(… lanjutan)

Ini adalah hari ke-15 Aruna menjalani hukuman sekolah siang. Masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Aruna masih konsisten berangkat sekolah pukul 10.00 Wita. Masih dengan sepeda hitamnya. Pastinya masih dengan gaya mengintip yang sama. Dari celah jendela belakang.

Setengah jam mengintip, Aruna pergi ke ruang perpustakaan. Ia bermaksud meminjam buku atlas. Ia juga ingin ikut mengerjakan tugas yang diberikan Ibu Suli kepada teman-temannya di IV-U. Meskipun di luar kelas dan tidak ikut menyetorkan.

Aruna memulai pencarian buku atlas. Tak sulit bagi Aruna menemukan buku atlas yang dimaksud. Sejak kelas I ia sudah terbiasa membaca di ruang perpustakaan. Aruna punya cerita tersendiri tentang ruang perpustakaan. Saat kelas I, Aruna takut ke ruang perpustakaan. Ia takut melihat kakak kelas yang membaca buku dengan sangat lancar. Ketakutan itu ia ceritakan kepada Ibunya.

“Ibu, Aruna tadi pagi ke ruang perpustakaan sekolah.”

“Bagus itu, Aruna. Apa yang Aruna lakukan di ruang perpustakaan?” tanya Ibunya.

“Tapi Aruna tidak jadi mencari buku. Aruna masuk, terus keluar lagi.”

“Mengapa begitu? Apa yang membuat Aruna cepat meninggalkan ruang perpustakaan?”

“Aruna takut, Bu.”

“Mengapa takut? Siapa yang kamu takuti?”

“Aruna takut melihat banyak kakak kelas yang lancar membaca. Mereka membaca dengan cepat. Aruna takut kalau ikut membaca di sana, nanti Aruna ditertawakan.”

“Oh… tidak apa-apa, Aruna. Kamu tidak mungkin ditertawakan. Justru mereka senang kalau banyak siswa yang datang membaca di ruang perpustakaan.”

“Tapi, Bu. Kalau Aruna ditertawakan, kan Aruna malu, Bu.”

“Ya, Ibu paham. Kalau begitu, mulai sekarang Aruna harus lebih tekun belajar membacanya ya. Kalau Aruna tekun belajar, pasti bisa lebih lancar membaca daripada teman-teman yang lain.”

“Aruna mau, Bu. Ibu mau mengajari Aruna, kan?”

“Nah ini baru anak Ibu. Ibu pasti mengajarimu membaca sampai lancar. Kalau Aruna pintar, kan Ibu dan Ayah juga senang.”

Sejak saat itu semangat belajar Aruna semakin membara. Memasuki semester dua, Aruna sudah jago membaca. Ia mendapat pujian dari Ibu pustakawati SD Sawit Persada. Aruna semakin percaya diri, duduk membaca di ruang perpustakaan.

Aruna telah menemukan buku atlas yang diinginkan. Lembar demi lembar ia membuka buku atlas. Tampak ia mencermati setiap halaman dengan sangat teliti. Ada beberapa halaman yang ia lipat di bagian bawahnya sebagai tanda.

“Hei Aruna, selamat siang.”

Aruna kebingungan mencari tahu siapa yang menyapanya. Ia melihat ke depan tak ada seorang pun yang tampak menyapa. Tak ada juga yang memandang ke arahnya. Ia menoleh ke kanan, hanya ada tembok putih yang penuh tanda tangan siswa. Di antara tanda tangan yang terukir, terpahat juga tulisan “ Angkatan 1989”. Tulisan itu menandakan bahwa ruang perpustakaan ini sudah lama tak dihiraukan. Tulisan itu dan tanda tangan yang tak diketahui siapa pemiliknya telah luput dari kerja bakti. Entah mengapa ini dibiarkan begitu saja. Lalu, Aruna mengecek ke sebelah kiri. Ternyata hanya ada deretan meja dengan tumpukan buku berantakan di atasnya. Sempat ia kembali fokus pada atlasnya. Tapi tak lama kemudian Aruna mengetahui siapa yang menyapanya ketika sedang serius mencermati isi buku atllas.

(bersambung …)

#TantanganMenulisGurusiana (Hari ke-45)