FITRIANY FEBBY ADIANA GUSTARINY

BIODATA Nama: Ir. Fitriany Febby Adiana Gustariny, SE,MP, M.Pd.E Tempat/Tgl Lahir : Bogor/18 Agustus 1968 NIP &n...

Selengkapnya
Navigasi Web
BARALEK DI RUMAH GADANG MENURUT ADAT BALIMBING (PART 6): MANJAPUIK MARAPULAI (1)
"Manjapuik Marapulai" menurut adat Balimbing (Foto Senja)

BARALEK DI RUMAH GADANG MENURUT ADAT BALIMBING (PART 6): MANJAPUIK MARAPULAI (1)

BARALEK DI RUMAH GADANG MENURUT ADAT BALIMBING (PART 6): MANJAPUIK MARAPULAI (1)

Tantangan Hari ke-35

#TantanganGurusiana

Hai Guru Sianer, selamat berjumpa kembali dengan Balimbing Nagari Tradisional Nan Unik Jilid II.

Marapulai adalah sebutan untuk pengantin laki-laki di Minangkabau, sedangkan "anak daro" adalah sebutan untuk pengantin perempuan.

Banyak persiapan yang dilakukan oleh pihak anak daro saat "manjapuik marapulai" di Nagari Balimbing. Mulai dari persiapan barang bawaan (seserahan) berupa nasi, lauk pauk, dan sirih dengan perlengkapannya. Persiapan juga dilakukan dalam hal busana yang dikenakan oleh anak daro utama dan anak daro pengiring. Demikian juga busana yang digunakan oleh bundo kanduang untuk mengantar anak daro.

Persiapan barang bawaan (seserahan) telah dikemas dalam bentuk 3 barang bawaan, yaitu 2 katiding (bakul besar) dan 1 galuak. Ketiga barang bawaan ini dibawa oleh 3 orang bundo kanduang, dengan ketentuan bundo kanduang yang membawa adalah bundo kanduang dari pihak bako (keluarga ayah) dan bundo kanduang pihak keluarga ibu.

Bundo kanduang pihak bako membawa katiding pertama (katiding nasi malam) berisi setengah katuding nasi, 1 cawan lauk yang berisi 13 potong randang rabu dengan di bawahnya randang karambie, 1 cawan lauk yang isinya 5 potong kalio ayam dengan dibawahnya gulai kentang.

Bundo kanduang dari pihak ibu membawa katiding kedua (katiding nasi siang) berisi beras 6 liter, 1 bungkusan lauk yang dibungkus daun pisang berisi 21 potong randang rabu dengan di bawahnya randang karambie, 1 bungkusan lauk yang dibungkus daun pisang berisi 19 potong randang rabu dengan di bawahnya randang ubi, 1 kotak cilapah (kotak persegi panjang dari perunggu) yang berisi sirih, pinang, gambir, sadah (kapur) sirih, tembakau, dan uang Rp100.000 (seratus ribu rupiah).

Bundo kanduang ketiga dari pihak ibu membawa 1 buah galuak yang berisi lauk berupa 7 potong kalio ayam dengan dibawahnya gulai cubadak (gulai nangka muda).

Bundo kanduang ini mengenakan baju kuruang hitam, kodek, dan kepala harus ditutup (jilbab/kerudung). Selain itu bundo kanduang ini membawa dua kain sarung ninik mamak (kain sarung kotak-kotak berewarna hitam. Kain sarung pertama di letakkan di bahu, kain sarung kedua di atas kepala. Selain itu di kepala juga ada kain sebagai "singgulung" (alas) untuk menjujuang katiding di kepala. Fungsi singguluang ini agar kepala tidak terasa sakit manjujuang katiding yang berat tersebut.

Selain anak daro utama, anak daro pengiring, bundo kanduang pembawa seserahan, rombonganpun dapat juga ditambah dengan kaum suku yang baralek. Setelah semua siap, maka berangkatlah rombongan anak daro manjapuik manjapuik. Lazimnya, bila acara manjapuik marapulai dilakukan pada malam hari, maka jam 10 00 WIB anak daro telah tiba di rumah gadang marapulai.

Ketentuan barisan rombongan manjapuik marapulai adalah barisan pertama terdiri dari anak daro utama dan anak daro pengiring, barisan kedua terdiri dari bundo kanduang pembawa seserahan, dan barisan ketiga kaum suku yang ikut mengantarkan.

Setiba di rumah gadang "marapulai" rombongan langsung disambut oleh tuan rumah. Saat anak daro tiba, marapulai utama mengenakan baju putih, jas hitam, celana hitam (kopiah hitam yang semula dikenakan saat sebum anak daro tiba telah berganti memakai saluak). Sedangkan marapulai pengiring tetap memakai kopiah hitam. Jadi, dengan hal ini kita dapat mengetahui mana marapulai utama dan mana marapulai pengiring.

Seserahan yang dibawa oleh bundo kanduang pihak anak daro langsung diterima oleh bundo kanduang pihak marapulai. Di mana seserahan akan diperiksa oleh bundo kanduang pihak marapulai, apakah seserahan untuk manjapuik marapulai tersebut telah.memenuhi yang persyaratan oleh adat di Nagari Balimbing.

Sementara itu, pihak anak daro dan rombongan dipersilahkan masuk dan duduk di bandua rumah gadang. Seperti yang telah diceritakan pada tulisan sebelumnya bandua adalah lantai tinggi dari rumah gadang. Bandua ini hanya diperuntukkan untuk ninik mamak, kaum laki-laki dan tamu terhormat.

Biasanya kaum perempuan kalau di rumah gadang duduknya bukan di bandua, tetapi lantai bawah. Namun, saat manjapuik marapulai, rombongan anak daro dan bundo kanduang adalah tamu terhormat, maka rombongan ini duduk di bandua.

Meski anak daro dan bundo kanduang duduk di bandua, namun mereka duduk tidak bercampur baur dengan laki-laki. Anak daro dan bundo kanduang duduk di sebelah kiri dan marapulai, ninik mamak, dan kaum laki-laki duduk di sebelah kanan.

Jadi, di rumah gadang di Nagari Balimbing tidak ada istilah duduk basandiang di palaminan antaro anak daro jo marapulai.

Mula pertama rombongan anak daro akan dihidangkan kue-kue. Setelah hidangan kue-kue dilanjutkan dengan nasi dan lauk pauk. Randang rabu yang dibawa oleh anak daro tadi juga turut dihidangkan oleh pihak marapulai.

Selama acara makan tersebut, maka di sisi yang tertutup pada ruangan rumah gadang sedang dilakukan pengecekan apalah seserahan dari pihak anak daro cukup atau tidak. Apakah telah sesuai dengan ketentuan adat atau tidak.

Penulis ikut mengantar anak daro manjapuik marapulai, yaitu pada hari Kamis 6/2/2020. Alhamdulillah penulis mendapat kesempatan menyaksikan proses pengecekan seserahan tersebut. Untuk bisa menyaksikan proses pengecekan tersebiut, penulis rela tidak ikut makan bersama dengan anak daro. Penulis yang tadinya duduk di bandua bersama anak daro, rela pergi meninggalkan tempat terhormat tersebut demi mencari data dan informasi tentang proses pengecekan seserahan tersebut.

Penulis amati bagaimana proses pengecekan tersebut dan penulis catat. Hasilnya seperti yang penulis paparkan di bawah ini

Pertama, bundo kanduang pihak marapulai membuka cawan yang berusi kalio ayam dan gulai kentang, kemudian apakah kalio ayam ini cukup atau tidak 5 potong. Alhamdulilah cukup.

Kedua, bundo kanduang pihak marapulai memeriksa galuak yang berisi 7 potong kalio ayam dan gulai cubadak. Mereka menghitung jumlah potongan kalio ayam. Kalio ayam hanya bertemu 6 potong. Waduh, kenapa bisa hilang satu. Padahal tadi sewaktu pengemasan di rumah gadang anak daro kalio ayam itu ada 7 potong dan malah penulis rekam melalui video. Akibat, agak gaduh dan berbisik-bisik merekankarena hilang satu potong.

Kekurangan ini dibisikan oleh bundo kanduang pihak marapulai ke bundo kanduang pihak anak daro. Waduh....bisa tak terbawa marapulai malam ini, kalau masalah 1 potong kalio ayam tak bertemu.

Ketiga, mengecek cawan yang berisi randang rabu dan randang karambie. Randang rabu dihitung satu demi satu, alhamdulillah hitungannya bertemu 13 potong randang rabu.

Keempat, mengecek bungkusan daun pisan yang berisi randang rabu dan randang karambie. Randang rabu dihitung, alhamdulillah 21 potong randang rabu pas hitungannya di bungkusan daun pisang tersebut.

Kelima, mengecek bungkusan daun pisang yang berisi randang rabu dan randang ubi. Alhamdulilah setelah dihitung randang rabu sebanyak 19 potong juga bertemu hitungannyacdibungkusan tersebut

Tiba-tiba sebum bundo kanduang pihak marapulai mengecek isi cilapah, tiba-tiba salah seorang bundo kanduang menyatakan bahwa kalio ayam yang hilang satu potong tadi bertemu. Rupanya kalio ayam yang satu potong ini telah bercampur dengan gulai cubadak (gulai nangka muda).

Rupanya itulah kegunaannya mengapa pengemasan 7 kalio ayam diatur dengan tali dalam bentuk barisan diletakkan di bagian atas cawan dan di bawahnya gulai cubadak. Tujuannya agar tidak bercapur dengan gulai cubadak. Apabila bercampur tentu kesulitan mencarinya. Alhamdulillah 7 potong kalio ayam cukup hitungannya. Alhamdillah marapulai bisa terbawa malam ini juga.

Keenam, mengecek isi cilapah (kotak persegi panjang perunggu). Alhamdulillah sirih, pinang, gambir, kapur sirih, tembakau, dan uang Rp100.000 juga bertemu di cilapah tersebut.

Selanjurnya mereka menyalin nasi malam dan nasi siang yang di dalam katiding ke wadah yang telah mereka sediakan. Tentu saja setelah seserahan disalin oleh mereka, maka wadah bawaan yang dibawa anak daro menjadi kosong.

Apabila seserahan anak daro cukup dan sesuai dengan ketentuan adat di Nagari Balimbing, maka mereka bersedia memberikan marapulai ke pihak anak daro.

Namun, tentu saja pihak anak daro tidak akan pulang dengan tangan kosong. Ada pemberian dari pihak marapulai untuk anak daro yang disebut "isi katiding".

Nah, apa itu isi katiding? Penasaran ingin tahu? Tunggu tulisan selanjutnya, oke!

FITRIANY FEBBY ADIANA GUSTARINY

Balimbing-Rambatan Tanah Datar, Selasa 18/2/2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sangat menarik sekali acara penjemputan marapulai disini ya, bu fit. Waktu nyo malam diadakan. Sedikit berbeda dipadang. Terus hantaran yg dibawa, harus dihitung ya. Masih sangat kuat sekali adatnya. Tetap dipertahankan adatnya, buk fit. Biar tetap lestari..

18 Feb
Balas

Ya, Bu El sampai saat ini tetap adat ini masih lestari di Balimbing

18 Feb

Mantapp

19 Feb
Balas

Trims Bu Trisna

19 Feb

19 Feb
Balas

Salam literasi Bu Trisna

20 Feb



search

New Post