HARMI CAHYANI

English Teacher. Penulis novel "Ashley : Somebody Help me!''. Pecinta Kucing dan Zombie 🍀...

Selengkapnya
Navigasi Web
LADANG ANGKER

LADANG ANGKER

Malam mulai larut. Beno dan adiknya Dio tidak bisa tidur. Ini adalah malam pertama mereka di rumah Paman Danu. Paman Danu sudah setahun pindah tugas sebagai guru SD. Tempat tinggalnya jauh sekali di pelosok Kalimantan. Pak Daru, ayah mereka sangat rindu dengan adiknya itu. Jadilah di liburan ini Pak Daru mengajak kedua puteranya berlibur ke desa. Tidak lama. Hanya empat hari.

Namun baru di hari pertama, Beno sudah tak bisa beradaptasi. Dia menyikut lengan adiknya. Lampu bercahaya kuning temaram membuat suasana menjadi terasa seram. Belum lagi suara burung-burung aneh yang menusuk-nusuk telinganya.

“Dio…ayo keluar sebentar. Di kamar hawanya panas. Kakak ngga bisa tidur,” keluh Beno.

Dio yang sedari tadi tidur memeluk sarung, refleks terduduk dengan cepat. Di kota, mereka biasa tidur dengan pendingin ruangan. Beno masih belum terbiasa. Demikian juga dengan Dio. Dia paling tak bisa tidur tanpa guling. Dan disini mereka hanya beralaskan kasur tipis dan bantal di kepala.

“Ayolah kak. Aku juga udah ngga tahan nih. Dari tadi kebelet pipis” keluhnya.

Merekapun keluar dari kamar berukuran kecil itu. Rumah Paman memang rumah kayu. Rumah dinas yang tak seberapa besar. Tidak ada WC disana. Untuk WC mereka harus berjalan keluar karena letaknya ada diluar rumah.

Berbekal senter HP, Beno dan Dio jalan beriringan. Rumah Paman Danu dikelilingi hamparan ladang jagung. Suara serangga bersahut-sahutan diiringi suara burung-burung malam.

“Sebentar” kata Beno. Dia mencoba memicingkan matanya. Lalu menjepret beberapa pemandangan yang menurutnya menarik.

“Ngapain sih kak. Ayo buruan” kata Dio kesal melihat tingkah kakaknya.

Dio-pun bersegera menuntaskan hajatnya. Beno berjaga di luar. Setelah adiknya selesai, Beno urung untuk segera kembali ke rumah. Ide gila muncul di kepala Beno. Saat melihat ladang jagung, timbul keinginan untuk mengambil beberapa gambar dan video. Siapa tau bisa jadi content menarik, pikirnya.

Dio mengomel namun tak bisa menolak keinginan kakaknya itu. Toh balik sendirianpun ia tak berani. Jarak rumah Paman dan WC berjauhan. Dio berkeluh kesah dalam hati. Ia menyesal minta ditemani kakaknya. Tau begitu lebih baik ia membangunkan Ayahnya saja tadi. Tapi Dio memang urung ke kamar Ayah tadi, karena takut Ayah masih capek selepas berkeliling bersama Paman di rumah Pak Muji Kepala Sekolah.

“Coba kamu lihat. Di arah sana cahayanya bagus sekali. Terlihat vintage, kan?” kata Beno penuh semangat. Ia berjalan lebih cepat dan membuat Dio kewalahan.

“Kak..ini udah pukul sebelas malam. Jangan macam-macam. Aku bukannya penakut. Hanya saja khawatir ada binatang melata disekitar sini” Dio berteriak mengejar kakaknya sembari terengah-engah.

Kakaknya memang hobi fotografi dan bikin video Tik-Tok. Penggemarnya juga lumayan banyak. Makanya Beno oke-oke saja saat diajak liburan ke tempat Paman. Dia ingin bikin content yang menarik. Dan malam ini ia berharap bisa merekam sesuatu yang beda.

“Berhenti sebentar,” titah Beno tiba-tiba. Dio menggaruk-garuk betisnya. Nyamuk dan serangga dimana-mana. Tapi dia sudah malas mendebat kakaknya.

“Cepatlah sedikit, kak. Mataku sudah mengantuk sekali” katanya pendek. Entah Beno mendengar atau tidak. Kakaknya itu asyik memainkan kameranya dengan beberapa kali melakukan Oblique Angle sebagai sudut pengambilan gambar.

Dio menguap untuk yang kesekian kalinya. Dan akhirnya benar, kakaknya sudah selesai dengan pemotretan tengah malamnya. Malam terasa semakin dingin. Mereka mempercepat langkah agar bisa segera kembali ke rumah.

Namun entah apa yang terjadi. Seolah mereka tak menemukan sedikitpun jalan arah rumah. Ladang jagung tampak semakin panjang di arah depan dan belakang perjalanan mereka. Jalan yang mereka lalui tampak sama. Semakin aneh saja malam itu. Perasaan keduanya semakin tak enak.

Baju kaos Metallica Dio mulai basah oleh keringat. Gambarnya hantu tengkorak pula. Dio misuh-misuh. Bulu romanya merinding. Dia tak menyangka bakal mengalami adegan di film-film horror yang selama ini ditertawakannya. Terlintas salah satu scene di film jeepers creepers tentang ayah dan anak yang diserang oleh monster bengis bertampang setan di ladang jagungnya. Dio semakin ketakutan.

“Allahumma shayyiban nafi’an” lirih Dio, mulai kacau.

“Itu doa turun hujan! Doa yang bener, jangan becanda di situasi seperti ini!” hardik Beno. Padahal hatinya juga sama kacaunya seperti Dio. Sampai-sampai dia sendiri gelagapan untuk melantunkan ayat-ayat yang tepat di situasi seperti ini.

Pada akhirnya Beno Cuma bisa mengucap istighfar dengan patah-patah. Diikuti Dio yang mulai kehilangan kendali dirinya. Barulah mereka ingat tadi belum sama sekali sholat isya karena keburu ingin segera tidur.

“Gimana nih, kak. Ini sepertinya ada yang aneh. Ini bukan mimpi,kan” Dio mencubit lengan Beno, membuat Beno kesakitan dan marah. Saat mereka semakin panik, dari arah belakang ada cahaya yang mengejutkan mereka.

“Paman…!” teriak Dio. Jantungnya nyaris copot. Sontak dia dan Beno terduduk lemas. Paman Danu berdiri di belakang mereka dengan menyorotkan senter.

Paman Danu meminta mereka tenang. Dan membiarkan dua keponakannya itu menarik nafas dulu. Setelah dirasa sedikit stabil, Paman Danu menunjukkan arah pulang. Dio dan Beno mengikuti dengan pasrah. Beno mengecek jam di Hp nya. Sudah jam dua belas lewat. Tengah malam. Persis di film-film horror.

“Cepatlah cuci muka dan berwudhu setibanya di rumah nanti. Segera tidur”. Pesan Paman Danu. Beno dan Dio mengiyakan. Sesampai di rumah mereka bersegera mencuci muka, berwudhu dan sholat isya. Karena letih yang amat sangat, mereka terkapar tidur. Dengan peci masih di kepala.

****

Entah keanehan apa yang dialami Beno dan Dio semalam. Pagi di beranda rumah Paman, mereka berkumpul. Paman sudah menyiapkan sepiring singkong goreng yang masih hangat, untuk teman minum teh. Ayah tampak happy dan segar sekali pagi itu. Pak Daru memang senang dengan suasana pedesaan seperti ini.

“Jadi Paman…bagaimana paman bisa menemukan kami tadi malam? Dio sudah pucat nyaris pingsan di tengah jalan” Beno membuka suara sambil melempar pandangan ke adiknya. Dio menjeling masam.

Anehnya, Ayah dan Paman Danu justru saling pandang. Seolah tak paham ucapan Beno barusan.

“Menemukan bagaimana? Bukannya saat Paman dan Ayah pulang dari rumah pak Muji kepala sekolah, kalian sudah terlelap di kasur? Ayah pulang larut malam. Hampir jam 2 pagi” kata Ayah.

“Kan Paman dan Ayah ada pertemuan di kampung tadi malam. Selepas dari rumah pak Muji, kami langsung pulang ke rumah. Kenapa pula ada cerita Dio nyaris pingsan di tengah jalan?” tanya Paman Danu sama bingungnya.

Beno dan Dio saling tatap. Tak bisa berkata-kata. Terbayang sosok Paman dengan senter yang mengantar mereka pulang di sepanjang ladang jagung tadi malam.

“Sepertinya aku sudah berhasil mendapatkan konten” batin Beno dalam hati. Pandangannya terarah ke Dio. Lemas.

***TAMAT***

Kota Khatulistiwa, 2 Juli 2020

#Tantangan menulis hari ke-4

#Tulisan ke-7

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

keren.... lanjutkaan

02 Jul
Balas

Terima kasih bunda

02 Jul

Mantap bun. Keren cerpen nya

02 Jul
Balas

Makasih bunda

02 Jul

Keren bu, menakutkan juga dibaca malam ya

02 Jul
Balas

Iya bu..temen temen saya banyak yang ga mau baca setelah lihat gambarnya hehehe

02 Jul

Sukses selalu ibu guru inspiratif.

02 Jul
Balas

Aamiin makasih bang Asman

02 Jul



search

New Post