Ruang Tunggu
#TantanganGurusana
Tantangan Menulis Hari Ke - 19 Suasana di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta malam itu begitu padat, penuh dengan pasien yang antre untuk berobat. Aku datang untuk membawa putraku yang sedang sakit ketika itu, kami di sambut oleh satpam rumah sakit dan dipersilakan untuk mendafar dan menunggu antrean. Ketika kami mendaftar pada bagian resepsionis suamiku bertanya pada petugas yang tengah sibuk di depan layar komputer.
“ Mbak saya mau daftar, “ ucap suamiku.
“ Pakai pribadi atau jaminan sosial?” tanya petugas.
“ Kalau pakai pribadi kira-kira bisa cepat tidak pelayanannya?” suamiku balik bertanya ketika itu.
“ Wah, saya tidak bisa menjamin Pak! Karena pasien begitu banyak!” lanjut petugas.
“ Kalaupun bisa digeser tetap saja makan waktu lama Pak! Begini saja Pak biar lebih aman lebih baik Bapak pakai jaminan sosial saja, karena jika biaya pribadi pun tetap saja harus mengantre tidak bisa langsung dilayani” lanjutnya menambahkan.
Akhirnya kami pun mendaftar sebagai pasien jaminan sosial ketika itu menunggu antrean yang begitu panjang hingga rasa bosan pun datang menyerang karena harus menunggu beberapa jam untuk mendapat giliran.
Memang hampir semua rumah sakit saat ini mengalami kebanjiran pasien. Sejak dicanangkannya program pemerintah tentang badan penyelenggara jaminan sosial. Seperti yang aku alami ketika malam itu. Pasien begitu membludak, hingga memenuhi ruang tunggu pasien. Ada yang duduk termenung, ada yang berdiri gelisah, bahkan ada juga yang berjalan mondar- mandir sambil menunggu antrean. Beraneka rasa dan asa bersemayam dalam kalbu karena begitu panjangnya daftar tunggu.
Detik- detik menunggu antrean adalah saat yang mendebarkan karena pasien gelisah menahan rasa sakit, dan belum mengetahui penyakit apa yang diderita. Sehingga rasa gundah, bingung, serta khawatir selalu menemani tiap detik tarikan nafas. Berharap rasa yang ditakutkan tak menjadi nyata. Artinya berharap semua baik- baik saja. Membosankan. Tentu karena begitu lama menunggu panggilan mengingat panjangnya daftar nama pasien yang tergeletak dalam tumpukan di atas meja. Tak jarang pasien harus menunggu berjam- jam atau seharian hanya untuk menemui dokter, sang penawar sakit .
Dan yang lebih menyakitkan terkadang ada saja segelintir oknum perawat yang sikapnya kurang bersahabat menghadapi pasien yang memang berasal dari lapisan masyarakat yang heterogen. Contoh kecil saja sikap dari salah satu perawat ketika ada pasien bertanya dijawab dengan nada bicara seolah pasien sebagai seorang terdakwa tak berdaya. Bahkan sudah banyak rumor yang beredar di masyarakat jika pasien jaminan sosial terkadang kurang mendapat perhatian dalam hal pelayanan. Entah karena alasan membludaknya pasien yang datang atau memang unsur kesengajaan, atau faktor kewalahan dalam mengatasi jumlah pasien yang berlimpah tersebut.
Hal ini biasanya terjadi pada rumah sakit swasta yang boleh dibilang berkelas. Biasanya pasien jaminan sosial dibatasi maksimal tiga hari menginap atau dirawat inap selebihnya pasien diperbolehkan untuk pulang. Namun hal itu tidak terjadi pada rumah sakit milik pemerintah. Pada umumnya rumah sakit milik pemerintah tidak membatasi para pasien dalam hal rawat inap bahkan sampai ada yang satu bulan dirawat inap di rumah sakit.
Latar belakang yang berbeda Baik dari segi ekonomi, pendidikan mau latar belakang sosial masyarakat tentu harus disikapi dengan arif serta bijak. Bukan sebaliknya bertindak dan bersikap yang justru menimbulkan persoalan baru sehingga pasien mendapat perlakuan yang sungguh tidak menyenangkan. Khususnya bagi para tenaga medis yang berada di rumah sakit. Faktor kewalahan atau pun kelelahan bukanlah alasan untuk memberikan pelayanan yang kurang maksimal kepada para pasien yang datang. Inilah fenomena yang banyak kita jumpai saat ini. Sungguh ironis dan menyayat hati. Bagaimana tidak di tengah gencarnya program pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan secara gratis kepada masyarakat kurang mampu justru tidak diimbangi dengan sarana dan fasilitas yang memadai serta SDM yang yang berkualitas dan berahklak terpuji.
Tujuan pemerintah sebetulnya sangat mulia namun alangkah lebih baik jika semua fasilitas sarana dan prasarana lebih di optimalkan sehingga program tersebut tepat mengenai sasaran. Selain itu sumber daya manusia tidak dinomorduakan. Karena bagaimanapun canggih dan lengkapnya prasarana jika tidak didukung oleh SDM yang berkualitas, berahklak terpuji , serta sarana dan prasana yang memadai semua hanya akan menuai kesia- sian belaka. Sebaiknya semua unsur hendaknya saling bersinergi agar program yang dicanangkan oleh pemerintah dapat terlaksana sesuai dengan yang dicita-citakan guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih baik. Salam literasi.
Jakarta, 7 Februari 2020
Tantangan Hari Ke - 19
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar