Pesugihan 17 ( The End )

Oleh HALIFAH

#Tantangan hari ke 183

Jam menunjukkan pukul sembilan malam, tentu saja aku merinding. Kuusahakan tidak takut, hiiii tapi aku tak bisa. Suara tangisan semakin jelas, seperti anak kecil yang sedang mencari ibunya. Aku penasaran, perlahan aku buka sedikit pintu kamar. Astaghfirullah! Aku tak percaya dengan penglihatanku!

Ternyata pintu depan tidak ditutup oleh suamiku, mungkin lupa. Tadi aku masuk kamar duluan, karena ingin cepat sembunyi.

Suara tangisan anak kecil itu rupanya anak pak Zai yang datang bersama bapaknya. Aku ke luar kamar menuju ruang tamu.

" Maaf pak Zai, apa sudah lama di sini?" tanyaku

" Agak lama Bu, tadi saat saya ke sini berpapasan dengan pak Heru di luar. Saya di suruh menunggu di sini," jawabnya

" Apa pak Zai sempat bicara sesuatu dengan suami saya?" tanyaku

" Saya tadi sempat bilang, jika kelakuan istri saya mulai aneh, penyakit anehnya kambuh lagi. Maksud saya ke sini mau minta tolong. Karena tidak ada tetangga yang tahu masalah saya kecuali ibu dan pak Heru," jelas pak Zai

" Lalu bagaimana keadaan Bu Zai sekarang?" tanyaku lagi.

" Saya tidak bisa mengatasinya Bu, makanya saya kunci dia di kamar dan anak saya bawa ke sini," jawab pak Zai sambil memeluk dan mendiamkan anaknya yang menangis.

Mungkin anaknya menangis karena haus atau lapar, akhirnya aku ambilkan roti dan susu untuk mereka. Dugaanku benar, anak itu memang kelaparan

*****

Mas Heru datang seperempat jam kemudian. Mereka berbincang

" Saya sudah bercerita tentang kesamaan masalah kita, solusinya sama. Pesugihan seperti menjebak kehidupan keluarga saya dan juga sampeyan. Sebelum berjatuhan tumbal berikutnya, sebaiknya kita ikuti saran Pak Kyai," jelas suamiku

Lalu mas Heru menceritakan apa yang harus dilakukannya. Rupanya Pak Zai ingin mengikuti apa yang disarankan Kyai. Kebetulan juga pak Zai punya teman yang pekerjaannya jual beli barang perabotan rumah tangga. Malam itu juga dia menelpon Pak Wawan temannya untuk datang ke rumah agar bisa menjual semua isi rumah dengan cepat. Sebab pengajian akan dilaksanakan besok ba'da maghrib. Aku sudah tidak sabar untuk segera bebas dari tuyul itu.

*****

Pagi sekali pak Wawan datang ke rumahku. Aku sudah tidak memikirkan harga, karena Pak Wawan biasa membeli isi rumah borongan. Kesepakatan harga sudah deal, dia membeli semuanya dengan harga 50 juta. Setelah itu semua perabotan yang aku punya diangkut menggunakan truk. Ada rasa sedih sih, tapi mau bagaimana lagi.

Tetangga kanan kiri menyangka aku akan pindah rumah. Aku tidak mempedulikan apa yang mereka sangkakan, toh suatu saat aku bisa menjelaskan ini semua jika ada kesempatan yang tepat.

Semua perhiasan kujual, hanya menyisakan cincin nikah kami. Mas Heru menarik semua tabungan di bank.

Siang ini, aku lihat rumahku kosong. Kami duduk di lantai sambil merencanakan distribusi sedekah kami. Sebagian besar disumbangkan ke mesjid, pembangunan pesantren dan anak yatim.

Jeje dan Jeni pulang, mereka kaget melihat isi rumah kosong.

" Ma...kita mau pindahkah?" tanya Jeni

" Tidak nak, kita mau hijrah," jawabku sambil tersenyum. Biarlah mereka hanya sekedar tahu jika kami mau bersedekah agar dijauhkan dari malapetaka.

Di sebelah sana, pak Zai melakukan hal yang sama dengan kami.

*****

Ba'da maghrib rombongan anak yatim yang dibawa Kyai Syamsul datang. Beberapa ketua takmir mesjid juga hadir mengikuti pengajian. Tak ketinggalan juga 10 Hafids Qur'an santri Kyai menjadikan acara ini semakin sakral.

Pak Bahrul memintaku menyediakan kamar kosong untuk ritualnya, aku mempersilakan memilih sendiri karena sekarang semua kamar sudah kosong.

Acara pengajian dimulai, para Hafids membaca 30 juz Alquran, sedangkan lainnya membaca zikir dan doa.

Selama pengajian berlangsung badanku terasa lebih fresh, tak kuberatkan lagi apa yang akan aku lepas. Tak terasa aku menangis dan semakin terisak.

" Ya Allah cintaMu telah Kau tunjukkan. CaraMu memberikan ujian pada keluargaku sungguh luar biasa. Harta bukan segalanya apalagi menggadaikan keimananku pada setan penghuni neraka,” gumanku lirih dengan derai air mata.

Pengajian berakhir, tiba-tiba mas Heru pingsan. Kata pak Kyai ini hal yang biasa, semoga pengaruh jahat yang bersarang di tubuh suamiku keluar semua. Beberapa saat kemudian suamiku sadar.

Acara diakhiri dengan penyerahan sedekah kami kepada anak yatim, mesjid dan pesantren.

" Tuyulnya sudah tertangkap!" kata pak Bahrul dengan botol di tangannya yang tiba-tiba muncul. Kami semua melihat ke arahnya. Sebagian besar dari kami hanya melihat botol kosong, entah bagi yang lain. Karena tak semua orang bisa melihat hal ghaib. Mungkin ada yang percaya, ada juga yang tidak.

*****

Kini aku dan keluargaku mulai hidup tenang. Aku juga melihat keluarga pak Zai baik-baik saja karena Bu Zai sudah tidak bertingkah aneh lagi.

Aku bersyukur pada Allah yang telah memberikan pertolongan di saat yang tepat. Karena dari cerita teman dan buku yang aku baca, pemuja pesugihan hanya senang sementara saja. Setelah itu keluarganya akan habis semua untuk tumbal, belum lagi siksa di akhirat.

T A M A T

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Halifah

Pesugihan 17 ( The End )

Komentar

Explore

All Categories

New Post

Halifah

Pesugihan 17 ( The End )

Komentar

Explore

All Categories

Explore

All Categories

New Post

Tentang Gurusiana

Tambah Poin Gurusiana