Madina 13
Oleh HALIFAH
# Tantangan hari ke 222
Aku tak mau berpangku tangan. Aku harus bekerja, tapi apa? Bekerja di luar rumah, tak mungkin, siapa yang akan menjaga anak-anak aku?
Rangga tahun depan sudah waktunya sekolah TK. Pasti memerlukan biaya yang tidak sedikit jika memilih sekolah yang bagus.
Andai aku dulu tak mengundurkan diri sebagai PNS! Menyesalkah aku? Tidak! Karena aku yakin, tentu ada hikmah di balik semua ini.
Tanteku datang membawa satu kresek ikan tongkol.
" Dina, ini ikan buat cucu ponakan Tante," kata Tante sambil menyerahkan kresek hitam padaku.
" Makasih, banyak sekali Tante, mending dijual bisa untuk beli sembako lainnya," kataku sambil membuka isi kresek, ikan segar yang cukup banyak.
" Mau dijual ke mana. Tetangga pada banyak ikannya. Dijual ke tengkulak, murah banget, mending dikasih ke orang, itung-itung amal. Daripada memperkaya tengkulak," jawab Tante.
Benar juga ucapan Tante. Tapi aku tak sanggup makan ikan sebanyak ini dalam sehari. Aku tak punya kulkas.
Akhirnya aku memutuskan membuat abon ikan tongkol, selain enak, praktis dan juga awet. Anak-anak pasti suka!
Aku mencoba resep yang pernah diajarkan almarhumah ibuku. Dan hasilnya sangat memuaskan, enak, gurih dan garing. Hanya abon yang aku buat, paling lama bertahan seminggu.
Keesokan harinya, Tante memberi aku satu kresek tongkol lagi. Aku buat abon juga.
Karena banyak timbullah niatku menjual abon tongkol ini. Mungkin bisa mendatangkan rejeki untuk aku dan anak-anak.
*****
Aku pergi menawarkan abon tongkol buatanku ke warung-warung terdekat, sambil menggendong anakku. Jangankan membeli, dititipkan saja mereka tak mau. Berbagai alasan aku terima dengan sabar.
Tiba-tiba sebuah tepukan di bahu mengejutkan saat aku sedang berjalan.
" Madina, ada apa kamu berjalan di terik matahari begini? Nanti kulitmu yang putih jadi hitam," sapa Jamil yang bertemu aku secara tak sengaja.
" Eh...Jamil, ini aku…" belum selesai aku menjawab, Jamil mengambil kresek hitam yang aku pegang. Dibukanya tas kresek itu.
" Hei...ini apa? Abon? Kamu jualan ini?" tanyanya. Aku hanya mengangguk, kuambil tas kresek itu dari tangannya, lalu pergi.
" Madina, biarkan aku membeli semuanya!" teriak Jamil padaku. Aku tak pedulikan ucapannya. Karena aku sudah tahu siapa dia, Jamil tak akan pernah membantu orang secara sukarela.
( Bersambung )
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Jamil mau membantu tapi ada maunya, semoga Madina tidak tergoda
Kasihan dina...semoga kuat
Ada2 saja usaha Jamil untuk dapat mendekati Madina
Keren Bu
Keren...
Wah.. pasti ada maunya tuh Jamil..Keren ceritanya Bun. Ditunggu lanjutannya ya
Bagaimana kesudahan usaha Jamil? Keren Yuk
Ceritanya makin menarik tretan. Makin tak sabar menunggu kelanjutannya. Salam literasi
Waahh..ada udang di balik rempeyek tuh Jamil..hhee.. keren prend..lanjut