunggu sewaktu pulang sekolah, hanya karena mereka masih ingin bermain di sekolah.
Ada sebuah kejadian yang selalu membuatku menangis ketika mengingatnya. Bahkan ketika aku menorehkan tulisan ini di laptopku. Mungkin orang lain tidak akan terlalu terbawa perasaan sepertiku, sampai harus mengeluarkan air mata ketika menceritakannya.
Malam itu, anakku minta dibelikan nasi ayam capcay dan mie goring ke penjual langgananku. Aku harus antri tiga orang karena memang penjual mie goring ini banyak sekali pelanggannya. Seperti biasanya, aku dan penjual mie nya bercakap-cakap tentang muridku, yang kebetulan adalah tetangga dekat rumahnya. Bahkan “dimomongnya” sampai sekarang. Kami asyik dalam percakapan yang seru. Yah, muridku yang menjadi bahan percakapan itu adalah seorang anak hebat dan multi talenta. Jadi, membicarakannya adalah sama dengan makan cemilan yang masih hangat. Tak aka ada habisnya.
Di tengah asyiknya bincang-bincang kami, tiba-tiba dating seorang anak laki-laki yang sedang menginjak remaja. Subhanallah, muridku. Begitu melihatku, spontan, dia ambil tanganku dan diciumnya. Deg. Jantungku serasa berhenti berdegup. Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Wajah tampan dihadapanku ini sekarang berbeda. Penampilannya jauh dari delapan tahun yang lalu. Terlihat gagah dan cerdas. Tidak ada tanda-tanda bahwa dia dulu adalah seorang anak autis. Tak terasa, butiran putih sudah mengambang, memenuhi kelopak mataku.
Ingatanku kembai ke Sembilan tahun yang lalu. Hari itu, guruku bilang bahwa dia tidak mau lagi mengajar salah seorang muridku dengan alasan takut. Dia seperti punya dunia sendiri. Terkadang malah tertawa sendiri pada saat belajar. Dia ketakutan ketika tanpa sengaja dia melihat si anak tadi tertawa sendiri sambil memandangnya. Aku tidak begitu percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan oleh guruku.
Siang itu, aku masuk kelas dimana muridku itu belajar. Aku tidak mengajar, hanya ingin melihat si anak tadi. Mengapa guruku sampai sebegitu ketakutannya. Awal, tidak ada kejadian yang berarti. Dan …. Nah… ini ternyata. Salah seorang muridku tertawa-tawa sendiri. Sepertinya dia punya dunia sendiri. Perlahan aku dekati dan aku tatap wajah polosnya. Dia tidak bergeming dengan dunianya. Matanya menatap jauh ke depan. Penuh dengan kebahagiaan. Akhirnya aku putuskan kalau aku harus melakukan observasi kepada anak ini.
Setelah beberapa hari mengamati setiap gerak-geriknya, aku sampai pada sebuah kesimpulan. Anak ini harus mendapatkan penanganan khusus. Tapi, bagaimana aku harus menyampaikan kepada kedua orang tuanya? Yah, bagaimana lagi. itu adalah cara terbaik agar dia, muridku itu menjadi lebih baik. Terbebas dari “sesuatu” itu, yang belakangan aku ketahui adalah AUTIS. Aku harus mengatakan ini kepada kedua orang tuanya dan meminta mereka membawa anaknya untuk di terapi.
Putaran waktu begitu cepat berputar. Tak terasa, dihadapanku berdiri seorang ramaja laki-laki yang sangat tampah dan juga pandai. Berbeda dengan Sembilan tahun yang lalu.
Di bahkan sekolah di sebuah sekolah Islam bergengsi dan selama di Sekolah Dasar, dia selalu menjadi yang terbaik. Ranking satu.
Aku masih mencoba menahan agar butiran ini tidak meluncur pas dihadapannya. Pesanannya sudah selesai. Sebelum dia meninggalkanku di depot mie langganganku, kembali tangannya terulur kepadaku. Salim kepadaku. Diciumnya tanganku penuh hormat. Aku tak mampu berkata-kata karena menahan butiran yang semakin lama semakin bertambah dan mencoba membobol pertahananku. Air mataku tertumpah segera setelah sosok muridku itu pergi meninggalkannku dengan kenangan tentang dirinya yang masih jelas tergambar dihadapanku.
Murid-muridku, mereka adalah anak-anakku. Dengan limpahan kasih dan sayang dari kami, sebagai gurunya akan mampu menjadikan mereka anak-anak hebat yang akan membawa bangsa ini kepada kejayaannya nanti. Sebuah cita-cita sederhana dari seorang guru Taman Kanak-Kanak. Tapi jika benar terjadi akan mampu mengguncangkan dunia…..
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar