Kepala menunduk, dengan raut wajah murung Susi memasuki kelas tanpa mengucapkan salam. Duduk bungkam tanpa bicara. Aku coba mendekatinya, ia menekurkan kepalanya ke meja. Hanya menggeleng ketika ditanya. Aku belai kepalanya, dan kupeluk ia dari belakang, dan usahakan ia agar menghadap kepadaku, ia menolak. Air matanya menetes. Aku bingung untuk mengajaknya bicara. Aku biarkan untuk sementara dan kami melanjutkan pembelajaran.

Sekali- sekali ia tegakkan kepalanya. Teman semejanya mengajak ia mengerjakan tugas bersama, ia menggeleng. Ketika bell istirahat berbunyi ia pun tetap duduk dikursinya. Tidak mau diajak bermain dan ia juga tidak mau jajan. Semangatnya hilang.

Aku kembali memeluknya, sambil kutanyai masalahnya. Ia hanya menangis, tanpa bicara. Aku tinggalkan ia di kelas bersama Ufaira sahabat dekatnya. Aku berharap ia mau bercerita kepada Ufaira. Ternyata benar. Ia menceritakan kepada Ufaira bahwa ayahnya pergi setelah bertengkar dengan ibunya. Ia tidak mau ditinggalkan oleh ayahnya.

Setelah jelas permasalahannya, kami coba membicarakan dengan kedua orangtuanya. Aku dan kepala sekolahku berusaha untuk mendamaikan mereka kembali. Si ayah mau berdamai kembali demi anaknya, tetapi Si ibu menolak dengan dengan alasan tidak mau dimadu. Ayahnya menghibur Susi dengan membawa Susi kerumah orangtuanya ketika ia pulang dari daerah tempat ia bekerja.

Tiga bulan sudah Susi memendam rasa rindu kepada ayahnya. Setelah ia bertemu dengan ayahnya semangat belajarnya tinggi, ia kembali ceriah. Tetapi, bila ayahnya pergi lagi, ia kembali murung dan semangat belajar hilang.

Hal yang sama juga dialami Alfi. Dua minggu ia tidak datang ke sekolah tanpa alasan. Kemudian ibunya datang menemui kami di sekolah. Ia bingung kenapa anaknya tidak mau sekolah. Kami diminta datang untuk membujuknya.

Pulang sekolah aku dan Ibu Desi guru kelas lima mendatanginya. Kami dapati ia tidur dan tidak mau bangun. Kata ibunya ia tidak mau mandi dan tidak mau makan. Aku peluk ia dan kuajak duduk ke ruang tamu. Kami tidak menanyai sebab ia tidak sekolah. Kami hanya membujuk agar ia mau sekolah. Kami berjanji dengan ibunya akan menanyai pelan- pelan di sekolah. Ibunya menyetujui permintaan kami.

Seminggu ia mulai sekolah kami hanya memberinya semangat belajar dengan berbagai cerita yang memotivasi belajar. Pagi - pagi sebelum temannya datang aku ajak Alfi ke kelasku. Perlahan aku tanyai penyebab ia malas sekolah. Ia menangis, dan mengatakan ia tidak suka dengan ayah barunya. Ia ingin ayahnya kembali seperti semula.

Susi dan Alfi adalah perwakilan kisah puluhan siswa yang pernah aku hadapi setiap tahunnya.

Sesungguhnya kebahagian, semangat hidup seorang anak bukanlah dari uang jajan yang banyak, bukan makanan enak dan bukan pula dari mainan yang terbaru. Akan tetapi, kebahagiaan dan semangat hidupnya adalah dari keutuhan rumahtangga dan kedamaian dari kedua orang tua. Anak butuh kelembutan kasih sayang ibu, dan tak kalah penting ia butuh sosok Sang ayah yang kuat sebagai tempat berlindung, tempat curahan hati dan penyemangat langkah kehidupannya.

Wahai Ayah dan Ibu, turunkanlah egomu untuk kenyaman hatiku.

Wahai, Ayah dan ibu korbankanlah perasaanmu untuk kedamaian hatiku.

Aku ingin hidup damai bersamamu. Aku belum mampu membagi kasih untukmu ibu atau untukmu ayah.

Lintau, 8 Februari 2020