WARNA CERITA DALAM COVID-19
Covid-19 masih menjadi momok orang sedunia. Termasuk di Indonesia. Bahkan selama 14 hari semua lembaga pendidikan diliburkan untuk lockdown. Begitujuga beberapa instansi pemerintahan seperti catatan sipil. Imabauan untuk tidak berplesiran, menghindari keramaian , solat berjamaan di rumah, bersalaman pakai siku tangan atau kaki ,belajar dan mengajar secara online , pelayanan masyarakat melalui daring hingga peniadaan ceklok bagi para ASN menjadi warna cerita sepanjang virus ini masih berkeliaran. Betapa mengerikan virus ini yang secara mudah menempel dan menulari bagi siapa saja yang terpapar. Memang, dari sekian penderita ada yang dapat disembuhkan , Namun banyak juga yang harus meninggal dunia.
Dalam dinamika sosial, baragam tanggapan dan sikap muncul dalam menyikapi wabah ini. Ketakutan para warga Jakarta akan berbeda dengan para warga di desa tempat saya tinggal. Sumber daya manusia bahkan pendapatan berpengaaruh dalam menyoroti soal. Secara umum dan terbuaka , imbauan yang mendatangkan banyak oraang agar ditunda dalam masa lockdown ini. Namun, berbeda dengaan warga di desa saya yang tetap menggelar hajatan perkawinan yang diramaiakan dengan nanggap orkes dangdut. Bisa dibayangkan betapa berjubelnya para warga menikmati suguhan hidangan dan musik yang bisa melupakan beban hidup meski hanya sesaat. Hidup itu pilihan. Dan seperti itulah gambaran dinamika sosial saat menghadapi virus ini.
Saya percaya, pemerintah sudah berusaha semaksimal mungkin mencegah tersebaarnya virus ini dan mengurangi angka kematian akibatnya. Atas nama kemanusiaan yakni menyelamatkan nyawa manusia dari maut corona. Sebagai warga yang taat dan niat tulus memutus mata rantai penyebaran covid-19 ini, seyogyanya kita mengikuti imbauan tersebut. Kita bantu para medis agar berkurang beban kerjaannya dalam merawat pasien yang masih dicurigai maupun yang terbukti tertular.
Namun, sikap yang berlebihan dalam hal ini juga sangat disayangkan. Ketika solat berjamaah di masjid, bersalaman dengan teman kerja bahkan menyetok barang kebutuhan dilakukan denagn semata-mata. Pun mengisolasi diri di rumah tanpa beraktivitas dengan tetangga yang notabene sudah jelas mobilitasnya. Ketakutan yang berlebihan akan membuat kita seolah lupa dengan siapa yang membuat hidup dan mati. Hadapi bencana apapun di dunia dengan dengan jiwa yang sehat. Jiwa sehat dapat dilakukan dengan semakin mendekatkan diri dengan Tuhan juga menjauhkan dari pikiran negatif. Ketika jiwa kita sehat akan ada semangat untuk memilik raga yang sehat. Hidup sehat terletak pada jiwa dan raga yang sehat.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar