Vina, janji Itu Tidak Pernah Ada
Bertemu Keluarga Fahri
Mobil Fahri berbelok memasuki sebuah pekarangan. Rumahnya tidak terlalu mewah. Namun tampak rapi, bersih dan indah. Susunan pot bunga di teras, dengan bunga-bunganya yang lagi mekar sangat memanjakan mata. Mata Vina liar mengagumi bunga-bunga tersebut.
“Ibuku hobi koleksi bunga.”
“Cantik-cantik ya Pak,” kata Vina lagi
“Ayo ikuti aku di belakang!” perintah Fahri.
Vina merasa cemas juga. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi nanti. Apakah keluarga Fahri menerimanya atau tidak. Sebenarnya Vina lebih berharap tidak diterima karena sampai saat inipun dia masih berharap pernikahan itu batal.
“Assalamualaikum” Fahri langsung membuka pintu dan masuk ke dalam rumah. Rumah tampak kosong. Fahri terus berjalan ke ruang tengah. Vina yang tidak tahu harus berbuat apa, hanya diam berdiri mematung di ruang tamu. Fahri berbalik dan menarik tangan Vina menuju ke ruang tengah. Masih tidak ada orang.
“Assalamualaikum, Bu, Yah!” panggil Fahri. Tapi tetap tidak ada yang menyahut. Mereka terus berjalan ke belakang. Vina terus mengikuti karena tangannya tidak dilepaskan Fahri.
Sampai di belakang mereka baru mendengar suara orang yang bicara. Ternyata ayah dan ibunya Fahri sedang memancing di kolam belakang rumahnya. Mereka asyik memancing berdua hingga tidak sadar dengan kedatangan Fahri.
“Ibu, Ayah ternyata disini?” kata Fahri setelah melepaskan genggamannya dari tangan Vina. Fahri berjalan menyalami ibu dan ayahnya.
“Eh kamu pulang. Kenapa tidak telepon dulu?” tanya ibu.
“Fahri bawa teman Bu, Ayah.” Fahri langsung memberikan kode kepada Vina agar segera mendekat.
Vinapun berjalan ke arah mereka. Mengucapkan salam dan menyalami ayah dan ibunya Fahri. Kedua orang tua Fahri tampak keheranan. Ibunya langsung mengajak ke dalam rumah.
“Ayo kita duduk di dalam rumah Nak!’.
Vina mengikuti ibu ke dalam rumah. Fahri menemani ayahnya membersihkan ikan yang siap dipancing tadi. Fahri dan ayahnya tampak berbincang di belakang. Entah apa yang mereka bicarakan. Tapi sepertinya sangat serius
Ibu mempersilahkan Vina duduk di ruang tamu. Lalu ibu mengambilkan minuman dan mempersilahkan Vina untuk minum.
Tidak berapa lama, Fahri datang.“Bu, Fahri lapar apa Ibu sudah memasak?”
“Baik sabar sebentar ya, kita masak ikan yang baru dipancing tadi. Pasti manis dan segar!” kata ibu sambil tersenyum pada Vina dan Fahri. Vina mengangguk.
“Kamu bantu ibu memasak ya” kata Fahri pada Vina. Ibu senyum mengiyakan dan Vinapun mengikuti ibu ke belakang.
Vina heran. Kenapa tidak ada pertanyaan apapun tentang dia dan Fahri. Apakah betul dia sudah mempersiapkan segala sesuatu tentang pernikahannya dengan calon isterinya. Kalau betul, tentu ibunya akan heran dengan kedatangan mereka berdua. Apakah ini akal-akalannya saja agar dapat menjebak saya? Vina bertanya-tanya dalam hati. Selama memasak ibu Fahri hanya mengajak Vina bercakap-cakap tentang masakan.
Selama makanpun tidak ada pertanyaan-pertanyaan tentang Vina dan Fahri. Mereka hanya bicara-bicara yang lain-lain saja. Hingga hari sudah beranjak senja. Fahri minta izin untuk kembali ke kota. Namun sebelumnya Fahri memang bicara serius dengan orang tuanya. Fahri mengatakan bahwa dia akan menikahi Vina. Ibu dan ayahnya saling pandang.
“Bu. Maafkan Fahri. Rencana di tangan kita tapi Allah berkehendak lain. Fahri dan Vivi ada masalah, dan masalah itu bukanlah masalah ringan. Kami bubar. Namun rencana pernikahan tetap berjalan sesuai yang kita rencanakan semula. Tempat acara dan waktu yang sama.” Fahri berusaha menjelaskan dengan sebaik-baiknya kepada Ibunya.
“Bagaimana dengan orang tua Vivi. Masalah ini tentu tidak semudah apa yang kamu pikirkan.”
“Bu, Fahri tadi sudah menjelaskannya semuanya pada Ayah. Kalau memang itu semua benar, Ayah memahami sikap Fahri ini.” Ayah membantu Fahri agar ibunya tidak terlalu menyalahkannya.
“Masalah orang tuanya biar dia yang menyelesaikan sendiri Bu,” kata Fahri
“Masalah kami sama sekali bukanlah masalah mudah Bu. Tapi masalah berat yang memang tidak bisa Fahri maafkan.” Fahri tampak berusaha menahan emosinya.
“Fahri, kami tidak ingin ikut terlalu jauh dalam masalahmu. Kamu sudah dewasa. Sudah tahu baik dan buruk, halal dan haram, patut dan tidak patut. Kami serahkan padamu. Apapun keputusanmu Ayah dan ibu akan mendukung asalkan kamu bertanggung jawab dengan keputusanmu itu.” Ayah menasehati Fahri.
“Terimakasih Yah.” Fahri langsung duduk berlutut di depan kedua orang tuanya. Dia mencium tangan bapak dan ibunya.
“Masalah ini sangat berat bagi Fahri Yah. Fahri tidak mungkin berbuat seperti ini kalau masalah ini hanyalah masalah ringan.” Fahri tampak menghapus air matanya dan menghembuskan nafasnya dengan kuat.
“Ya, kami percaya padamu,” kata ibu bijak
Vina hanya diam membisu memperhatikan drama yang terjadi di depannya. Vina sendiri juga tidak paham seperti apa masalah Fahri dengan calon isterinya tersebut.
Setelah itu Fahri dan Vina mohon izin balik ke kota. Ibu dan ayah mengantar sampai di teras. Fahri dan Vina menyalami ibu. “Hati-hati ya Nak!’ kata ibu pada Fahri dan Vina.
Sebelum naik mobil ibu berkata lagi pada Fahri.
“Fahri, Vina anak orang. Dia juga punya orang tua dan keluarga. Maka jagalah dia baik-baik seperti keluarganya menjaganya, seperti ibu dan ayah menjagamu.”
“Ya Bu, Insyaallah.” Jawab Fahri
Ibu mendekat ke Vina, memeluk dan mencium kening Vina. “Minggu ke sini lagi ya. Biar ibu siapkan makanan yang enak. Tadi salahnya Fahri tidak memberitahu dulu kalau mau datang.”
“Insyaallah Bu,” kata Vina terharu. Vina tidak menyangka ibunya Fahri bersikap sebaik ini pertama mereka bertemu.
Fahri dan Vina kembali ke kota. Hari semakin senja. Fahri menjalankan mobilnya lebih cepat. “Sudah sore. Nanti ibumu khawatir kalau kita sampai terlalu malam,” kata Fahri.
Vina hanya mengangguk.
“Angguak, geleng, angguak geleng sajo” kata Fahri dengan logat Minang.
“Tadikan disuruh jawabnya angguak geleng saja ?” protes Vina lagi.
“Hmm.”
“Kesalahan Vivi itu amat berat Vin. Aku tidak bisa memaafkan. Dia hamil dan dia bersama laki-laki itu mengakuinya” Cerita ini muncul dari bibir Fahri tanpa diminta Vina.
Vinapun hanya diam. Dia tidak tahu harus menanggapi seperti apa. Lagi pula Fahri juga tidak butuh tanggapan apapun darinya.
“Vin!”
“Ya!”
“Jangan tidur. Kalau kamu tidur aku juga bisa mengantuk bawa mobilnya.”
“Tidak. Saya tidak tidur.”
“Kenapa diam saja?” tanya Fahri ketus.
“Komen kek, tanggapi kek”
“Emang butuh?” tanya Vina lagi
“Nggak!”
“Ya udah. Kalau gitu aku tidur.”
“Tidur aku bawa pulang. Tidak aku antar ke rumahmu.” Fahri mengancam.
Vina memperbaiki posisi duduknya lebih tegak. Kepalanya tidak jadi disandarkan. Fahri tertawa geli melihat sikap Vina.
Sebelum jam delapan mereka sudah sampai di rumah Vina. Fahri mampir sebentar setelah itu pamit pulang ke rumahnya.
Bersambung
#Novel4
#NovelVinaJanjiitutidakpernahada
****
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar