Hari ini genap dua pekan, sebagai guru di ‘rumahkan’. Semenjak ada instruksi Gubernur Jawa Barat untuk meniadakan pembelajaran di sekolah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi dampak penyebaran Covid-19 yang semakin meluas, memutuskan rantai penyebarannya. Mengingat jumlah pasien positif covid-19 yang semakin meningkat dari hari ke hari. Jawa Barat adalah provinsi terbanyak kedua setelah Jakarta yang penduduknya terkena virus tersebut.

Menggunakan Google Classroom dalam pembelajaran jarak jauh memang mengasyikkan. Pengambilan nilai menjadi mudah. Siswa yang belum mengerti bisa bertanya melalui aplikasi ini. Minggu pertama, mereka masih merasa asyik dengan kegiatan baru ini. Begitu pula dengan minggu kedua.

Pada akhir minggu ini, minggu kedua, diumumkan tentang adanya penambahan masa belajar di rumah hingga dua minggu lagi ke depan. Mulailah celotehan dan keluhan keluar dari mulut mereka. Bosan lah di rumah saja, tidak ada pemberian uang saku selama di rumah dari orang tua, kangen belajar di sekolah, kangen jajan di kantin. Berbagai keluhan mereka utarakan. Aku mencoba menenangkan mereka untuk bersabar dan selalu berdoa, agar badai Corona cepat berlalu. Sehingga kita semua dapat melaksanakan kegiatan di luar rumah kembali seperti semula.

Sejujurnya, akupun merasakan rindu mengajar. Rindu berinteraksi dengan peserta didik yang memiliki karakter yang beraneka ragam. Rindu bersama teman-teman guru di sekolah, rindu suasana di sekolah. Tapi apa boleh buat, keadaan ini memang di luar dugaan. Apa boleh buat, stay at home adalah jalan satu-satunya untuk mengurangi dampak penularan. Banyak kegiatan yang ditunda, termasuk lomba-lomba siswa dan guru, dan penghapusan UN tahun 2020. Bencana yang mendunia, dan negara kita pun terkena dampaknya.

Daya penularan yang cepat merupakan penyebab dari terus bertambahnya jumlah pasien positif Covid-19. Selain itu kesadaran masyarakat akan Covid-19 belum maksimal. Semoga badai Corona segera berlalu...