"Menulislah untuk keabadian cintamu. Meski ia telah lama pupus"

Ungkapan lebay ala-ala quotes generasi milenial ini tercipta kala aku berencana menerbitkan sebuah buku. Sebuah rencana yang sejak lama hanya menjadi wacana. Tentu saja dengan berbagai alasan sehingga rencana itu terus menjadi angan-angan. 

Tapi kemudian, dua baris kalimat itulah yang melecut semangat untuk meneruskan keabadian cinta. Sehingga kenangan yang dulu menggenang tenang akhirnya bergelora kembali. Mencipta baris demi baris diksi indah, berbalut kisah kasih yang dulu pernah ada. Lalu balutan kisah itu bersatu dalam sebuah antologi puisi yang berjudul Sketsa Sejuta Kata pada tahun 2019 yang lalu.

Hari ini, 16 Maret 2022 atau sempena ulang tahun ke-19 pernikahanku dengan seorang jelita yang selalu setia. Aku kembali mengucapkan quotes lebay itu di hadapan ratusan orang. Dalam puncak kegiatan yang ditaja oleh mediaguru.id yaitu "Kelas Menulis Satu Guru Satu Buku Provinsi Kepulauan Riau" dan dikemas begitu apik bersama CEO MediaGuru, Mohammad Ihsan beserta trainer dan instruktur yang luar biasa inspiratif. 

Tentu saja quote itu bukan untuk mengulang romansa masa lalu agar tercipta lagi selaksa puisi. Melainkan untuk memberi energi pada catatan-catatan kenangan agar menjadi sebuah kisah yang menjadi teladan di masa depan.

Kebahagiaan di hari anniversary pernikahan ini semakin lengkap. Tatkala sinopsis ceritaku sebagai bagian dari tugas kegiatan "Sagusabu" menjadi satu di antara 6 tulisan yang layak untuk dibuatkan cover keren dari mediaguru.id, walaupun kisah yang akan kutuliskan masih dalam bayang-bayang.

Ya, kisah itu adalah cerita tentang cinta pertamaku pada sebuah organisasi bernama pramuka. Meski sudah lama "pupus" tapi keabadian cinta padanya akan terus menyala. Melalui catatan harian seorang penggalang. Aku ingin membarakan kembali api kenangan itu. Serupa nyala api unggun yang benderang di bawah bintang. 

Salam pramuka!

Salam literasi!