Ajaran Abak

Abak itu bapakku. Tahun ini adalah tahun keempat tanpa abak. Meski abak sudah pergi untuk selamanya, tapi tidak untuk kenangan tentang beliau. Tentang hal-hal yang beliau ajarkan.

Sekarang Ramadhan. Banyak hal dan kenangan yang kuingat tentang Ramadhan bersama Abak.

Satu. Di awal Ramadhan, Abak selalu mengingatkanku untuk berniat puasa. Boleh memasang niat untuk puasa sebulan penuh, dan boleh diulang berniat di malam hari untuk puasa esoknya.

Dua. Bahagianya saat memasuki Ramadhan, Amak selalu bikin rendang. Itu kesukaan Abak. Bila malas bangun sahur karena mengantuk, ada rendang yang membuat semangat untuk bangun. Maklumlah, saat itu aku masih anak-anak.

Tiga, saat berbuka abak mengajarkan untuk selalu mendahulukan Salat Magrib daripada makan nasi. Begitu azan berkumandang, berbukalah dahulu. Mungkin minum teh atau makan kolak. Setelah itu, laksanakan Salat Magrib. Barulah setelah itu makan nasi. Ajaran Abak ini masih tetap kupraktikkan hingga saat ini.

Empat, malam hari Abak selalu pergi Salat Tarawih ke masjid kecuali bila tidak enak badan. Bila Abak tidak pergi tarawih, maka beliau suka bertanya padaku.

"Siapa yang memberi ceramah atau wirid Ramadan tadi?"

Aku menyebut nama ustadznya. Pertanyaan Abak selanjutnya adalah,

"Apa isi ceramahnya?"

Maka aku akan menyampaikan kepada Abak isi ceramah ustadz yang kudengar di masjid tadi. Semampu yang kuingat. Imbas dari hal ini, hingga sekarang, aku suka mencatat intisari ceramah atau wirid Ramadan yang kudengar. Meskipun tak ada lagi Abak yang akan bertanya tentang isi ceramah itu. ***

MP, 13 April 2022