Fujiwiatna, S.Pd.,M.Pd

FUJIWIATNA. Lahir di Bule pada tanggal 9 Juli 1979, tepatnya di sebuah desa kecil di Kecamatan Malua yaitu Desa Tallung Tondok. Penulis dilahirkan dari pa...

Selengkapnya
Navigasi Web
Geliat Dunia di Tanganmu Wahai Ibu  (Lomba Desember 2021)

Geliat Dunia di Tanganmu Wahai Ibu (Lomba Desember 2021)

Kasih ibu kepada beta

Tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi tak harap kembali

Bagai sang surya menyinari dunia

Penggalan lagu “Kasih Ibu” ciptaan Muchtar Emput layak menjadi lagu legendaris sepanjang masa. Lagu yang menurutku layak didendangkan oleh semua anak dalam tumbuh kembangnya. Kasih sayang seorang ibu jelas terpatri dalam lirik lagu tersebut. Penggalan “hanya memberi tak harap kembali” bukan hanya sebaris kalimat, akan tetapi mengandung makna dan pesan yang mendalam.

Ibu, ibu dan ibu. Satu kata yang diulang berkali-kali artinya agar  nama tersebut tak bisa dilupakan, menjadi nama yang keramat bagi seorang anak. Siapa pun, kapan pun dan dimana pun, kata ibu akan tetap melekat dalam sanubari. Rasa itu akan semakin terasa ketika seorang anak menjalani biduk rumah tangga dan menjadi seorang ibu.

Dimana pun hati ibu itu sama. Seorang ibu akan melakukan apapun untuk kebahagiaan anaknya, meskipun mengorbankan kebahagiaannya sendiri. Dalam berjuang mengandung, melahirkan, merawat, membesarkan agar kelak anak bisa menjadi berguna bagi nusa dan bangsa.

Seorang anak tidak akan bisa ingkar atas apa yang telah dilakukan seorang ibu. Aku pun termasuk salah satunya. Mengingat perjuangan seorang ibu maka air matalah yang bisa membahasakannya. Pengorbanannya dalam membesarkan anak adalah contoh teladan bagi anak-anaknya kelak. Bekal bahwa seorang ibu akan berjuang untuk anak telah diperlihatkan saat mengasuh anak-anaknya.

Ibu, masih jelas dalam memori yang terbatas ini saat engaku harus mengorbankan hatimu mengantar anak-anakmu menuju gerbang cita-citanya. Engkau rela meminjam kesana kemari demi pendidikan anakku. Masa teringat dan sampai saat ini akan terkenang cara mendidikmu. Saat kita terpisahkan jarak karena aku harus melanjutkan pendidikan di kota daeng, entah dari mana ide kreatifmu muncul. Engkau sempat-sempatnya melingkarkan cincin manis di jari manisku sebagai bekal di kota yang jauh darimu. Kini setelah tumbuh dewasa saya menyadari makksud dan tujuanmu, ibu.

Saat kau dengan bangga memakaikannya atas kelulusanku di Perguruan Tinggi Negeri. Saat itu tak pernah terpikir darimana engaku memperoleh uang atau pinjaman untuk membelinya. Saat itu engkau menitipkan pesan “jika kau memerlukan uang dan kiriman belum datang maka juallah cincin ini!” kalimat itu sampai kini masih tergiang. Aku hanya memakainya dengan bahagia, namun saat usiaku beranjak dan menyadarinya maka air mata ini tak terbendung. Aku menyadari bahwa dimanakah gerangan engkau memperoleh uang saat itu, sementara kakak yang berjumlah enam orang juga melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Swasta. Aku menjadi saksi bahwa ibu dan ayah harus gali lobang tutup lobang agar pendidikan anak-anakmu maksimal. Engakau tidak tergoda untuk hidup dengan harta sementara pendidikan anak-anakmu terbengkalai.

Ketika saya menyadari bahwa cincin itu begitu berharga dengan airmata dan pengorbananmu, maka saya pun berprinsip tak akan pernah menjualnya dan akan mengembalikannya jika sya sukses. Namun sampai saat ini kau menolaknya.

Ibu, kata apa yang harus kusampaikan. Ungkapan terima kasih itu takkan pernah cukup menggambarkan sosokmu. Ilmu yang kau berikan menjadi modalku dalam menggenggam dunia. Bahwa pendidikan adalah modal dan investasi terbesar untuk seorang anak. Engkau mengajarkan bahwa jangan mendahulukan penampilan sementara otak tak berguna. Kalimat-kalimatmu meski tak mengenyam pendidikan tinggi, hanya bangku Sekolah Dasar melebihi kalimat-kalimat guru besar. Engkau layak kuagungkan sebagai guru diatas guru, karena engkaulah dasar penndidikan itu kau tanam.

Ibu karenamu kucoba raih mimpi yang kau impikan. Engkau selalu mengatakan bahwa saya tidak pernah meninggalkan warisan yang cukup untuk kalian, akan tetapi ketika telah menyekolahkan kalian semua maka warisan itu menjadi adil. Terima kasih atas segalanya, langit dan bumi jadi saksi atas cinta kasih dan sayangmu.

RIWAYAT HIDUP

FUJIWIATNA. Lahir di Bule pada tanggal 9 Juli 1979, tepatnya di sebuah desa kecil di Kecamatan Malua yaitu Desa Tallung Tondok, Kab. Enrekang. Penulis  dilahirkan dari pasangan H. Achmad Tandingan dan Hj. Hasiah. Penulis  diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2006. Penulis bertugas sebagai guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Baraka atau yang sekarang dikenal dengan SMA Negeri 5 Enrekang. Pada tahun 2015 penulis melanjutkan studi pada Program Pascasarjana UNM Program Studi Administrasi Pendidikan dengan kekhususan Manajemen Pendidikan.

Saat ini penulis dikaruniai seorang putri yaitu Nashwa Almira Hamzah , buah pernikahan dengan Hamzah, S.Ag.,M.Pd. Selama bergabung dalam Media Guru, Penulis telah merampungkan sebuah buku tunggal dan beberapa buku antologi. Penulis dapat dihubungi di nomor telepon 085314965591 dan email: [email protected].

  

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Bu

11 Dec
Balas

Hehe...terima kasih, bunda.

11 Dec

Detik,-detik waktu berakhir, terima kasih ibunda Arsia telah mengingatkan. Selamat hari ibu untuk semua ibu di dunia. Salam literasi.

10 Dec
Balas



search

New Post